Jakarta (ANTARA) - Vaksinasi lengkap dianggap menjadi salah satu langkah yang krusial dalam pencegahan demam berdarah dengue (DBD), dan dapat menurunkan risiko keparahan serta rawat inap.
Spesialis dokter anak Nunki Andria Samudra, Sp.A dalam gelar wicara bertajuk "Bye Bye DBD: 3M Plus dan Vaksin DBD Cara Terkini Terhindar dari Demam Berdarah" di Jakarta Minggu (27/7) menyebutkan bahwa saat ini, masih belum ada pengobatan yang khusus untuk menyembuhkan DBD.
Pengobatan yang diberikan dokter kepada pasien DBD adalah untuk mengatasi gejala, seperti pemberian cairan infus, atau pemberian penghilang nyeri (pain killer), katanya.
"Oleh karena itu, dibutuhkan pencegahan yang komprehensif agar kita dapat terhindar risiko DBD parah dan kematian," kata dr Nunki.
Pencegahan inovatif vaksin DBD yang saat ini tersedia di Indonesia diperuntukkan bagi kelompok usia 6-45 tahun, dapat diberikan terlepas dari paparan DBD sebelumnya, serta dapat diakses secara mandiri oleh masyarakat.
"Vaksin DBD adalah salah satu langkah krusial untuk meningkatkan perlindungan, baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Tetapi, untuk mendapatkan perlindungan yang optimal, vaksinasi harus dilakukan secara lengkap sesuai dosis yang dianjurkan".
DBD merupakan penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Virus dengue dapat mengakibatkan dua kondisi, yaitu demam dengue dan demam berdarah dengue.
Demam dengue biasanya cenderung menimbulkan gejala ringan, ditandai dengan demam secara tiba-tiba dan berbagai gejala yang tidak spesifik, termasuk sakit kepala bagian depan, nyeri retro-orbital, nyeri tubuh, mual dan muntah, nyeri sendi, lemas, dan ruam.
Sementara Demam Berdarah Dengue biasanya dapat menyebabkan gejala yang berat seperti perdarahan kulit, termasuk yang paling umum terjadi adalah petekie dan purpura, bersama dengan perdarahan gusi, epistaksis, menoragia, dan perdarahan saluran cerna.
Seseorang bisa terinfeksi DBD lebih dari sekali, dan infeksi berikutnya berisiko lebih parah, bahkan bisa berujung pada kematian. Apalagi, menurut data Kementerian Kesehatan, setiap hari, dua orang meninggal karena DBD.
"Untuk itu, kita semua perlu lebih waspada, terutama pada pagi dan sore hari saat nyamuk biasanya menggigit, yaitu waktu di mana kita paling aktif," kata dia.
Menurut dr Nunki, DBD bukan hanya masalah individu, tetapi masalah komunitas. Risiko DBD lebih tinggi di daerah yang padat penduduknya seperti daerah permukiman perkotaan.
"Orang yang terinfeksi dengue tidak hanya berisiko terhadap kesehatannya sendiri, tetapi juga berpotensi menyebarkan virus dengue. Ketika nyamuk menggigit seseorang yang memiliki virus dengue dalam darahnya, nyamuk tersebut akan terinfeksi dan kemudian dapat menularkan virus kepada orang sehat melalui gigitannya. Perlu diingat bahwa dengue tidak dapat menyebar langsung dari satu orang ke orang lainnya; nyamuk diperlukan untuk transmisi virus dengue," jelasnya.
DBD terdiri atas tiga fase, yaitu fase demam tinggi di 1-3 hari pertama; fase kritis, pada hari ke-4 dan 5; dan fase penyembuhan, yaitu di hari ke-6 dan 7. Waspada pada fase kritis, karena pasien dapat mengalami pendarahan dan syok yang membahayakan nyawa.
Penyakit DBD memberikan dampak dan tekanan yang besar bagi para keluarga. Ketakutan dan kekhawatiran karena anak atau orang tua harus dirawat di rumah sakit menunjukkan betapa pentingnya setiap langkah pencegahan dalam menanggulangi permasalahan DBD.
Baca juga: Dinkes Mataram lakukan PSN di wilayah terdampak banjir
Baca juga: Wilayah endemi DBD di Lombok Tengah difogging
Langkah-langkah seperti gerakan 3M Plus sangat membantu dalam meminimalkan risiko melalui pengendalian vektor nyamuk.
