Mataram (Antaranews NTB) - Bagi Juju Masunah, M.Hum., Ph.D. (36) , guru besar dalam bidang ilmu pendidikan seni tari di Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) antusiasme warga Inggris untuk belajar Tari Topeng Cirebon menimbulkan kebanggaan tersendiri.
Inilah salah satu bukti bahwa seni telah menjadi alat diplomasi budaya yang ampuh bagi masyarakat London, ujar perempuan kelahiran Majalengka, Jawa Barat, tahun 1963.
Juju Masunah adalah sosok yang bukan hanya gigih mendalami pendidikan seni tari, melainkan juga studi multikultural, ekonomi kreatif serta pariwisata dan kini mengajarkan seni tari topeng bagi mahasiswa di London.
Ia mengungkapkan rasa bangga karena keahliannya di bidang tari khususnya Tari Topeng Cirebon dihargai di London.
"Saya dapat berbagi ilmu baik teori maupun praktik di universitas di London, sungguh membuat bangga, " ujar Juju yang pernah menjadi Direktur Pengembangan Seni Pertunjukan dan Industri Musik, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Parekraf) pada tahun 2012-2014.
Melalui kesempatan tersebut dia bukan hanya mengajar tetapi akan membawa para mahasiswa asing itu untuk ikut mengembangkan seni tari tradisional Indonesia dalam karya baru mereka.
Dia melihat bahwa seni Indonesia telah membangun citra Indonesia, sebagai bangsa yang berbudaya tinggi.
Kedudukan tersebut akan dapat dikembangkan melalui campur tangan pemerintah Indonesia
dengan membuat regulasi pendukung, memfasilitasi, dan memotivasi masyarakat Indonesia untuk mempelajari dan menguasai, melestarikan, serta mengapresiasi seni tradisi Indonesia.
"Mari kita juga belajar seni tradisi Indonesia, agar tidak malu menjadi orang Indonesia ketika melihat seniman London dan di kota lainnya di luar negeri menabuh gamelan dan menari tarian Indonesia, sementara kita hanya menonton dan tidak tahu kesenian Indonesia," ujar Juju.
Belajar tari sejak muda
Setelah menamatkan pendidikan di jenjang SMA I Majalengka tahun 1982, Juju menceritakan jalan panjang dalam melanjutkan pendidikan tari yaitu dengan kuliah di Bandung, Surakarta, Yogyakarta, kemudian berkesempatan belajar di Ohio , Amerika Serikat - dan sebagai penerima Dharmasiswa di Inggris.
Pada waktu itu dia kuliah di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung dan Lulus tahun 1987. Nama ASTI Bandung berubah menjadi Sekolah Tinggi Seni Indoneisa (STSI), dan sekarang Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI).
Kini kemampuan Juju dalam menari antara lain Tari Topeng Cirebon telah membukakan kesempatan baginya untuk berada di London selama satu bulan penuh atas undangan Professor Matthew Isaac Cohen Ph.D. sebagai akademisi tamu di Departement Drama and Theater, Royal Holloway, University of London, UK.
Juju seorang seniman dan pendidik, dipercaya untuk memberi kuliah pada mata kuliah sejarah tari dunia (World Dance History) bersama akademisi lain, Dr. Prarthana Purkhayastha.
Dalam mata kuliah tersebut Dr. Masunah membawa topik utama yaitu mengungkapkan sejarah tari-tari Indonesia yang dibagi dalam empat sub-topik yaitu sejarah Tari Topeng Cirebon, tari dan gender, usia dan seksualitas, ketiga karakter, tata gerak dan gaya Tari Topeng Cirebon dan terakhir mengajarkan penciptaan tari dengan dasar Tari Topeng Cirebon.
Selain mengajar, Dr. Juju Masunah bergabung dengan kegiatan Reuni Alumni Dharmasiswa ke-32, memberi workshop tari di KBRI London dan berbagi pengalaman dengan Ibu-ibu Dharma Wanita Persatuan KBRI London.
Juju Masunah mengaku sangat terkesan dengan keseriusan masyarakat Inggris khususnya yang ada di London dalam mempelajari seni Indonesia, khususnya tari, musik/karawitan, dan pedalangan.
