Mataram (ANTARA) - Hasil kegiatan dan penciptaan batin manusia terus diwariskan dari generasi ke generasi melalui kepercayaan, kesenian, maupun adat istiadat yang melahirkan peradaban adaptif terhadap perubahan zaman.
Di tengah hiruk-pikuk Pulau Lombok yang gemerlap dengan berbagai destinasi wisata nan memikat, sekelompok orang dengan beragam latar belakang berkumpul di Museum Negeri Nusa Tenggara Barat untuk menuangkan pikiran dan gagasan mereka tentang arah kebudayaan dalam 20 tahun ke depan.
Kepala Museum Negeri Nusa Tenggara Barat Ahmad Nuralam mengatakan negara-negara besar menjadikan kebudayaan sebagai alat infiltrasi atau penjajahan model baru sehingga penguatan budaya lokal menjadi upaya nyata untuk membendung pengaruh budaya asing yang terus berusaha masuk.
Generasi muda saat ini punya minat yang kuat dalam mempelajari berbagai budaya baru. Bila mereka tidak segera dibentengi bisa berdampak serius terhadap pengikisan warisan-warisan budaya lokal dan tradisi yang telah mereka terima sebelumnya.
Penguatan kebudayaan menjadi sangat relevan dalam menghadapi perubahan zaman dengan tantangan yang kini dihadapi di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang berlipat ganda.
Pada 2 Agustus 2024, Jumat malam yang dingin efek kemarau kering, berbagai celotehan dan kegelisahan itu menyeruak di serambi depan Museum Negeri Nusa Tenggara Barat, tempat berlangsungnya acara pidato kebudayaan.
Budaya adalah aset
Indonesia merupakan negara yang memiliki kebudayaan. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mencatat bahwa Indonesia memiliki 1.941 warisan budaya tak benda dari 8.065 karya budaya.
Indonesia juga memiliki 2.161 komunitas adat dengan mayoritas komunitas adat itu berada di Kalimantan mencapai 750 komunitas adat, Sulawesi terdapat 649 komunitas adat, dan Sumatera ada 349 komunitas adat.
Sekretaris Daerah Nusa Tenggara Barat Lalu Gita Ariadi menyebut budaya merupakan warisan nenek moyang yang diturunkan kepada generasi seterusnya hingga hari ini sehingga itulah yang membuat keberadaan sebuah budaya terus lestari.
Nusa Tenggara Barat terdiri atas dua pulau besar dan tiga suku asli, yang kaya dengan keanekaragaman budaya mulai dari bahasa, seni, hingga kerajinan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya adalah warisan masa lalu yang juga menjadi titik awal bagi umat manusia untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Dalam 20 tahun ke depan, Nusa Tenggara Barat diproyeksikan menghadapi berbagai tantangan yang kompleks, kemajuan teknologi, perubahan iklim, serta dinamika sosial ekonomi. Hal itu menjadi bagian dari lanskap yang harus dihadapi oleh masyarakat yang mendiami daerah berjulukan Negeri Seribu Masjid tersebut.
Dengan demikian, kebudayaan punya peran yang sangat penting karena cermin dari identitas diri dan identitas sebagai bangsa sekaligus pedoman dalam mengarungi masa depan.
Pemerintah Nusa Tenggara Barat memandang sebagai daerah yang kaya budaya dan sumber daya alam, maka tantangan dan peluang di depan mata sangat besar dalam dua dekade mendatang.
Langkah yang terus dilakukan dalam bingkai kebudayaan adalah melestarikan dan merawat serta meningkatkan kearifan lokal.
Dalam proyeksi dua dekade ke depan, arah pembangunan harus fokus kepada pelestarian dan penguatan kearifan lokal yang menjadi identitas masyarakat.
Beberapa warisan budaya yang masih bertahan sampai saat ini, seperti tradisi Sasak, Samawa, dan Bajo. Program-program yang mendukung dokumentasi, penelitian, dan pendidikan mengenai budaya lokal perlu ada di tengah masyarakat.
Melalui program-program itu, Pemerintah memastikan bahwa generasi mendatang tetap memahami dan menghargai warisan budaya mereka.
