Mataram (ANTARA) - Ketua Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sophia Wattimena menyatakan terdapat gap atau kesenjangan yang cukup lebar antara tingkat pemahaman dan akses keuangan sebesar 9,59 persen.
"Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun ini, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia pada 2023 sebesar 65,43 persen dan indeks inklusi keuangan 75,02 persen," kata Sophia Wattimena, dalam puncak pasar keuangan rakyat di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Minggu.
Ia mengatakan jika mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 114 tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif, indeks inklusi keuangan masyarakat Indonesia masih terpaut 14,8 persen di bawah target inklusi keuangan yang diharapkan, yakni sebesar 90 persen pada 2024.
Target peningkatan indeks inklusi keuangan tentunya juga harus diiringi dengan penerapan tata kelola yang baik oleh lembaga jasa keuangan karena keduanya saling terkait erat dalam membangun sistem keuangan yang sehat dan berkelanjutan.
Sophia menambahkan penerapan tata kelola yang baik, akan membangun kepercayaan publik terhadap LJK sehingga masyarakat akan lebih bersedia menggunakan layanan yang disediakan.
"Kepercayaan ini sangat penting dalam meningkatkan inklusi keuangan, terutama bagi masyarakat yang belum memiliki pengalaman dengan layanan keuangan, untuk mulai menggunakan produk-produk keuangan," ujarnya.
Tata kelola yang baik, menurutnya, akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi inklusi keuangan, sementara inklusi keuangan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan.
Keduanya merupakan pilar penting dalam membangun sistem keuangan yang inklusif, stabil, dan berkelanjutan.
OJK, kata Sophia, juga terus mendorong penerapan tata kelola yang baik di berbagai sektor yang diawasi oleh OJK dengan menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait Penerapan Tata Kelola yang Baik dan POJK Nomor 12 Tahun 2024 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud Bagi Lembaga Jasa Keuangan.
Sementara itu, Asisten II Setda NTB, Fathul Gani, mengucapkan mengucapkan apresiasi atas pelaksanaan puncak bulan inklusi keuangan dan berharap semoga momentum tersebut bisa meningkatkan transaksi keuangan secara nontunai di NTB.
"Melalui momentum ini, kami berharap transaksi keuangan yang terjadi di setiap kegiatan kita akan mulai meninggalkan cara-cara tradisional dan beralih ke transaksi nontunai," katanya.
"Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun ini, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia pada 2023 sebesar 65,43 persen dan indeks inklusi keuangan 75,02 persen," kata Sophia Wattimena, dalam puncak pasar keuangan rakyat di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Minggu.
Ia mengatakan jika mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 114 tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif, indeks inklusi keuangan masyarakat Indonesia masih terpaut 14,8 persen di bawah target inklusi keuangan yang diharapkan, yakni sebesar 90 persen pada 2024.
Target peningkatan indeks inklusi keuangan tentunya juga harus diiringi dengan penerapan tata kelola yang baik oleh lembaga jasa keuangan karena keduanya saling terkait erat dalam membangun sistem keuangan yang sehat dan berkelanjutan.
Sophia menambahkan penerapan tata kelola yang baik, akan membangun kepercayaan publik terhadap LJK sehingga masyarakat akan lebih bersedia menggunakan layanan yang disediakan.
"Kepercayaan ini sangat penting dalam meningkatkan inklusi keuangan, terutama bagi masyarakat yang belum memiliki pengalaman dengan layanan keuangan, untuk mulai menggunakan produk-produk keuangan," ujarnya.
Tata kelola yang baik, menurutnya, akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi inklusi keuangan, sementara inklusi keuangan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan.
Keduanya merupakan pilar penting dalam membangun sistem keuangan yang inklusif, stabil, dan berkelanjutan.
OJK, kata Sophia, juga terus mendorong penerapan tata kelola yang baik di berbagai sektor yang diawasi oleh OJK dengan menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait Penerapan Tata Kelola yang Baik dan POJK Nomor 12 Tahun 2024 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud Bagi Lembaga Jasa Keuangan.
Sementara itu, Asisten II Setda NTB, Fathul Gani, mengucapkan mengucapkan apresiasi atas pelaksanaan puncak bulan inklusi keuangan dan berharap semoga momentum tersebut bisa meningkatkan transaksi keuangan secara nontunai di NTB.
"Melalui momentum ini, kami berharap transaksi keuangan yang terjadi di setiap kegiatan kita akan mulai meninggalkan cara-cara tradisional dan beralih ke transaksi nontunai," katanya.