Mataram (ANTARA) - Ketua DPRD Nusa Tenggara Barat, Baiq Isvie Rupaeda mengaku tak tahu menahu terkait penetapan enam mahasiswa sebagai tersangka oleh Polda NTB karena diduga merusak gerbang Kantor DPRD NTB saat aksi unjuk rasa menolak Revisi Undang-Undang Pilkada pada 23 Agustus 2024.

"Oh belum tahu saya. Belum ada pemberitahuan, kapan penetapan tersangka-nya. Nanti coba saya tanya pak Kapolda," ujarnya usai rapat paripurna pelantikan empat pimpinan DPRD NTB di Gedung DPRD NTB di Mataram, Rabu.

Ditanya apakah ada peluang pencabutan laporan oleh DPRD NTB untuk keenam mahasiswa, Isvie mengaku belum tahu. Mengingat bukan kewenangan-nya, karena laporan dugaan pengrusakan gerbang DPRD NTB ke polisi atas nama Sekretaris DPRD NTB, Surya Bahari.

"Saya kira semua itu bisa saja dibicarakan (mencabut laporan), kita bicara dengan baik-baik. Tapi itu bukan kewenangan saya. Yang lapor bukan saya, coba tanya Pak Sekwan," ucapnya.

Baca juga: Rusak gerbang dewan, Polda NTB tetapkan enam mahasiswa jadi tersangka

Namun demikian, Isvie mengingatkan bahwa mahasiswa juga harus selalu mengedepankan sikap saling menghargai, baik saat melakukan unjuk rasa maupun ketika melakukan mediasi.

"Saya kira mahasiswa harus belajar ya untuk jauh lebih baik menghormati dan menghargai aturan-aturan dalam melakukan hal itu (unjuk rasa)," katanya.

Terpisah Wakil Ketua DPRD NTB Lalu Wirajaya mengatakan mengatensi penetapan tersangka enam mahasiswa tersebut.

"Itu sudah dibahas kemarin ya walaupun kami belum dilantik meskipun tidak resmi, di tataran pimpinan dan ketua fraksi sudah dibahas," ujarnya.

Pihaknya mengaku bakal mencari solusi terbaik atas keputusan penetapan tersangka tersebut.

"Kami bersepakat ini menjadi atensi, kami akan berupaya mencari solusi terbaik, karena Ibu Ketua (Isvie Rupaeda) juga menyampaikan bahwa proses tersangka kepada mahasiswa ini perlu dilihat bahwa mereka anak-anak kita semua. Kita harus pikirkan masa depan mereka," terangnya.

Baca juga: Polisi bubarkan paksa aksi unjuk rasa penolakan RUU Pilkada di Kota Mataram

Kendati demikian, politisi Partai Gerindra itu mengaku, saat ini belum ada kesepakatan untuk mencabut laporan. Keputusan itu menurutnya akan dibahas dalam rapat pimpinan bersama fraksi dalam waktu dekat.

"Kita belum sampai ke sana (cabut laporan) tetapi yang jelas di forum itu kesepakatannya kami akan mencari jalan keluar terbaik. Karena kita berpandangan bahwa masa depan adik-adik kita adalah yang utama," katanya.

Sebelumnya kepolisian menetapkan enam mahasiswa yang diduga merusak gerbang DPRD NTB saat aksi unjuk rasa penolakan pengesahan Revisi Undang-Undang Pilkada pada 23 Agustus 2024 menjadi tersangka.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat di Mataram, Selasa, membenarkan bahwa pihaknya telah menetapkan enam mahasiswa sebagai tersangka kasus dugaan perusakan gerbang Kantor DPRD NTB.

"Iya, benar, sementara yang ditetapkan enam orang tersangka," kata Syarif.

Baca juga: Aksi demo mahasiswa di depan Gedung DPRD NTB berakhir ricuh
Baca juga: Ratusan mahasiswa bersikeras masuk Gedung DPRD NTB

Penetapan enam mahasiswa sebagai tersangka dalam kasus tersebut sesuai dengan penerbitan surat Nomor: S.Tap/152-157/RES.1.10/2024/Ditreskrimum.

Syarif memastikan penetapan tersangka ini berdasarkan adanya alat bukti perbuatan pidana yang mengakibatkan gerbang Kantor DPRD NTB rusak.

Adapun enam mahasiswa yang menjadi tersangka dalam kasus ini berinisial HF, MA, MAG, DI, KS, dan RR.

Mereka ditetapkan sebagai tersangka yang diduga melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang perusakan yang dilakukan secara bersama-sama terhadap barang.

Ditreskrimum Polda NTB menangani kasus ini berangkat dari adanya laporan pihak DPRD NTB.

Baca juga: Massa aksi tolak RUU depan Gedung DPRD NTB kian bertambah



Pewarta : Nur Imansyah
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024