Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - Komisi IV DPRD Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengusulkan rancangan peraturan daerah (Perda) tentang perlindungan anak dan perempuan korban kekerasan.
"Ranperda ini merupakan program pembentukan peraturan daerah tahun 2023," kata Ketua Komisi IV DPRD Lombok Tengah, Lalu Sunting Mentas di Praya, Rabu.
Ia mengatakan tahapan yang sudah dilalui dalam proses pembahasan Ranperda tersebut di antaranya adalah konsultasi publik dan harmonisasi oleh Kanwil Kemenkumham NTB.
“Hasil harmonisasi dari Ranperda tersebut telah kami terima dan telah dilakukan perbaikan dan penyempurnaan," katanya.
Baca juga: DPRD Lombok Tengah merevisi Perda Desa akomodasi perubahan UU desa
Oleh karena itu, ranperda tersebut telah disampaikan secara administratif kepada pimpinan Dewan untuk selanjutnya dilakukan pengkajian oleh badan pembentukan peraturan daerah (Bapemperda).
Untuk dimaklumi bersama salah satu catatan khusus dari harmonisasi yang dilakukan oleh Kanwil Kemenkumham adalah adanya rekomendasi untuk mengubah judul Ranperda yang semula merupakan perubahan atas Perda nomor 3 tahun 2009 berubah menjadi Ranperda yang berdiri sendiri yang sekaligus mencabut Perda nomor 3 tahun 2009.
“Sehingga judul Ranperda yang diusulkan menjadi tentang pelindungan anak dan perempuan korban kekerasan," katanya.
Baca juga: DPRD dukung penertiban PJU ilegal di Lombok Tengah
Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa materi muatan yang termuat dari Ranperda tersebut lebih dari setengahnya mengalami perubahan, perbaikan dan penyempurnaan.
Ada pun penjelasan urgensi dari pembentukan Ranperda ini, tergambar dari landasan filosofis maupun landasan yuridis. Secara filosofis NKRI menjamin kesejahteraan tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia.
"Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam UUD tahun 1945,” katanya.
Ia menegaskan bahwa anak sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri dan sifat khusus, sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM.
“Kekerasan seksual terhadap perempuan merupakan pelanggaran HAM, kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan,” katanya.
Baca juga: DPRD rekomendasikan redesain pasar Lombok Tengah-NTB
Di satu sisi tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak mengalami kecenderungan yang semakin meningkat. Faktor pemicu seperti ekonomi, budaya dan lingkungan sosial dengan pengaruh perkembangan teknologi.
"Perlu langkah secara nyata untuk memberikan perlindungan oleh segenap elemen warga negara," katanya.
Hal ini penting sebagai kesatuan dari masyarakat, serta peran Pemda sebagai pengayom bagi warganya dengan berbagai program guna melakukan pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Baca juga: DPRD Lombok Tengah-NTB minta tarian kecimol diatur
Salah satu upaya untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dilakukan melalui pemberdayaan perempuan dan optimalisasi potensi yang telah dimiliki sebelumnya, sehingga diharapkan mampu meningkatkan dan mengembangkan diri untuk berperan dan terlindungi dari potensi tindak kekerasan.
“Kondisi ini akan memperkuat bentuk penghargaan terhadap perempuan dengan tetap menjaga peran sebagai seorang perempuan dalam mendukung kebahagiaan keluarganya," katanya.