"Mereka mengenal, mempelajari, menguasai dan melanjutkan kegiatan bermusik gamelan dan menari, serta mencipta musik dan pendalangan dalam bentuknya yang baru," ujar Juju yang pada tahun 2004, melanjutkan studi di College of Arts, The Ohio State University (OSU), Amerika Serikat, mengambil program Art Education dan lulus pada tahun 2008.
Menurut Juju, penerima beasiswa Dharmasiswa, saking cintanya terhadap seni Indonesia, ada beberapa di antara yang mencurahkan seluruh hidupnya mendalami seni budaya Indonesia mulai dari musik gamelan dan pedalangan sampai pada seni tari.
Sepertinya fokus perhatian mereka selama ini hanya pada kesenian Indonesia, terutama kesenian dari Jawa, Bali, Sunda, dan Cirebon, ujar Juju yang tahun 1988, mengambil gelar sarjana tari (S1) di STSI Surakarta dan lulus tahun 1990 dari lembaga yang kini menjadi Institut Seni Indonesia (ISI).
Antusiasme penerima beasiswa Dharmasiswa yang difasilitasi pemerintah Indonesia melalui Atikbud KBRI juga sangat tinggi, sehingga penerima beasiswa Dharmasiswa pun menjadi semangat dalam mengembangkan kesenian Indonesia.
Ada mahasiswa Prof. Juju pada tahun 1994 yang melanjutkan studi S2 di Fakultas Ilmu Humaniora, Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta, dengan mengambil jurusan Kajian Seni Pertunjukan dan lulus 1997 - di Royal Holloway sangat antusias untuk mengikutinya ke UPI Bandung dan mengatakan keinginannya untuk belajar seni tradisi serta berkolaborasi dengan seniman di Indonesia.
Sebagai seorang seniman Indonesia, Juju merasa kagum pada London karena terdapat beberapa Universitas seperti SOAS University of London, Royal Holloway University of London, City University of London yang memiliki kegiatan intra dan ekstra kurikuler musik karawitan dan tari Indonesia, selain banyak juga komunitas gamelan, pedalangan, angklung, dan tari.
Selain kesenian, bahasa Indonesia juga sudah dipelajari di universitas dan sekolah di London.
Prof Juju juga telah mempublikasikan beberapa hasil karya ilmiahnya seperti Topeng Cirebon (1998, 2003), Sawitri Penari Topeng Losari (2000), Angklung di Jawa Barat (1998, 2003), Seni dan Pendidikan Seni (2003, 2012), A Case Study of the Multicultural Practices of Two United States Dance Educators: Implication for Indonesian K-9 Dance Education (2008), Representation of Gender in Indonesian Mask Dances (2009).
Selain itu ia juga mempublikasikan Konsep dan Praktek Pendidikan Multikultural di Amerika Serikat dan Indonesia (2011), Pemuliaan Angklung melalui Model Desa Binaan berbasis Wisata Seni dan Budaya (2012), Gita Bahana Nusantara: Keberagaman menuju Satu Cinta Tanah Air (2014), Multicultural Dance Education for Teaching Students with Disabilities (2016), Creative Industry of Performing Arts (2017).
Kini, Juju Masunah mengajar S1 di Departemen Pendididikan Tari UPI, dan mengajar S2 dan S3 bidang Pendidikan Seni di Sekolah Pascasarjana UPI. mata kuliah yang diampunya antara lain Metode Penelitian, Tari Topeng Cirebon, Tari Pendidikan, Pendidikan Seni Inklusif.
Pekerjaan sebagai dosen pendidikan seni tari dimulai sejak tahun 1990 di Jurusan Pendidikan Sendratasik IKIP Bandung yang sejak tahun 1999 berubah status menjadi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Jurusan Pendidikan Sendratasik menjadi Jurusan Pendidikan Seni Tari/Departement Pendidikan Tari dan Jurusan Pendidikan Seni Musik/Departemen Pendidikan Musik.
Setelah tidak lagi menjabat sebagai Direktur di Parekraf Jakarta, Juju kembali ke UPI untuk melanjutkan kiprahnya dalam dunia pendidikan seni. Pada tahun 2016 ia sempat menjadi Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan, Gender, dan Perlindungan Anak dan pada tahun 2017 hingga kini menjadi Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Industri Pariwisata LPPM UPI.
