Mataram (ANTARA) - Kepolisian Daerah Nusa (Polda) Tenggara Barat mengungkap adanya penyidikan terhadap pernikahan anak di Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat.
"Iya, untuk kasus pernikahan anak di Lombok Barat, kami sedang lakukan penyidikan. Sangkaan pasal terkait dengan pemaksaan perkawinan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS )," kata Kasubdit Reskrimum Bidang Renakta Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati di Mataram, Jumat.
AKBP Ni Made Pujawati mengatakan bahwa pihak yang menjadi terlapor dalam kasus ini adalah wali dari mempelai perempuan dan orang tua mempelai pria yang mengizinkan perkawinan tersebut.
Namun, kata AKBP Pujawati, kedua pihak terlapor belum berstatus tersangka. Penyidikan belum mengarah pada penetapan tersangka karena pihaknya masih perlu menguatkan alat bukti penetapan tersangka dari keterangan saksi dan ahli.
Ia menuturkan bahwa pernikahan usia anak ini belum tercatat secara hukum di pengadilan agama. Akan tetapi, secara agama proses perkawinan tersebut sudah sah.
"Jadi, penghulu, KUA, itu tidak ada kaitannya, itu untuk pernikahan resmi, secara hukum," ucap dia.
Baca juga: Tiga anak ajukan dispensasi nikah dini di Pengadilan Agama Mataram
Sementara itu, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram Joko Jumadi yang dikonfirmasi mengaku telah mengetahui adanya kasus ini.
"Kasusnya sebenarnya sudah cukup lama dilaporkan, pada bulan Juli lalu," kata Joko.
Pelapor kasus, kata dia, dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) NTB.
Sebelum melayangkan laporan, Joko mengemukakan bahwa UPTD PPA NTB sudah beberapa kali melakukan sosialisasi dan edukasi tentang pencegahan pernikahan anak ini.
Bahkan, kalangan orang tua yang turut hadir dalam kegiatan tersebut sudah sepakat untuk mencegah adanya pernikahan usia anak.
"Akan tetapi, faktanya ada yang masih diam-diam menikahkan anaknya seperti di kasus ini. Makanya, UPTD PPA melapor biar ada efek deterens kepada para orang tua," ujarnya.
Baca juga: Hasil studi: satu sampai dua anak di NTB dinikahkan setiap hari
Joko tidak memungkiri bahwa potensi tersangka dalam pelaporan kasus pernikahan usia anak ini adalah orang tua kedua mempelai.
"Kalau orang tua dari perempuan, 'kan sebagai wali. Kalau yang laki-laki karena mengizinkan anaknya nikah. Itu ada diatur dalam Undang-Undang Perkawinan," kata dia.
Meskipun kedua orang tua mempelai berpotensi menjadi tersangka, Joko mengutarakan bahwa perkawinan anak yang masuk dalam laporan di Polda NTB itu tetap sah secara agama.
Joko meyakinkan hal tersebut sesuai dengan Pasal 174 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Jadi, perkawinannya tetap sah walaupun nantinya yang berpotensi jadi tersangka itu terlapor," ujarnya.
"Iya, untuk kasus pernikahan anak di Lombok Barat, kami sedang lakukan penyidikan. Sangkaan pasal terkait dengan pemaksaan perkawinan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS )," kata Kasubdit Reskrimum Bidang Renakta Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati di Mataram, Jumat.
AKBP Ni Made Pujawati mengatakan bahwa pihak yang menjadi terlapor dalam kasus ini adalah wali dari mempelai perempuan dan orang tua mempelai pria yang mengizinkan perkawinan tersebut.
Namun, kata AKBP Pujawati, kedua pihak terlapor belum berstatus tersangka. Penyidikan belum mengarah pada penetapan tersangka karena pihaknya masih perlu menguatkan alat bukti penetapan tersangka dari keterangan saksi dan ahli.
Ia menuturkan bahwa pernikahan usia anak ini belum tercatat secara hukum di pengadilan agama. Akan tetapi, secara agama proses perkawinan tersebut sudah sah.
"Jadi, penghulu, KUA, itu tidak ada kaitannya, itu untuk pernikahan resmi, secara hukum," ucap dia.
Baca juga: Tiga anak ajukan dispensasi nikah dini di Pengadilan Agama Mataram
Sementara itu, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram Joko Jumadi yang dikonfirmasi mengaku telah mengetahui adanya kasus ini.
"Kasusnya sebenarnya sudah cukup lama dilaporkan, pada bulan Juli lalu," kata Joko.
Pelapor kasus, kata dia, dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) NTB.
Sebelum melayangkan laporan, Joko mengemukakan bahwa UPTD PPA NTB sudah beberapa kali melakukan sosialisasi dan edukasi tentang pencegahan pernikahan anak ini.
Bahkan, kalangan orang tua yang turut hadir dalam kegiatan tersebut sudah sepakat untuk mencegah adanya pernikahan usia anak.
"Akan tetapi, faktanya ada yang masih diam-diam menikahkan anaknya seperti di kasus ini. Makanya, UPTD PPA melapor biar ada efek deterens kepada para orang tua," ujarnya.
Baca juga: Hasil studi: satu sampai dua anak di NTB dinikahkan setiap hari
Joko tidak memungkiri bahwa potensi tersangka dalam pelaporan kasus pernikahan usia anak ini adalah orang tua kedua mempelai.
"Kalau orang tua dari perempuan, 'kan sebagai wali. Kalau yang laki-laki karena mengizinkan anaknya nikah. Itu ada diatur dalam Undang-Undang Perkawinan," kata dia.
Meskipun kedua orang tua mempelai berpotensi menjadi tersangka, Joko mengutarakan bahwa perkawinan anak yang masuk dalam laporan di Polda NTB itu tetap sah secara agama.
Joko meyakinkan hal tersebut sesuai dengan Pasal 174 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Jadi, perkawinannya tetap sah walaupun nantinya yang berpotensi jadi tersangka itu terlapor," ujarnya.