Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan perlu perlakuan khusus bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) agar bisa berdaya saing dengan barang-barang impor.
"Jadi memang treatment impor ini tidak bisa disamaratakan, jadi kalau memang industri seperti TPT ini harus punya satu kebijakan khusus," kata Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani di Jakarta, Kamis.
Dirinya mengatakan, baik produsen maupun mekanisme daripada importasi mesti dipersiapkan dengan baik. Hal ini supaya pelaku industri TPT dalam negeri mampu bersaing dengan produk barang jadi impor. Selain itu menurut dia, pemerintah juga mesti memastikan bahwa produk yang masuk bukan merupakan barang TPT ilegal.
"Pemerintah juga tetap harus menjaga jangan sampai berkompetisi dengan ilegal impor yang masuk," ujarnya
Lebih lanjut, Shinta menyampaikan pihaknya mendorong seluruh pelaku industri untuk melakukan substitusi (pengurangan) impor, dengan cara melakukan pengembangan produk yang tak hanya berfokus pada hilirnya saja, melainkan turut di bagian hulu industri. Hal itu dilakukan agar industri di Indonesia tak bergantung pada barang impor, namun kegiatan ini memerlukan waktu untuk bisa terwujud.
"Itu perlu persiapan, jadi gak semudah itu. Indonesia sekarang perlu waktu untuk pengembangan industri-nya, dan makanya kami mengatakan ini tidak hanya hilirisasi tapi juga upstream industri kita, industri hulu kita ini juga perlu dikembangkan," ujarnya.
Baca juga: KPPU dan Apindo tingkatkan kepatuhan persaingan usaha
Baca juga: Pabrik Bata tutup, Apindo: Industri padat karya diperlukan
Sebelumnya Kementerian Perindustrian menyebut industri tekstil dan produk tekstil (TPT) khawatir terhadap dominasi barang impor akibat relaksasi larangan dan pembatasan (lartas) di regulasi Permendag 8/2024 yang tak lagi memberlakukan pertimbangan teknis (Pertek).
"Sebagai pembina industri, Kemenperin menampung masukan dari para pelaku industri mengenai kendala-kendala yang dihadapi terkait peningkatan produktivitas dan daya saingnya. Kekhawatiran pelaku industri TPT timbul karena tidak ada lartas terhadap barang impor yang sejenis dengan barang yang mereka produksi,” ujar Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Adie Rochmanto Pandiangan di Jakarta, Minggu (26/5).
"Jadi memang treatment impor ini tidak bisa disamaratakan, jadi kalau memang industri seperti TPT ini harus punya satu kebijakan khusus," kata Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani di Jakarta, Kamis.
Dirinya mengatakan, baik produsen maupun mekanisme daripada importasi mesti dipersiapkan dengan baik. Hal ini supaya pelaku industri TPT dalam negeri mampu bersaing dengan produk barang jadi impor. Selain itu menurut dia, pemerintah juga mesti memastikan bahwa produk yang masuk bukan merupakan barang TPT ilegal.
"Pemerintah juga tetap harus menjaga jangan sampai berkompetisi dengan ilegal impor yang masuk," ujarnya
Lebih lanjut, Shinta menyampaikan pihaknya mendorong seluruh pelaku industri untuk melakukan substitusi (pengurangan) impor, dengan cara melakukan pengembangan produk yang tak hanya berfokus pada hilirnya saja, melainkan turut di bagian hulu industri. Hal itu dilakukan agar industri di Indonesia tak bergantung pada barang impor, namun kegiatan ini memerlukan waktu untuk bisa terwujud.
"Itu perlu persiapan, jadi gak semudah itu. Indonesia sekarang perlu waktu untuk pengembangan industri-nya, dan makanya kami mengatakan ini tidak hanya hilirisasi tapi juga upstream industri kita, industri hulu kita ini juga perlu dikembangkan," ujarnya.
Baca juga: KPPU dan Apindo tingkatkan kepatuhan persaingan usaha
Baca juga: Pabrik Bata tutup, Apindo: Industri padat karya diperlukan
Sebelumnya Kementerian Perindustrian menyebut industri tekstil dan produk tekstil (TPT) khawatir terhadap dominasi barang impor akibat relaksasi larangan dan pembatasan (lartas) di regulasi Permendag 8/2024 yang tak lagi memberlakukan pertimbangan teknis (Pertek).
"Sebagai pembina industri, Kemenperin menampung masukan dari para pelaku industri mengenai kendala-kendala yang dihadapi terkait peningkatan produktivitas dan daya saingnya. Kekhawatiran pelaku industri TPT timbul karena tidak ada lartas terhadap barang impor yang sejenis dengan barang yang mereka produksi,” ujar Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Adie Rochmanto Pandiangan di Jakarta, Minggu (26/5).