Mataram (Antara NTB) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat tengah menyelidiki kasus pemutaran lagu-lagu Sasak produksi empat rumah rekaman yang ada di wilayah Lombok.
Kasubdit I Bidang Industri Perdagangan Ditreskrimsus Polda NTB AKBP Boyke Karel Wattimena di Mataram, Selasa, mengungkapkan penyelidikan itu berawal dari adanya laporan pihak dirugikan, yakni empat rumah rekaman yang memproduksi lagu-lagu Sasak tersebut.
"Kasus yang dilaporkan empat rumah rekaman ini sekarang sudah masuk dalam tahap penyelidikan," kata AKBP Boyke Karel Wattimena. Empat rumah rekaman yang merasa dirugikan ini adalah Sri Record, Miru Production, Erna Production, dan Bumi Gora Studio.
Kemudian dua perusahaan TV kabel lokal berbayar yang dilaporkan ada di wilayah Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah dan Aikmel, Kabupaten Lombok Timur.
Dalam laporannya, jelas Boyke, empat rumah rekaman yang memegang hak cipta lagu-lagu Sasak tersebut melaporkan dua perusahaan TV kabel lokal berbayar yang diduga telah memutar lagu-lagu produksinya dalam satu kanal khusus tanpa izin.
Dua perusahaan TV kabel lokal berbayar ini dilaporkan sudah melakukan pemutaran produksi lagunya tanpa izin sejak tahun 2016. Karena itu, empat rumah rekaman tersebut dalam laporannya mencatat kerugian mencapai Rp400 juta.
"Jadi dalam satu kanal khusus, lagu-lagu Sasak produksi rumah rekaman ini diputar dalam 24 jam penuh, pemutarannya terhitung sejak tahun 2016," ujarnya.
Terkait dengan perkembangan penyelidikannya, Boyke menerangkan bahwa pihaknya telah meminta keterangan sejumlah pihak, termasuk dua perusahaan TV kabel lokal berbayar tersebut.
Dari keterangannya, diketahui bahwa lagu-lagu Sasak yang ditayangkan dalam satu kanal khusus itu didapatkan dari "Youtube".
"Mengakunya kalau lagu-lagu ini didapat dari `Youtube`, tapi ada juga sebagian yang didapat dari temannya," ucap Boyke.
Pidana pelanggaran yang diterapkan dalam kasus ini adalah Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28/2014 tentang Hak Cipta. (*)
Kasubdit I Bidang Industri Perdagangan Ditreskrimsus Polda NTB AKBP Boyke Karel Wattimena di Mataram, Selasa, mengungkapkan penyelidikan itu berawal dari adanya laporan pihak dirugikan, yakni empat rumah rekaman yang memproduksi lagu-lagu Sasak tersebut.
"Kasus yang dilaporkan empat rumah rekaman ini sekarang sudah masuk dalam tahap penyelidikan," kata AKBP Boyke Karel Wattimena. Empat rumah rekaman yang merasa dirugikan ini adalah Sri Record, Miru Production, Erna Production, dan Bumi Gora Studio.
Kemudian dua perusahaan TV kabel lokal berbayar yang dilaporkan ada di wilayah Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah dan Aikmel, Kabupaten Lombok Timur.
Dalam laporannya, jelas Boyke, empat rumah rekaman yang memegang hak cipta lagu-lagu Sasak tersebut melaporkan dua perusahaan TV kabel lokal berbayar yang diduga telah memutar lagu-lagu produksinya dalam satu kanal khusus tanpa izin.
Dua perusahaan TV kabel lokal berbayar ini dilaporkan sudah melakukan pemutaran produksi lagunya tanpa izin sejak tahun 2016. Karena itu, empat rumah rekaman tersebut dalam laporannya mencatat kerugian mencapai Rp400 juta.
"Jadi dalam satu kanal khusus, lagu-lagu Sasak produksi rumah rekaman ini diputar dalam 24 jam penuh, pemutarannya terhitung sejak tahun 2016," ujarnya.
Terkait dengan perkembangan penyelidikannya, Boyke menerangkan bahwa pihaknya telah meminta keterangan sejumlah pihak, termasuk dua perusahaan TV kabel lokal berbayar tersebut.
Dari keterangannya, diketahui bahwa lagu-lagu Sasak yang ditayangkan dalam satu kanal khusus itu didapatkan dari "Youtube".
"Mengakunya kalau lagu-lagu ini didapat dari `Youtube`, tapi ada juga sebagian yang didapat dari temannya," ucap Boyke.
Pidana pelanggaran yang diterapkan dalam kasus ini adalah Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28/2014 tentang Hak Cipta. (*)