Badan Pusat Statistik menyebut jumlah penduduk di Nusa Tenggara Barat mencapai 5,56 juta jiwa pada tahun 2023 dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,6 persen per tahun. Angka kepadatan penduduk tercatat sebanyak 283 jiwa per kilometer persegi.
Pemerintah Nusa Tenggara Barat memandang pentingnya pariwisata berbasis budaya. Kini arah pembangunan pariwisata tidak hanya menonjolkan keindahan alam, tetapi juga kekayaan budaya.
Atraksi budaya yang dipadupadankan dengan keindahan alam diharapkan bisa menarik lebih banyak wisatawan domestik dan mancanegara. Hal itu juga berpeluang membuka ruang ekonomi bagi masyarakat lokal, meningkatkan kesejahteraan, dan memperkuat ekonomi daerah.
Teknologi dapat menjadi alat yang efektif dalam melestarikan dan mempromosikan kebudayaan. Penggunaan platform digital untuk mendokumentasikan budaya Nusa Tenggara dapat menjangkau bagian yang lebih luas dan memastikan bahwa kekayaan budaya lokal tidak terlupakan.
Kebudayaan adalah aset yang tak ternilai yang harus terus dipelihara dengan penuh cinta dan dedikasi.
Dukungan terhadap seni lokal, festival budaya, serta pendidikan seni dan budaya di sekolah-sekolah memainkan peranan penting dalam tingkatan generasi muda yang kreatif dan cinta terhadap kebudayaan.
Pada November 2021, Pemerintah Nusa Tenggara Barat melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan Program Sabtu Budaya untuk mengenalkan dan mempertahankan kebudayaan lokal.
Program itu bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai budaya sasak sejak dini kepada setiap pelajar sekolah. Kegiatan Sabtu Budaya diisi oleh berbagai pemainan tradisional, cerita berbahasa Sasak, dan kegiatan lain yang dapat membuat pelajar mengenal budaya lokal lebih dekat.
Bentuk tanggung jawab
Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat Baiq Mulianah mengungkapkan bahwa berkebudayaan adalah bagian dari peningkatan kualitas dan tanggung jawab manusia kepada lingkungan.
Hal itu juga menandakan cara manusia sebagai makhluk Tuhan dalam mensyukuri apa yang sudah diberikan kepada mereka.
Jika hari ini kebudayaan banyak membicarakan pelestarian, pembinaan, perlindungan, dan lain sebagainya dalam bentuk berbagai aksesori. Kebudayaan justru ada pada nilai-nilai substansi yang mengatur hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, dan sesama makhluk hidup.
Identitas kultural harus diperkuat dalam kurun waktu 20 tahun ke depan agar Nusa Tenggara Barat tidak menjadi pasar dari kebudayaan mana pun dan justru menjadi sumber kebudayaan bagi masyarakat lain.
Sosiolog Universitas Negeri Mataram Saleh Ending mengungkapkan budaya lokal kini perlahan mulai menghilang dari kehidupan masyarakat.
Di Pulau Sumbawa, misalnya, bahasa ibu sudah jarang dipakai oleh masyarakat setempat. Orang tua sudah jarang mengajarkan dalam proses kehidupan.
Anak acap bertanya kepada orang tua memakai bahasa Indonesia, lalu orang tua menjawab pertanyaan anaknya itu juga memakai bahasa Indonesia.
Bila masyarakat terus merawat tradisi lisan dengan tidak menggunakan bahasa ibu, maka eksistensi bahasa ibu bisa tergerus pada masa mendatang.
Pelestarian budaya menjadi sesuatu yang wajib agar kebudayaan asli tetap lestari, termasuk pengembangan budaya dalam konteks menjaga kehidupan.
Museum menjadi bagian penting dalam mempelopori usaha-usaha untuk menjaga nilai budaya lokal yang terkandung di tengah masyarakat. Museum tak hanya menyimpan benda-benda bernilai sejarah, tetapi sebagai lorong waktu yang mengajarkan manusia tentang kemampuan beradaptasi dengan berbagai perubahan.
Dan, 20 tahun adalah waktu yang singkat untuk menyiapkan segala perkakas yang dapat menjaga budaya lokal dari berbagai gempuran yang berpeluang merusak tatanan peradaban.
