Jakarta (ANTARA) - Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung Yannes Martinus Pasaribu menilai industrialisasi dan pemberian berbagai program insentif pemerintah dapat membantu membangkitkan sektor otomotif nasional yang terus menurun beberapa tahun terakhir.
Insentif dan industrialisasi juga dinilai sebagai jalan keluar bagi sektor otomotif sebagai salah satu industri yang terpukul keras akibat penurunan penduduk kelas menengah di Indonesia beberapa tahun terakhir ini.
"Jelas, (insentif dan industralisasi) pasar otomotif nasional akan berpengaruh besar," kata Yannes kepada ANTARA di Jakarta, Minggu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah orang yang tergolong kelas menengah tercatat menurun hampir 9,5 juta jiwa dalam lima tahun terakhir.
Yannes menyebut dampak dari penurunan kelas pendapatan masyarakat telah dirasakan sektor otomotif nasional selama 15 tahun terakhir, antara lain ditandai dengan pangsa pasar dan penjualan mobil menurun meskipun sudah ada campur tangan dari pemangku kepentingan.
Berbagai gelaran otomotif nasional berskala internasional telah dilakukan untuk menstimulus minat beli pasar, salah satunya pameran tahunan Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS), acara tahunan yang diselenggarakan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Namun, menurut Yannes, hal tersebut belum cukup untuk meningkatkan penjualan yang berkesinambungan.
"Kita sudah 15 tahun terakhir turun terus, sliding terus. Berbagai upaya sudah dilakukan, Gaikindo sudah buat acara GIIAS dan semacamnya. Ketika acara GIIAS melonjak, setelahnya pasti turun lagi, kita turun terus," ujar dia.
Selain pemberian dukungan berbagai program insentif maupun subsidi untuk masyarakat dari pemerintah, lanjut Yannes, industrialisasi perlu untuk dilakukan.
"Kita harus masuk ke industri, nilai tambahnya yang paling tinggi di industri," kata Yannes.
Prinsip ekonomi berorientasi industrialisasi, kata Yannes menjelaskan, adalah produksi, bukan konsumsi. Contoh industrialisasi adalah nikel, yang nilai jualnya dapat 150 kali lipat lebih tinggi jika telah diolah dari hulu hingga hilir, bahkan menjadi sebuah baterai kendaraan,dibandingkan bahan baku mentah.
Industrialisasi juga dapat diberlakukan di berbagai sektor lain, misalnya komponen kendaraan, dan banyak lagi.
Baca juga: Tiga perusahaan Eropa ingin kerja sama dengan RI
Baca juga: VWD diharapkan bangkitkan sektor pariwisata Bali
Pada 2019, jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia mencapai 57,33 juta jiwa. Sementara itu, pada 2023, jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia tercatat 48,27 juta penduduk atau 17,44 persen dari jumlah total penduduk Indonesia.
BPS juga melaporkan penurunan kelas menengah pada 2024 menjadi 47,85 juta orang atau 17,13 persen dari total penduduk Indonesia.
Insentif dan industrialisasi juga dinilai sebagai jalan keluar bagi sektor otomotif sebagai salah satu industri yang terpukul keras akibat penurunan penduduk kelas menengah di Indonesia beberapa tahun terakhir ini.
"Jelas, (insentif dan industralisasi) pasar otomotif nasional akan berpengaruh besar," kata Yannes kepada ANTARA di Jakarta, Minggu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah orang yang tergolong kelas menengah tercatat menurun hampir 9,5 juta jiwa dalam lima tahun terakhir.
Yannes menyebut dampak dari penurunan kelas pendapatan masyarakat telah dirasakan sektor otomotif nasional selama 15 tahun terakhir, antara lain ditandai dengan pangsa pasar dan penjualan mobil menurun meskipun sudah ada campur tangan dari pemangku kepentingan.
Berbagai gelaran otomotif nasional berskala internasional telah dilakukan untuk menstimulus minat beli pasar, salah satunya pameran tahunan Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS), acara tahunan yang diselenggarakan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Namun, menurut Yannes, hal tersebut belum cukup untuk meningkatkan penjualan yang berkesinambungan.
"Kita sudah 15 tahun terakhir turun terus, sliding terus. Berbagai upaya sudah dilakukan, Gaikindo sudah buat acara GIIAS dan semacamnya. Ketika acara GIIAS melonjak, setelahnya pasti turun lagi, kita turun terus," ujar dia.
Selain pemberian dukungan berbagai program insentif maupun subsidi untuk masyarakat dari pemerintah, lanjut Yannes, industrialisasi perlu untuk dilakukan.
"Kita harus masuk ke industri, nilai tambahnya yang paling tinggi di industri," kata Yannes.
Prinsip ekonomi berorientasi industrialisasi, kata Yannes menjelaskan, adalah produksi, bukan konsumsi. Contoh industrialisasi adalah nikel, yang nilai jualnya dapat 150 kali lipat lebih tinggi jika telah diolah dari hulu hingga hilir, bahkan menjadi sebuah baterai kendaraan,dibandingkan bahan baku mentah.
Industrialisasi juga dapat diberlakukan di berbagai sektor lain, misalnya komponen kendaraan, dan banyak lagi.
Baca juga: Tiga perusahaan Eropa ingin kerja sama dengan RI
Baca juga: VWD diharapkan bangkitkan sektor pariwisata Bali
Pada 2019, jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia mencapai 57,33 juta jiwa. Sementara itu, pada 2023, jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia tercatat 48,27 juta penduduk atau 17,44 persen dari jumlah total penduduk Indonesia.
BPS juga melaporkan penurunan kelas menengah pada 2024 menjadi 47,85 juta orang atau 17,13 persen dari total penduduk Indonesia.