"Namun, cara inovatif lain untuk memberikan perlindungan lebih baik juga perlu dipertimbangkan, salah satunya melalui vaksinasi," demikian dijelaskan dr Nunki Andria.
Spesialis dokter anak Nunki Andria Samudra, Sp.A dalam gelar wicara bertajuk "Bye Bye DBD: 3M Plus dan Vaksin DBD Cara Terkini Terhindar dari Demam Berdarah" di Jakarta Minggu (27/7) menyebutkan bahwa saat ini, masih belum ada pengobatan yang khusus untuk menyembuhkan DBD.
Pengobatan yang diberikan dokter kepada pasien DBD adalah untuk mengatasi gejala, seperti pemberian cairan infus, atau pemberian penghilang nyeri (pain killer), katanya.
"Oleh karena itu, dibutuhkan pencegahan yang komprehensif agar kita dapat terhindar risiko DBD parah dan kematian," kata dr Nunki.
Pencegahan inovatif vaksin DBD yang saat ini tersedia di Indonesia diperuntukkan bagi kelompok usia 6-45 tahun, dapat diberikan terlepas dari paparan DBD sebelumnya, serta dapat diakses secara mandiri oleh masyarakat.
"Vaksin DBD adalah salah satu langkah krusial untuk meningkatkan perlindungan, baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Tetapi, untuk mendapatkan perlindungan yang optimal, vaksinasi harus dilakukan secara lengkap sesuai dosis yang dianjurkan".
DBD merupakan penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Virus dengue dapat mengakibatkan dua kondisi, yaitu demam dengue dan demam berdarah dengue.
Demam dengue biasanya cenderung menimbulkan gejala ringan, ditandai dengan demam secara tiba-tiba dan berbagai gejala yang tidak spesifik, termasuk sakit kepala bagian depan, nyeri retro-orbital, nyeri tubuh, mual dan muntah, nyeri sendi, lemas, dan ruam.
Sementara Demam Berdarah Dengue biasanya dapat menyebabkan gejala yang berat seperti perdarahan kulit, termasuk yang paling umum terjadi adalah petekie dan purpura, bersama dengan perdarahan gusi, epistaksis, menoragia, dan perdarahan saluran cerna.
Seseorang bisa terinfeksi DBD lebih dari sekali, dan infeksi berikutnya berisiko lebih parah, bahkan bisa berujung pada kematian. Apalagi, menurut data Kementerian Kesehatan, setiap hari, dua orang meninggal karena DBD.
"Untuk itu, kita semua perlu lebih waspada, terutama pada pagi dan sore hari saat nyamuk biasanya menggigit, yaitu waktu di mana kita paling aktif," kata dia.
Menurut dr Nunki, DBD bukan hanya masalah individu, tetapi masalah komunitas. Risiko DBD lebih tinggi di daerah yang padat penduduknya seperti daerah permukiman perkotaan.
"Orang yang terinfeksi dengue tidak hanya berisiko terhadap kesehatannya sendiri, tetapi juga berpotensi menyebarkan virus dengue. Ketika nyamuk menggigit seseorang yang memiliki virus dengue dalam darahnya, nyamuk tersebut akan terinfeksi dan kemudian dapat menularkan virus kepada orang sehat melalui gigitannya. Perlu diingat bahwa dengue tidak dapat menyebar langsung dari satu orang ke orang lainnya; nyamuk diperlukan untuk transmisi virus dengue," jelasnya.
DBD terdiri atas tiga fase, yaitu fase demam tinggi di 1-3 hari pertama; fase kritis, pada hari ke-4 dan 5; dan fase penyembuhan, yaitu di hari ke-6 dan 7. Waspada pada fase kritis, karena pasien dapat mengalami pendarahan dan syok yang membahayakan nyawa.
Penyakit DBD memberikan dampak dan tekanan yang besar bagi para keluarga. Ketakutan dan kekhawatiran karena anak atau orang tua harus dirawat di rumah sakit menunjukkan betapa pentingnya setiap langkah pencegahan dalam menanggulangi permasalahan DBD.
Baca juga: Dinkes Mataram lakukan PSN di wilayah terdampak banjir
Baca juga: Wilayah endemi DBD di Lombok Tengah difogging
Langkah-langkah seperti gerakan 3M Plus sangat membantu dalam meminimalkan risiko melalui pengendalian vektor nyamuk.
"Namun, cara inovatif lain untuk memberikan perlindungan lebih baik juga perlu dipertimbangkan, salah satunya melalui vaksinasi," demikian dijelaskan dr Nunki Andria.