Tabanan (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan mengajak masyarakat di Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih untuk menjaga warisan budaya yang diakui dunia melalui UNESCO.

Hal ini disampaikan Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya saat disinggung perihal potensi pencabutan predikat dari UNESCO sebab maraknya pembangunan di area situs.

“Ini harus duduk antara tokoh adat, pemerintah dan pengusaha, duduk bareng atur, kalau sudah saya yakin bisa dipertahankan warisan budaya ini, tinggal diatur, sabar sedikit lagi,” kata dia di sela-sela membuka Jatiluwih Festival 2024 di Tabanan, Sabtu.

Kepada media Sanjaya mengatakan masalah ini juga PR Pemkab Tabanan, sebab sebelumnya mereka telah berkomunikasi dengan pemilik usaha yang membangun di area subak.

Para pengusaha tersebut diketahui merupakan pemilik lahan, dimana bangunan yang mereka kembangkan dahulunya adalah sawah berundak warisan leluhur mereka sendiri.

“Jadi mereka merasa punya hak milik, di satu pihak ketika ada objek ya orang lokal bikin warung kecil atau tempat-tempat ini (kafe dan restoran) ini saya tanya memang tidak berizin tapi mereka bilang ini tanahnya warisan leluhur, sekarang dari pemerintah apa yang mereka dapat kalau tidak bisa membangun,” ujarnya mengulang alasan rakyat.

Pemerintah sendiri melalui Jatiluwih Festival mengutarakan harapan agar keindahan dan kekayaan DTW tetap terjaga, termasuk warisan budaya subak dan kuliner.

“Jadilah jati diri karakter Jatiluwih, jangan membawa budaya luar ke sini sehingga nanti tidak enak dijual, justru orang datang menikmati apa yang menjadi ciri khas kearifan lokal Jatiluwih,” ucapnya.

Baca juga: DTW Jatiluwih bangun tempat parkir untuk tarik wisatawan
Baca juga: Menteri Sumber Daya Air China kunjungi DTW Jatiluwih Tabanan Bali

Manajer DTW Jatiluwih John Ketut Purna mengatakan berkat festival ini mereka mendapat harapan baru soal upaya menjaga predikat UNESCO ini.

“Akan dibuat konsensus lokal dulu antara bendesa adat, perbekel, pekaseh dan semua warga di kampung ini, setelah itu bawa ke pemda nanti digodok dijadikan aturan perda aturan baku mana yang boleh dan tidak di area sawah,” ujarnya.

 

Pewarta : Ni Putu Putri Muliantari
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024