Jakarta (ANTARA) - Tim Kerja Sama Untuk Pencegahan Penyiksaan (KUPP) mendesak pemerintah untuk segera meratifikasi Optional Protocol to the Convention Against Torture (OPCAT) guna menjamin mekanisme pencegahan penyiksaan.
"Optional Protocol itu belum diratifikasi oleh pemerintah, sehingga memang kita belum punya mekanisme untuk pencegahan terkait dengan penyiksaan," kata Anggota Komnas Perempuan Bahrul Fuad dalam acara bertajuk "Stop Penyiksaan, Tegakkan HAM", di Jakarta, Senin.
Bahrul Fuad mengatakan Pemerintah Indonesia telah memiliki Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia. Namun demikian, keberadaan UU tersebut belum cukup untuk mencegah terjadinya penyiksaan.
"Kita sudah punya Undang-undangnya tapi mekanisme untuk menjalankan pencegahan penyiksaan itu belum bisa dilakukan kalau opsional protokolnya itu belum diratifikasi," katanya.
Sehingga diharapkan dengan diratifikasi-nya Optional Protocol to the Convention Against Torture (OPCAT) dapat memperkuat penerapan UU Nomor 5 Tahun 1998. Komnas Perempuan tergabung dalam Kerja Sama Untuk Pencegahan Penyiksaan (KUPP) bersama Komisi Nasional HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ombudsman RI, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Komisi Nasional Disabilitas (KND).
Baca juga: UU KIA cenderung teguhkan pembakuan peran domestik perempuan
Baca juga: Komnas sebut urgensi penguatan pelayanan perempuan dan anak
KUPP melakukan sejumlah program kegiatan antara lain melakukan pemantauan/kunjungan ke tempat-tempat penahanan, menyusun laporan bersama, melakukan dialog konstruktif dengan para pihak, peningkatan kapasitas, studi dan kampanye secara nasional dalam rangka memperkuat hadirnya mekanisme nasional pencegahan penyiksaan.*
"Optional Protocol itu belum diratifikasi oleh pemerintah, sehingga memang kita belum punya mekanisme untuk pencegahan terkait dengan penyiksaan," kata Anggota Komnas Perempuan Bahrul Fuad dalam acara bertajuk "Stop Penyiksaan, Tegakkan HAM", di Jakarta, Senin.
Bahrul Fuad mengatakan Pemerintah Indonesia telah memiliki Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia. Namun demikian, keberadaan UU tersebut belum cukup untuk mencegah terjadinya penyiksaan.
"Kita sudah punya Undang-undangnya tapi mekanisme untuk menjalankan pencegahan penyiksaan itu belum bisa dilakukan kalau opsional protokolnya itu belum diratifikasi," katanya.
Sehingga diharapkan dengan diratifikasi-nya Optional Protocol to the Convention Against Torture (OPCAT) dapat memperkuat penerapan UU Nomor 5 Tahun 1998. Komnas Perempuan tergabung dalam Kerja Sama Untuk Pencegahan Penyiksaan (KUPP) bersama Komisi Nasional HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ombudsman RI, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Komisi Nasional Disabilitas (KND).
Baca juga: UU KIA cenderung teguhkan pembakuan peran domestik perempuan
Baca juga: Komnas sebut urgensi penguatan pelayanan perempuan dan anak
KUPP melakukan sejumlah program kegiatan antara lain melakukan pemantauan/kunjungan ke tempat-tempat penahanan, menyusun laporan bersama, melakukan dialog konstruktif dengan para pihak, peningkatan kapasitas, studi dan kampanye secara nasional dalam rangka memperkuat hadirnya mekanisme nasional pencegahan penyiksaan.*