Karena, budaya bukan sekadar seni, melainkan semua aspek hidup dan bergerak.
Di tengah hiruk-pikuk Pulau Lombok yang gemerlap dengan berbagai destinasi wisata nan memikat, sekelompok orang dengan beragam latar belakang berkumpul di Museum Negeri Nusa Tenggara Barat untuk menuangkan pikiran dan gagasan mereka tentang arah kebudayaan dalam 20 tahun ke depan.
Kepala Museum Negeri Nusa Tenggara Barat Ahmad Nuralam mengatakan negara-negara besar menjadikan kebudayaan sebagai alat infiltrasi atau penjajahan model baru sehingga penguatan budaya lokal menjadi upaya nyata untuk membendung pengaruh budaya asing yang terus berusaha masuk.
Generasi muda saat ini punya minat yang kuat dalam mempelajari berbagai budaya baru. Bila mereka tidak segera dibentengi bisa berdampak serius terhadap pengikisan warisan-warisan budaya lokal dan tradisi yang telah mereka terima sebelumnya.
Penguatan kebudayaan menjadi sangat relevan dalam menghadapi perubahan zaman dengan tantangan yang kini dihadapi di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang berlipat ganda.
Pada 2 Agustus 2024, Jumat malam yang dingin efek kemarau kering, berbagai celotehan dan kegelisahan itu menyeruak di serambi depan Museum Negeri Nusa Tenggara Barat, tempat berlangsungnya acara pidato kebudayaan.
Budaya adalah aset
Indonesia merupakan negara yang memiliki kebudayaan. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mencatat bahwa Indonesia memiliki 1.941 warisan budaya tak benda dari 8.065 karya budaya.
Indonesia juga memiliki 2.161 komunitas adat dengan mayoritas komunitas adat itu berada di Kalimantan mencapai 750 komunitas adat, Sulawesi terdapat 649 komunitas adat, dan Sumatera ada 349 komunitas adat.
Sekretaris Daerah Nusa Tenggara Barat Lalu Gita Ariadi menyebut budaya merupakan warisan nenek moyang yang diturunkan kepada generasi seterusnya hingga hari ini sehingga itulah yang membuat keberadaan sebuah budaya terus lestari.
Nusa Tenggara Barat terdiri atas dua pulau besar dan tiga suku asli, yang kaya dengan keanekaragaman budaya mulai dari bahasa, seni, hingga kerajinan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya adalah warisan masa lalu yang juga menjadi titik awal bagi umat manusia untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Dalam 20 tahun ke depan, Nusa Tenggara Barat diproyeksikan menghadapi berbagai tantangan yang kompleks, kemajuan teknologi, perubahan iklim, serta dinamika sosial ekonomi. Hal itu menjadi bagian dari lanskap yang harus dihadapi oleh masyarakat yang mendiami daerah berjulukan Negeri Seribu Masjid tersebut.
Dengan demikian, kebudayaan punya peran yang sangat penting karena cermin dari identitas diri dan identitas sebagai bangsa sekaligus pedoman dalam mengarungi masa depan.
Pemerintah Nusa Tenggara Barat memandang sebagai daerah yang kaya budaya dan sumber daya alam, maka tantangan dan peluang di depan mata sangat besar dalam dua dekade mendatang.
Langkah yang terus dilakukan dalam bingkai kebudayaan adalah melestarikan dan merawat serta meningkatkan kearifan lokal.
Dalam proyeksi dua dekade ke depan, arah pembangunan harus fokus kepada pelestarian dan penguatan kearifan lokal yang menjadi identitas masyarakat.
Beberapa warisan budaya yang masih bertahan sampai saat ini, seperti tradisi Sasak, Samawa, dan Bajo. Program-program yang mendukung dokumentasi, penelitian, dan pendidikan mengenai budaya lokal perlu ada di tengah masyarakat.
Melalui program-program itu, Pemerintah memastikan bahwa generasi mendatang tetap memahami dan menghargai warisan budaya mereka.
Badan Pusat Statistik menyebut jumlah penduduk di Nusa Tenggara Barat mencapai 5,56 juta jiwa pada tahun 2023 dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,6 persen per tahun. Angka kepadatan penduduk tercatat sebanyak 283 jiwa per kilometer persegi.
