Jakarta (ANTARA) - Peneliti kebijakan publik Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP) Riko Noviantoro menilai revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) akan memperkuat fungsi DPR.
"Undang-Undang MD3 ini memang sebaiknya dilakukan revisi, melihat dinamika politik ke depan yang berat," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan Undang-Undang MD3 merupakan instrumen politik dan hukum, untuk menjaga pendulum kekuasaan secara lebih tepat, terutama pada fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
"Bagaimana menjadikan DPR RI dan MPR RI sebagai mitra yang konstruktif dan strategis bagi eksekutif. Untuk itu perlu sosok negarawan yang akan memimpin kedua lembaga negara tersebut. Bukan sebatas simbol dan representasi partai politik mayoritas," katanya menegaskan.
Kata dia, dinamika politik ke depan akan semakin berat. Tantangan itu akan dihadapi secara langsung oleh pemerintahan baru, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Dinamika politik itu terjadi bukan hanya di dalam negeri, melainkan juga di tingkat global. Dinamika tersebut itu juga berpotensi mengganggu pelaksanaan program kerja yang menjadi isu dalam kampanye Pemilihan Presiden Februari 2024 lalu.
Apalagi kata dia, nantinya legislatif dipegang PDI Perjuangan yang merupakan pemenang Pemilu 2024. Hal itu sebagaimana diatur dalam UU MD3.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid berharap revisi Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, DPD, dan DPRD (MD3) akan membawa dampak positif, khususnya dalam memperkuat fungsi DPR.
"Jelas PKB berharap UU MD3 secara umum dapat memperkuat fungsi dan peran DPR," kata Jazilul yang juga merupakan Wakil Ketua MPR itu.
Revisi UU MD3 sendiri diketahui sudah terdaftar di Prolegnas Prioritas. Namun, Jazilul mengaku tak mengetahui detail soal perubahan tersebut, termasuk adanya perubahan aturan pemilihan Ketua DPR.
"Belum sampai ke sana kajiannya (terkait pemilihan ketua DPR), yang jelas ingin fungsi DPR lebih kuat ke depan," katanya.
"Undang-Undang MD3 ini memang sebaiknya dilakukan revisi, melihat dinamika politik ke depan yang berat," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan Undang-Undang MD3 merupakan instrumen politik dan hukum, untuk menjaga pendulum kekuasaan secara lebih tepat, terutama pada fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
"Bagaimana menjadikan DPR RI dan MPR RI sebagai mitra yang konstruktif dan strategis bagi eksekutif. Untuk itu perlu sosok negarawan yang akan memimpin kedua lembaga negara tersebut. Bukan sebatas simbol dan representasi partai politik mayoritas," katanya menegaskan.
Kata dia, dinamika politik ke depan akan semakin berat. Tantangan itu akan dihadapi secara langsung oleh pemerintahan baru, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Dinamika politik itu terjadi bukan hanya di dalam negeri, melainkan juga di tingkat global. Dinamika tersebut itu juga berpotensi mengganggu pelaksanaan program kerja yang menjadi isu dalam kampanye Pemilihan Presiden Februari 2024 lalu.
Apalagi kata dia, nantinya legislatif dipegang PDI Perjuangan yang merupakan pemenang Pemilu 2024. Hal itu sebagaimana diatur dalam UU MD3.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid berharap revisi Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, DPD, dan DPRD (MD3) akan membawa dampak positif, khususnya dalam memperkuat fungsi DPR.
"Jelas PKB berharap UU MD3 secara umum dapat memperkuat fungsi dan peran DPR," kata Jazilul yang juga merupakan Wakil Ketua MPR itu.
Revisi UU MD3 sendiri diketahui sudah terdaftar di Prolegnas Prioritas. Namun, Jazilul mengaku tak mengetahui detail soal perubahan tersebut, termasuk adanya perubahan aturan pemilihan Ketua DPR.
"Belum sampai ke sana kajiannya (terkait pemilihan ketua DPR), yang jelas ingin fungsi DPR lebih kuat ke depan," katanya.