Lombok Barat, 13/7 (ANTARA) - Industri kerajinan kayu di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengalami kelesuan akibat perajin kesulitan mendapatkan pasokan bahan baku berupa kayu berkualitas.

         "Kayu jenis mahoni yang biasa kami gunakan membuat berbagai kerajinan seni ukir kayu seperti patung, topeng, gerabah serta kerajinan lainnya sangat langka didapatkan," kata Azwar (37), mewakili sejumlah perajin di Desa Labuapi, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat, Senin.

         Menurut dia, langkanya kayu jenis mahoni tersebut karena kayu tersebut merupakan salah satu jenis kayu yang dilindungi oleh pemerintah dan tidak boleh diperjualbelikan secara bebas.

         Ia mengatakan, untuk mendapatkan bahan baku pembuatan berbagai bentuk kerajinan diperoleh dari penyalur yang memiliki izin untuk menjual, namun jumlahhnya sangat terbatas.

         "Kalau dulu kita bisa mendapatkan hingga 10 kibik dalam satu hari untuk semua perajin disini, namun sekarang sangat jarang bahkan hampir tidak pernah," ujarnya.

         Para perajin menilai kayu mahoni merupakan satu-satunya jenis kayu yang memiliki kualitas yang sangat bagus untuk bahan baku kerajinan dan hasilnya banyak diminati konsumen baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

         Azwar mengaku, dirinya mengganti kayu jenis mahoni dengan jenis kayu lain seperti kayu nangka atau kayu bajur agar aktifitas usahanya tetap berjalan meskipun harus berimbas pada makin berkurangnya minat konsumen untuk membeli produk kerajinan mereka.

         "Setelah kami mengganti bahan baku dari kayu jenis mahoni ke jenis kayu lain, konsumen terutama dari luar negeri enggan membeli karena mereka menganggap kualitasnya jauh dari standar," ujarnya.

         Asmuni (43) perajin lainnya mengatakan lesunya permintaan konsumen mengakibatkan omzet penjualannya merosot hingga 50% persen.

         Ia mengatakan, para perajin ketika masih mudah memperoleh kayu mahoni bisa mendapatkan omzet penjualan hingga ratusan juta dalan satu bulan untuk satu kali pemgiriman ke berbagai daerah ataupun berbagai negara.

         "Dalam sebulan kita bisa mengirim tiga kali ke berbagai daerah dan luar negeri dengan omzet hingga ratusan juta, tapi saat ini sangat jarang," ujarnya.

         Selain kesulitan bahan baku, para perajin juga mengeluhkan mahalnya bahan penolong lainnya seperti pengkilat kayu yang harganya terus merangkak naik hingga tiga kali lipat.

         Para perajin berharap, pemerintah bisa memberikan memperhatian terhadap kondisi yang dialami para perajin dengan mengeluarkan kebijakan yang tepat terkait penyediaan bahan baku untuk usaha mereka.(*)




Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024