Jakarta (ANTARA) - Presiden Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) Tanaka Akihiko memaparkan pencapaian kerja sama yang telah dilakukan Jepang dengan negara-negara berkembang dalam rangka memperingati 70 tahun kerja sama internasional Jepang pada 6 Oktober mendatang.
"Kami adalah organisasi bantuan yang unik di antara negara-negara di seluruh dunia yang secara komprehensif menawarkan fungsi-fungsi dari satu organisasi," kata Tanaka saat menyampaikan paparan kontribusi Jepang kepada 150 negara dan wilayah secara daring di Jepang pada Selasa.
Tahun ini menjadi peringatan 70 tahun pemberian kerja sama teknis pertama Jepang kepada negara-negara Asia setelah bergabung dengan Rencana Kolombo pada 1954 dan kemudian memulai program Official Development Assistance (ODA) ke sebanyak total 190 negara.
Selama 70 tahun, Jepang mengalami periode pascaperang dan periode pertumbuhan tinggi, dan ODA telah memainkan peran penting dalam membantu Jepang berkontribusi dalam mengatasi berbagai masalah regional dan global.
"Dengan demikian, Jepang telah berkontribusi pada pembangunan sosial ekonomi dan perdamaian serta stabilitas berbagai organisasi negara secara luas," katanya.
Presiden menjelaskan bahwa pada 1961 didirikan Dana Kerja Sama Ekonomi Luar Negeri (OECF). Setahun kemudian, dibentuk Badan Kerja Sama Teknis Luar Negeri (OTCA).
Melalui badan pembiayaan tersebut pula, Jepang telah berkontribusi ke banyak negara di dunia.
Adapun salah satu contoh kerja sama proyek tersebut yakni pengembangan Sungai Brantas di Indonesia. Di lahan basah yang luas, telah dibangun saluran pembuangan air, bendungan serta fasilitas irigasi yang bertujuan untuk mencegah banjir.
Pihaknya juga menyediakan pasokan listrik dan menciptakan lahan pertanian yang luas melalui pengembangan infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia. "Jepang telah berkontribusi dalam membangun fondasi pembangunan di berbagai lini," kata Tanaka.
Baca juga: Kerja sama Kemenkes-PMDA perkuat hubungan Indonesia-Jepang
Di India, katanya, Jepang juga terlibat dalam pengembangan infrastruktur skala besar serta kerja sama teknis yang sangat unik, seperti Metro Delhi yang dibiayai melalui pinjaman ODA dan melalui kerja sama teknis yang menyeluruh.
Menurutnya, Metro Delhi menghasilkan kesuksesan besar serta administrasi dan manajemen yang aman serta nyaman. Total panjang jaringan Metro Delhi bahkan lebih panjang dari Metro Tokyo sekaligus menjadi sistem transit perkotaan terbesar, katanya.
Tanaka mengatakan bahwa melalui pengalaman Jepang tersebut terdapat poin penting untuk mencapai dampak hasil. Pertama, adalah bahwa dukungan mandiri dari upaya negara penerima atau kepemilikan jelas penting dan kritis.
"Semua proyek yang telah saya perkenalkan sejauh ini untuk negara-negara yang menerima pembiayaan, dinilai sangat penting bagi negara mereka sendiri dan mereka sangat proaktif dalam melaksanakan proyek-proyek tersebut, dengan kata lain, kepemilikan negara-negara penerima adalah poin penting pertama," katanya.
Kedua, adalah agar kepemilikan dapat berkelanjutan dan terjadi pengembangan SDM serta peningkatan kapasitas.
Baca juga: Parlemen Jepang puji pengelolaan sampah
"Bahkan jika itu adalah pembiayaan dengan menggabungkannya bersama dengan kerja sama teknis akan sangat kritis. Kami dapat mengembangkan kapasitas, sumber daya manusia dari mereka yang akan terlibat dalam pengoperasian secara lokal dan itu akan menjadi penting," katanya.
Kemudian poin ketiga, yakni keberlanjutan yang akan berlangsung lama. "Jadi, tidak ada satu pun dari mereka yang hanya 1 atau 2 tahun, tetapi 5 atau 10 tahun, dan kemudian membawa dampak dan hasil yang besar. Dengan kata lain, intinya kepemilikan, pengembangan bakat manusia dan komitmen jangka panjang," katanya.
