Mataram, NTB (ANTARA) - Dinas Pertanian Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menyebutkan kebijakan pemerintah ke kabupaten/kota untuk mencetak lahan sawah baru guna memperkuat ketahanan pangan nasional, tidak memungkinkan dilalukan di wilayahnya, karena ketersediaan lahan terbatas.
Kepala Dinas Pertanian (Distan) Kota Mataram HM Saleh di Mataram, NTB, Senin, mengatakan sebagai ibu kota provinsi dengan sumber pendapatan dari jasa dan perdagangan, alih fungsi lahan produktif menjadi hal yang tidak bisa dihindari.
"Alih fungsi lahan di perkotaan sebuah keniscayaan, karena kota butuh ruang dinamika dan investasi," katanya.
Dengan lahan pertanian yang saat ini tersisa 1.400 hektare, pihaknya fokus pada program intensifikasi pertanian melalui teknologi, pemupukan, dan peningkatan sumber daya manusia (SDM) melalui pelatihan petani.
"Kota Mataram tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga mengandalkan sumber daya manusia dan buatan," katanya.
Baca juga: Sulbar berpotensi cetak sawah baru mencapai 2.466 hektare
Terkait dengan itu, petani di Mataram lebih membutuhkan teknologi untuk mengembangkan lahan pertaniannya guna memaksimalkan lahan yang ada dengan produksi maksimal.
Selama ini, Distan memanfaatkan lahan sempit untuk pengembangan tanaman hortikultura dengan berbagai macam teknologi pertanian, namun untuk cetak sawah baru program ekstensifikasi yang didorong oleh pemerintah pusat tidak dapat dilakukan.
"Kebijakan membuka lahan sawah baru tidak diwajibkan, sehingga tidak ada sanksi bagi kabupaten/kota yang tidak bisa melaksanakannya," katanya.
Hanya saja, pemerintah daerah yang tidak mampu melaksanakan kebijakan tersebut harus mengusulkan ketidakmampuannya disertai dengan dokumen-dokumen pendukung.
"Bagaimana kalau Jakarta atau Surabaya diwajibkan buka sawah baru, tentu tidak memungkinkan. Begitu juga kita," katanya.
Saleh menambahkan luas lahan pertanian di Kota Mataram mencapai 1.400 hektare dan dari jumlah itu, 480 hektare termasuk dalam kawasan pertanian pangan berkelanjutan (KP2B).
"Sementara, lahan pertanian di luar KP2B, sewaktu-waktu akan dimanfaatkan untuk kebutuhan peningkatan ekonomi pemilik lahan," katanya.
Kepala Dinas Pertanian (Distan) Kota Mataram HM Saleh di Mataram, NTB, Senin, mengatakan sebagai ibu kota provinsi dengan sumber pendapatan dari jasa dan perdagangan, alih fungsi lahan produktif menjadi hal yang tidak bisa dihindari.
"Alih fungsi lahan di perkotaan sebuah keniscayaan, karena kota butuh ruang dinamika dan investasi," katanya.
Dengan lahan pertanian yang saat ini tersisa 1.400 hektare, pihaknya fokus pada program intensifikasi pertanian melalui teknologi, pemupukan, dan peningkatan sumber daya manusia (SDM) melalui pelatihan petani.
"Kota Mataram tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga mengandalkan sumber daya manusia dan buatan," katanya.
Baca juga: Sulbar berpotensi cetak sawah baru mencapai 2.466 hektare
Terkait dengan itu, petani di Mataram lebih membutuhkan teknologi untuk mengembangkan lahan pertaniannya guna memaksimalkan lahan yang ada dengan produksi maksimal.
Selama ini, Distan memanfaatkan lahan sempit untuk pengembangan tanaman hortikultura dengan berbagai macam teknologi pertanian, namun untuk cetak sawah baru program ekstensifikasi yang didorong oleh pemerintah pusat tidak dapat dilakukan.
"Kebijakan membuka lahan sawah baru tidak diwajibkan, sehingga tidak ada sanksi bagi kabupaten/kota yang tidak bisa melaksanakannya," katanya.
Hanya saja, pemerintah daerah yang tidak mampu melaksanakan kebijakan tersebut harus mengusulkan ketidakmampuannya disertai dengan dokumen-dokumen pendukung.
"Bagaimana kalau Jakarta atau Surabaya diwajibkan buka sawah baru, tentu tidak memungkinkan. Begitu juga kita," katanya.
Saleh menambahkan luas lahan pertanian di Kota Mataram mencapai 1.400 hektare dan dari jumlah itu, 480 hektare termasuk dalam kawasan pertanian pangan berkelanjutan (KP2B).
"Sementara, lahan pertanian di luar KP2B, sewaktu-waktu akan dimanfaatkan untuk kebutuhan peningkatan ekonomi pemilik lahan," katanya.