Jakarta (ANTARA) - Peneliti Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) Hamid Abidin mengingatkan pentingnya melakukan antisipasi ancaman serangan siber yang menyasar organisasi di Indonesia yang bergerak pada sektor sosial.
Laporan Doing Good Index (DGI) 2024 mengungkapkan bahwa 66 persen organisasi sosial Indonesia yang disurvei mengalami serangan keamanan siber dalam dua tahun terakhir. Kondisi mereka lebih rentan karena masih sedikit organisasi yang memiliki rencana keamanan siber, yakni hanya 31 persen.
"Karena itu, kita perlu menyadarkan dan mendorong sektor swasta, filantropi maupun pemerintah untuk membantu mengatasi tantangan dihadapi organisasi sosial dalam melakukan digitalisasi terhadap operasional dan layanannya," kata Hamid dalam siaran resmi yang diterima di Jakarta, Kamis.
Sektor sosial di Indonesia mengalami digitalisasi secara pesat, seperti halnya yang juga terjadi di kawasan Asia. Pernyataan tersebut didukung oleh laporan DGI 2024 yang mengungkapkan bahwa pengelola organisasi sosial di Indonesia memiliki akses internet yang andal dan cepat di tempat kerja mereka dan menggunakan perangkat komputer atau tablet.
Organisasi sosial di Indonesia juga sudah mempromosikan profil dan karyanya di laman web, media sosial, serta buletin digital. Tidak hanya itu, mereka juga meningkatkan penggunaan teknologi digital untuk memberikan layanan secara daring, mengintegrasikannya dengan operasional organisasi, mengembangkan kolaborasi dan memanfaatkan media sosial untuk promosi dan diseminasi informasi.
Mayoritas organisasi melakukannya dengan menggunakan perangkat lunak dasar dan hanya sebagian kecil yang menggunakan perangkat lunak mutakhir.
Hamid mencatat terdapat tiga tantangan utama yang dihadapi organisasi sosial di Indonesia dalam pemanfaatan teknologi digital, termasuk dalam menghadapi serangan siber di antaranya dana yang terbatas, rendahnya keahlian staf, serta minimnya dukungan dari donatur.
Baca juga: Mensos pastikan tak ada gangguan DTKS usai serangan siber
Baca juga: Menkominfo sebut tak ada indikasi kebocoran data imbas
Hamid memaparkan dukungan terhadap digitalisasi pada organisasi sektor sosial bisa diberikan dalam bentuk donasi perangkat keras dan perangkat lunak, peningkatan kapasitas staf organisasi sosial, konektivitas internet yang lebih baik, serta menyiapkan organisasi menghadapi serangan siber.
"Selain memperkuat profesionalisme dan efektivitas kerja organisasi sosial, dukungan ini juga membuat masyarakat sebagai penerima manfaat bisa terlayani dengan baik," ujar Hamid.
DGI 2024 secara khusus mengkaji digitalisasi sektor sosial. Kajian 2 tahunan yang dikoordinasi oleh Centre for Asian Philanthropy and Society (CAPS) melibatkan 2.183 organisasi sebagai responden dan 140 panel ahli. Pelaksanaan riset DGI 2024 di Indonesia dilakukan berkolaborasi dengan PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) dan melibatkan 202 organisasi dan 11 pakar.
Laporan Doing Good Index (DGI) 2024 mengungkapkan bahwa 66 persen organisasi sosial Indonesia yang disurvei mengalami serangan keamanan siber dalam dua tahun terakhir. Kondisi mereka lebih rentan karena masih sedikit organisasi yang memiliki rencana keamanan siber, yakni hanya 31 persen.
"Karena itu, kita perlu menyadarkan dan mendorong sektor swasta, filantropi maupun pemerintah untuk membantu mengatasi tantangan dihadapi organisasi sosial dalam melakukan digitalisasi terhadap operasional dan layanannya," kata Hamid dalam siaran resmi yang diterima di Jakarta, Kamis.
Sektor sosial di Indonesia mengalami digitalisasi secara pesat, seperti halnya yang juga terjadi di kawasan Asia. Pernyataan tersebut didukung oleh laporan DGI 2024 yang mengungkapkan bahwa pengelola organisasi sosial di Indonesia memiliki akses internet yang andal dan cepat di tempat kerja mereka dan menggunakan perangkat komputer atau tablet.
Organisasi sosial di Indonesia juga sudah mempromosikan profil dan karyanya di laman web, media sosial, serta buletin digital. Tidak hanya itu, mereka juga meningkatkan penggunaan teknologi digital untuk memberikan layanan secara daring, mengintegrasikannya dengan operasional organisasi, mengembangkan kolaborasi dan memanfaatkan media sosial untuk promosi dan diseminasi informasi.
Mayoritas organisasi melakukannya dengan menggunakan perangkat lunak dasar dan hanya sebagian kecil yang menggunakan perangkat lunak mutakhir.
Hamid mencatat terdapat tiga tantangan utama yang dihadapi organisasi sosial di Indonesia dalam pemanfaatan teknologi digital, termasuk dalam menghadapi serangan siber di antaranya dana yang terbatas, rendahnya keahlian staf, serta minimnya dukungan dari donatur.
Baca juga: Mensos pastikan tak ada gangguan DTKS usai serangan siber
Baca juga: Menkominfo sebut tak ada indikasi kebocoran data imbas
Hamid memaparkan dukungan terhadap digitalisasi pada organisasi sektor sosial bisa diberikan dalam bentuk donasi perangkat keras dan perangkat lunak, peningkatan kapasitas staf organisasi sosial, konektivitas internet yang lebih baik, serta menyiapkan organisasi menghadapi serangan siber.
"Selain memperkuat profesionalisme dan efektivitas kerja organisasi sosial, dukungan ini juga membuat masyarakat sebagai penerima manfaat bisa terlayani dengan baik," ujar Hamid.
DGI 2024 secara khusus mengkaji digitalisasi sektor sosial. Kajian 2 tahunan yang dikoordinasi oleh Centre for Asian Philanthropy and Society (CAPS) melibatkan 2.183 organisasi sebagai responden dan 140 panel ahli. Pelaksanaan riset DGI 2024 di Indonesia dilakukan berkolaborasi dengan PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) dan melibatkan 202 organisasi dan 11 pakar.