"Kami adalah organisasi bantuan yang unik di antara negara-negara di seluruh dunia yang secara komprehensif menawarkan fungsi-fungsi dari satu organisasi," kata Tanaka saat menyampaikan paparan kontribusi Jepang kepada 150 negara dan wilayah secara daring di Jepang pada Selasa.
Tahun ini menjadi peringatan 70 tahun pemberian kerja sama teknis pertama Jepang kepada negara-negara Asia setelah bergabung dengan Rencana Kolombo pada 1954 dan kemudian memulai program Official Development Assistance (ODA) ke sebanyak total 190 negara.
Selama 70 tahun, Jepang mengalami periode pascaperang dan periode pertumbuhan tinggi, dan ODA telah memainkan peran penting dalam membantu Jepang berkontribusi dalam mengatasi berbagai masalah regional dan global.
"Dengan demikian, Jepang telah berkontribusi pada pembangunan sosial ekonomi dan perdamaian serta stabilitas berbagai organisasi negara secara luas," katanya.
Presiden menjelaskan bahwa pada 1961 didirikan Dana Kerja Sama Ekonomi Luar Negeri (OECF). Setahun kemudian, dibentuk Badan Kerja Sama Teknis Luar Negeri (OTCA).
Melalui badan pembiayaan tersebut pula, Jepang telah berkontribusi ke banyak negara di dunia.
Adapun salah satu contoh kerja sama proyek tersebut yakni pengembangan Sungai Brantas di Indonesia. Di lahan basah yang luas, telah dibangun saluran pembuangan air, bendungan serta fasilitas irigasi yang bertujuan untuk mencegah banjir.
Pihaknya juga menyediakan pasokan listrik dan menciptakan lahan pertanian yang luas melalui pengembangan infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia. "Jepang telah berkontribusi dalam membangun fondasi pembangunan di berbagai lini," kata Tanaka.
Baca juga: Kerja sama Kemenkes-PMDA perkuat hubungan Indonesia-Jepang
Di India, katanya, Jepang juga terlibat dalam pengembangan infrastruktur skala besar serta kerja sama teknis yang sangat unik, seperti Metro Delhi yang dibiayai melalui pinjaman ODA dan melalui kerja sama teknis yang menyeluruh.
Menurutnya, Metro Delhi menghasilkan kesuksesan besar serta administrasi dan manajemen yang aman serta nyaman. Total panjang jaringan Metro Delhi bahkan lebih panjang dari Metro Tokyo sekaligus menjadi sistem transit perkotaan terbesar, katanya.
Tanaka mengatakan bahwa melalui pengalaman Jepang tersebut terdapat poin penting untuk mencapai dampak hasil. Pertama, adalah bahwa dukungan mandiri dari upaya negara penerima atau kepemilikan jelas penting dan kritis.
"Semua proyek yang telah saya perkenalkan sejauh ini untuk negara-negara yang menerima pembiayaan, dinilai sangat penting bagi negara mereka sendiri dan mereka sangat proaktif dalam melaksanakan proyek-proyek tersebut, dengan kata lain, kepemilikan negara-negara penerima adalah poin penting pertama," katanya.
Kedua, adalah agar kepemilikan dapat berkelanjutan dan terjadi pengembangan SDM serta peningkatan kapasitas.
Baca juga: Parlemen Jepang puji pengelolaan sampah
"Bahkan jika itu adalah pembiayaan dengan menggabungkannya bersama dengan kerja sama teknis akan sangat kritis. Kami dapat mengembangkan kapasitas, sumber daya manusia dari mereka yang akan terlibat dalam pengoperasian secara lokal dan itu akan menjadi penting," katanya.
Kemudian poin ketiga, yakni keberlanjutan yang akan berlangsung lama. "Jadi, tidak ada satu pun dari mereka yang hanya 1 atau 2 tahun, tetapi 5 atau 10 tahun, dan kemudian membawa dampak dan hasil yang besar. Dengan kata lain, intinya kepemilikan, pengembangan bakat manusia dan komitmen jangka panjang," katanya.