Pemerintah Nusa Tenggara Barat memandang pentingnya pariwisata berbasis budaya. Kini arah pembangunan pariwisata tidak hanya menonjolkan keindahan alam, tetapi juga kekayaan budaya.
Atraksi budaya yang dipadupadankan dengan keindahan alam diharapkan bisa menarik lebih banyak wisatawan domestik dan mancanegara. Hal itu juga berpeluang membuka ruang ekonomi bagi masyarakat lokal, meningkatkan kesejahteraan, dan memperkuat ekonomi daerah.
Teknologi dapat menjadi alat yang efektif dalam melestarikan dan mempromosikan kebudayaan. Penggunaan platform digital untuk mendokumentasikan budaya Nusa Tenggara dapat menjangkau bagian yang lebih luas dan memastikan bahwa kekayaan budaya lokal tidak terlupakan.
Kebudayaan adalah aset yang tak ternilai yang harus terus dipelihara dengan penuh cinta dan dedikasi.
Dukungan terhadap seni lokal, festival budaya, serta pendidikan seni dan budaya di sekolah-sekolah memainkan peranan penting dalam tingkatan generasi muda yang kreatif dan cinta terhadap kebudayaan.
Pada November 2021, Pemerintah Nusa Tenggara Barat melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan Program Sabtu Budaya untuk mengenalkan dan mempertahankan kebudayaan lokal.
Program itu bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai budaya sasak sejak dini kepada setiap pelajar sekolah. Kegiatan Sabtu Budaya diisi oleh berbagai pemainan tradisional, cerita berbahasa Sasak, dan kegiatan lain yang dapat membuat pelajar mengenal budaya lokal lebih dekat.
Bentuk tanggung jawab
Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat Baiq Mulianah mengungkapkan bahwa berkebudayaan adalah bagian dari peningkatan kualitas dan tanggung jawab manusia kepada lingkungan.
Hal itu juga menandakan cara manusia sebagai makhluk Tuhan dalam mensyukuri apa yang sudah diberikan kepada mereka.
Jika hari ini kebudayaan banyak membicarakan pelestarian, pembinaan, perlindungan, dan lain sebagainya dalam bentuk berbagai aksesori. Kebudayaan justru ada pada nilai-nilai substansi yang mengatur hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, dan sesama makhluk hidup.
Identitas kultural harus diperkuat dalam kurun waktu 20 tahun ke depan agar Nusa Tenggara Barat tidak menjadi pasar dari kebudayaan mana pun dan justru menjadi sumber kebudayaan bagi masyarakat lain.
Sosiolog Universitas Negeri Mataram Saleh Ending mengungkapkan budaya lokal kini perlahan mulai menghilang dari kehidupan masyarakat.
Di Pulau Sumbawa, misalnya, bahasa ibu sudah jarang dipakai oleh masyarakat setempat. Orang tua sudah jarang mengajarkan dalam proses kehidupan.
Anak acap bertanya kepada orang tua memakai bahasa Indonesia, lalu orang tua menjawab pertanyaan anaknya itu juga memakai bahasa Indonesia.
Bila masyarakat terus merawat tradisi lisan dengan tidak menggunakan bahasa ibu, maka eksistensi bahasa ibu bisa tergerus pada masa mendatang.
Pelestarian budaya menjadi sesuatu yang wajib agar kebudayaan asli tetap lestari, termasuk pengembangan budaya dalam konteks menjaga kehidupan.
Museum menjadi bagian penting dalam mempelopori usaha-usaha untuk menjaga nilai budaya lokal yang terkandung di tengah masyarakat. Museum tak hanya menyimpan benda-benda bernilai sejarah, tetapi sebagai lorong waktu yang mengajarkan manusia tentang kemampuan beradaptasi dengan berbagai perubahan.
Dan, 20 tahun adalah waktu yang singkat untuk menyiapkan segala perkakas yang dapat menjaga budaya lokal dari berbagai gempuran yang berpeluang merusak tatanan peradaban.
Karena, budaya bukan sekadar seni, melainkan semua aspek hidup dan bergerak.