Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menerapkan sistem pertanian yang tangguh untuk mencegah ancaman krisis pangan yang timbul akibat perubahan iklim, alih fungsi lahan, hingga pertambahan populasi penduduk.
"Kami terus memanfaatkan lahan tidur untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Bendungan-bendungan baru membuat lahan tidur kini bisa tanami komoditas pangan," kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB Muhammad Taufieq Hidayat di Mataram, NTB, Minggu.
Taufieq menuturkan perubahan iklim membuat cuaca ekstrem berupa La Nina dan El Nino menjadi lebih sering terjadi. Fenomena cuaca ekstrem tidak hanya menimbulkan kesulitan air ataupun kelebihan air, tetapi juga meningkatkan jumlah penyakit yang menyerang tanaman pertanian.
Jika sektor pertanian tidak beradaptasi, maka krisis pangan bisa terjadi. Ilmuwan telah menciptakan berbagai benih unggul untuk menghadapi dinamika cuaca yang berubah cepat.
Pemerintah NTB mendorong penerapan climate smart agriculture atau CSA untuk mengatasi krisis pagan. CSA merupakan sistem budidaya pertanian padi yang dilakukan secara intensif mulai dari pengelolaan pupuk, air, benih, hingga pengendalian hama dan penyakit.
Budidaya tanaman padi dengan menggunakan metode CSA selain hemat menggunakan air juga adaptif terhadap perubahan iklim dan bisa menurunkan emisi gas rumah kaca.
Metode itu mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan secara berkelanjutan, memperkuat daya tahan tanaman terhadap perubahan iklim, dan mengurangi kontribusi pertanian terhadap perubahan iklim.
Selama empat tahun terakhir, NTB terus menorehkan kinerja yang positif dalam hal produksi padi dengan angka yang selalu surplus.
Produksi padi tercatat sebanyak 1,31 juta ton gabah kering giling pada tahun 2020, gabah kering giling meningkat menjadi 1,41 juta ton pada tahun 2021, lalu bertambah hingga mencapai 1,45 juta ton pada tahun 2022, dan menyentuh angka 1,53 juta ton pada tahun 2023.
NTB terapkan sistem pertanian tangguh cegah krisis pangan
Ilustrasi - Salah satu titik areal sawah produktif di Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. ANTARA/Nirkomala