Dari keahliannyalah kelak diharapkan akan menurunkan generasi penari Topeng Cirebon lintas bangsa dan membawa nama Indonesia lebih semerbak di bidang seni tari
Inilah salah satu bukti bahwa seni telah menjadi alat diplomasi budaya yang ampuh bagi masyarakat London, ujar perempuan kelahiran Majalengka, Jawa Barat, tahun 1963.
Juju Masunah adalah sosok yang bukan hanya gigih mendalami pendidikan seni tari, melainkan juga studi multikultural, ekonomi kreatif serta pariwisata dan kini mengajarkan seni tari topeng bagi mahasiswa di London.
Ia mengungkapkan rasa bangga karena keahliannya di bidang tari khususnya Tari Topeng Cirebon dihargai di London.
"Saya dapat berbagi ilmu baik teori maupun praktik di universitas di London, sungguh membuat bangga, " ujar Juju yang pernah menjadi Direktur Pengembangan Seni Pertunjukan dan Industri Musik, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Parekraf) pada tahun 2012-2014.
Melalui kesempatan tersebut dia bukan hanya mengajar tetapi akan membawa para mahasiswa asing itu untuk ikut mengembangkan seni tari tradisional Indonesia dalam karya baru mereka.
Dia melihat bahwa seni Indonesia telah membangun citra Indonesia, sebagai bangsa yang berbudaya tinggi.
Kedudukan tersebut akan dapat dikembangkan melalui campur tangan pemerintah Indonesia
dengan membuat regulasi pendukung, memfasilitasi, dan memotivasi masyarakat Indonesia untuk mempelajari dan menguasai, melestarikan, serta mengapresiasi seni tradisi Indonesia.
"Mari kita juga belajar seni tradisi Indonesia, agar tidak malu menjadi orang Indonesia ketika melihat seniman London dan di kota lainnya di luar negeri menabuh gamelan dan menari tarian Indonesia, sementara kita hanya menonton dan tidak tahu kesenian Indonesia," ujar Juju.
Belajar tari sejak muda
Setelah menamatkan pendidikan di jenjang SMA I Majalengka tahun 1982, Juju menceritakan jalan panjang dalam melanjutkan pendidikan tari yaitu dengan kuliah di Bandung, Surakarta, Yogyakarta, kemudian berkesempatan belajar di Ohio , Amerika Serikat - dan sebagai penerima Dharmasiswa di Inggris.
Pada waktu itu dia kuliah di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung dan Lulus tahun 1987. Nama ASTI Bandung berubah menjadi Sekolah Tinggi Seni Indoneisa (STSI), dan sekarang Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI).
Kini kemampuan Juju dalam menari antara lain Tari Topeng Cirebon telah membukakan kesempatan baginya untuk berada di London selama satu bulan penuh atas undangan Professor Matthew Isaac Cohen Ph.D. sebagai akademisi tamu di Departement Drama and Theater, Royal Holloway, University of London, UK.
Juju seorang seniman dan pendidik, dipercaya untuk memberi kuliah pada mata kuliah sejarah tari dunia (World Dance History) bersama akademisi lain, Dr. Prarthana Purkhayastha.
Dalam mata kuliah tersebut Dr. Masunah membawa topik utama yaitu mengungkapkan sejarah tari-tari Indonesia yang dibagi dalam empat sub-topik yaitu sejarah Tari Topeng Cirebon, tari dan gender, usia dan seksualitas, ketiga karakter, tata gerak dan gaya Tari Topeng Cirebon dan terakhir mengajarkan penciptaan tari dengan dasar Tari Topeng Cirebon.
Selain mengajar, Dr. Juju Masunah bergabung dengan kegiatan Reuni Alumni Dharmasiswa ke-32, memberi workshop tari di KBRI London dan berbagi pengalaman dengan Ibu-ibu Dharma Wanita Persatuan KBRI London.
Juju Masunah mengaku sangat terkesan dengan keseriusan masyarakat Inggris khususnya yang ada di London dalam mempelajari seni Indonesia, khususnya tari, musik/karawitan, dan pedalangan.
"Mereka mengenal, mempelajari, menguasai dan melanjutkan kegiatan bermusik gamelan dan menari, serta mencipta musik dan pendalangan dalam bentuknya yang baru," ujar Juju yang pada tahun 2004, melanjutkan studi di College of Arts, The Ohio State University (OSU), Amerika Serikat, mengambil program Art Education dan lulus pada tahun 2008.
