Lombok Barat (Antaranews NTB) - Rumah Sakit Umum Daerah Patut Patuh Patju (RSUD Tripat), Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, menargetkan kenaikan status dari tipe C menjadi B pada tahun ini.
"Untuk merealisasikannya, beberapa staf dan dokter melakukan studi banding ke RSUD KRMT Wongsonegoro di Kota Semarang," kata Direktur RSUD Tripat drg Arbain Ishaq.
RSUD Tripat sebelumnya sudah meraih predikat RSUD paripurna atau bintang lima dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS).
Keseriusan untuk meningkatkan status juga dibuktikan dengan melibatkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Lombok Barat, dalam kegiatan studi banding ke RSUD milik Pemkot Semarang, Jawa Tengah itu.
"RSUD yang dijadikan lokasi studi banding itu memiliki fasilitas relatif lengkap, seperti ruang inap lebih dari 300 kamar yang di dalamnya terdapat `president suit room`, VVIP, VIP, ruang kelas 1 sampai 3," ujarnya.
Menurut dia, jumlah fasilitas rawat inap menjadi kunci utama karena untuk menjadi tipe B, sebuah RSUD minimal memiliki 200 ruang inap.
"Saat ini, kami baru punya 120 ruang inap. Masih kurang banyak untuk bisa naik tipe," ucapnya pula.
Dokter gigi asal Lembuak, Kecamatan Narmada, mengatakan melalui studi banding tersebut beberapa hal pokok dipelajari oleh tim yang dikirim, termasuk beberapa dokter spesialis.
"Itu dimaksudkan agar mereka bisa membantu dalam penghitungan remunerasi bagi para dokter," kata Arbain.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Lombok Barat H Mohammad Taufik, mengaku cukup kagum dengan kondisi RSUD KRMT Wongsonegoro, namun memaklumi setelah tahu APBD Kota Semarang.
"APBDnya saja sudah besar, lebih dari Rp4 triliun. Jauh dibandingkan Lombok Barat yang hanya Rp1,7 triliun," katanya mengomentari hasil kunjungan ke RSUD KRMT Wongsonegoro.
Namun dengan komitmen yang tinggi, ia optimis bahwa RSUD Tripat mampu meningkatkan kualitas layanan dan tipenya walau minim anggaran.
"Apa yang tidak bisa dilakukan kalau kita bergotong royong? Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Sakip) saja kita sudah dapat B walau dengan minim anggaran," ujar Taufiq. (*)
"Untuk merealisasikannya, beberapa staf dan dokter melakukan studi banding ke RSUD KRMT Wongsonegoro di Kota Semarang," kata Direktur RSUD Tripat drg Arbain Ishaq.
RSUD Tripat sebelumnya sudah meraih predikat RSUD paripurna atau bintang lima dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS).
Keseriusan untuk meningkatkan status juga dibuktikan dengan melibatkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Lombok Barat, dalam kegiatan studi banding ke RSUD milik Pemkot Semarang, Jawa Tengah itu.
"RSUD yang dijadikan lokasi studi banding itu memiliki fasilitas relatif lengkap, seperti ruang inap lebih dari 300 kamar yang di dalamnya terdapat `president suit room`, VVIP, VIP, ruang kelas 1 sampai 3," ujarnya.
Menurut dia, jumlah fasilitas rawat inap menjadi kunci utama karena untuk menjadi tipe B, sebuah RSUD minimal memiliki 200 ruang inap.
"Saat ini, kami baru punya 120 ruang inap. Masih kurang banyak untuk bisa naik tipe," ucapnya pula.
Dokter gigi asal Lembuak, Kecamatan Narmada, mengatakan melalui studi banding tersebut beberapa hal pokok dipelajari oleh tim yang dikirim, termasuk beberapa dokter spesialis.
"Itu dimaksudkan agar mereka bisa membantu dalam penghitungan remunerasi bagi para dokter," kata Arbain.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Lombok Barat H Mohammad Taufik, mengaku cukup kagum dengan kondisi RSUD KRMT Wongsonegoro, namun memaklumi setelah tahu APBD Kota Semarang.
"APBDnya saja sudah besar, lebih dari Rp4 triliun. Jauh dibandingkan Lombok Barat yang hanya Rp1,7 triliun," katanya mengomentari hasil kunjungan ke RSUD KRMT Wongsonegoro.
Namun dengan komitmen yang tinggi, ia optimis bahwa RSUD Tripat mampu meningkatkan kualitas layanan dan tipenya walau minim anggaran.
"Apa yang tidak bisa dilakukan kalau kita bergotong royong? Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Sakip) saja kita sudah dapat B walau dengan minim anggaran," ujar Taufiq. (*)