Menurut Juju, penerima beasiswa Dharmasiswa, saking cintanya terhadap seni Indonesia, ada beberapa di antara yang mencurahkan seluruh hidupnya mendalami seni budaya Indonesia mulai dari musik gamelan dan pedalangan sampai pada seni tari.
Sepertinya fokus perhatian mereka selama ini hanya pada kesenian Indonesia, terutama kesenian dari Jawa, Bali, Sunda, dan Cirebon, ujar Juju yang tahun 1988, mengambil gelar sarjana tari (S1) di STSI Surakarta dan lulus tahun 1990 dari lembaga yang kini menjadi Institut Seni Indonesia (ISI).
Antusiasme penerima beasiswa Dharmasiswa yang difasilitasi pemerintah Indonesia melalui Atikbud KBRI juga sangat tinggi, sehingga penerima beasiswa Dharmasiswa pun menjadi semangat dalam mengembangkan kesenian Indonesia.
Ada mahasiswa Prof. Juju pada tahun 1994 yang melanjutkan studi S2 di Fakultas Ilmu Humaniora, Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta, dengan mengambil jurusan Kajian Seni Pertunjukan dan lulus 1997 - di Royal Holloway sangat antusias untuk mengikutinya ke UPI Bandung dan mengatakan keinginannya untuk belajar seni tradisi serta berkolaborasi dengan seniman di Indonesia.
Sebagai seorang seniman Indonesia, Juju merasa kagum pada London karena terdapat beberapa Universitas seperti SOAS University of London, Royal Holloway University of London, City University of London yang memiliki kegiatan intra dan ekstra kurikuler musik karawitan dan tari Indonesia, selain banyak juga komunitas gamelan, pedalangan, angklung, dan tari.
Selain kesenian, bahasa Indonesia juga sudah dipelajari di universitas dan sekolah di London.
Prof Juju juga telah mempublikasikan beberapa hasil karya ilmiahnya seperti Topeng Cirebon (1998, 2003), Sawitri Penari Topeng Losari (2000), Angklung di Jawa Barat (1998, 2003), Seni dan Pendidikan Seni (2003, 2012), A Case Study of the Multicultural Practices of Two United States Dance Educators: Implication for Indonesian K-9 Dance Education (2008), Representation of Gender in Indonesian Mask Dances (2009).
Selain itu ia juga mempublikasikan Konsep dan Praktek Pendidikan Multikultural di Amerika Serikat dan Indonesia (2011), Pemuliaan Angklung melalui Model Desa Binaan berbasis Wisata Seni dan Budaya (2012), Gita Bahana Nusantara: Keberagaman menuju Satu Cinta Tanah Air (2014), Multicultural Dance Education for Teaching Students with Disabilities (2016), Creative Industry of Performing Arts (2017).
Kini, Juju Masunah mengajar S1 di Departemen Pendididikan Tari UPI, dan mengajar S2 dan S3 bidang Pendidikan Seni di Sekolah Pascasarjana UPI. mata kuliah yang diampunya antara lain Metode Penelitian, Tari Topeng Cirebon, Tari Pendidikan, Pendidikan Seni Inklusif.
Pekerjaan sebagai dosen pendidikan seni tari dimulai sejak tahun 1990 di Jurusan Pendidikan Sendratasik IKIP Bandung yang sejak tahun 1999 berubah status menjadi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Jurusan Pendidikan Sendratasik menjadi Jurusan Pendidikan Seni Tari/Departement Pendidikan Tari dan Jurusan Pendidikan Seni Musik/Departemen Pendidikan Musik.
Setelah tidak lagi menjabat sebagai Direktur di Parekraf Jakarta, Juju kembali ke UPI untuk melanjutkan kiprahnya dalam dunia pendidikan seni. Pada tahun 2016 ia sempat menjadi Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan, Gender, dan Perlindungan Anak dan pada tahun 2017 hingga kini menjadi Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Industri Pariwisata LPPM UPI.
Dari keahliannyalah kelak diharapkan akan menurunkan generasi penari Topeng Cirebon lintas bangsa dan membawa nama Indonesia lebih semerbak di bidang seni tari