Jakarta (ANTARA) -
Menurut dia ketiga lembaga itu perlu digabung dan difungsikan menjadi satu fungsi sebagai lembaga penyiaran yang bisa mempunyai daya saing dengan lembaga penyiaran swasta.
"Ketiga ini perlu digabung sehingga tidak ada redone-done program. Apa yang dilakukan RRI tidak dilakukan TVRI, tapi sepanjang tak digabung maka akan ada redone-done program," kata Lamhot saat rapat dengar pendapat dengan ANTARA, TVRI, RRI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.
Dia menilai bahwa penggabungan tersebut perlu dibahas secara detil dalam rapat dengar pendapat selanjutnya. Menurut dia, portofolio ketiga lembaga tersebut juga perlu dikaji karena terdiri dari satu lembaga BUMN dan dua non BUMN.
Baca juga: Ketua Komisi VII DPR Saleh Partaonan Daulay apresiasi LKBN ANTARA
Baca juga: LKBN ANTARA-TVRI-RRI kerja sama sinergi penyiaran berita di NTB
Jika berbicara mengenai pemberitaan soal kebangsaan, menurut dia, lembaga penyiaran swasta juga melakukannya. Bahkan dalam kunjungan-kunjungan Presiden, sering kali media yang dicari adalah media nonpemerintah.
Maka dari itu, menurut dia, lembaga penyiaran milik pemerintah itu harus bisa kompetitif seperti yang dimiliki negara lain. Selain itu, dia mengusulkan lembaga penyiaran itu perlu diberi porsi untuk beroperasi secara komersil.
"Porsinya harus diberi lebih besar ke arah lebih komersil, sehingga bisa lebih adaptif, diberi ruang komersil, sehingga bisa menutup operasional," kata dia.
Baca juga: LKBN ANTARA mendorong aliansi strategis dengan RRI dan TVRI
Sementara itu, Direktur Perum LKBN ANTARA Akhmad Munir mengaku bakal mengikuti apapun yang nantinya bakal menjadi keputusan pemerintah, khususnya terkait penggabungan tiga lembaga itu.
"Yang pasti ANTARA akan senantiasa membackup pemerintahan ini dan mendukung penuh kinerja pemerintah ini agar informasi yang disampaikan ANTARA bisa betul-betul mencerahkan, mengedukasi, dan memberdayakan masyarakat Indonesia," kata Munir.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga mengusulkan agar Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA, Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI, dan LPP RRI, digabung menjadi satu lembaga.
Menurut dia ketiga lembaga itu perlu digabung dan difungsikan menjadi satu fungsi sebagai lembaga penyiaran yang bisa mempunyai daya saing dengan lembaga penyiaran swasta.
"Ketiga ini perlu digabung sehingga tidak ada redone-done program. Apa yang dilakukan RRI tidak dilakukan TVRI, tapi sepanjang tak digabung maka akan ada redone-done program," kata Lamhot saat rapat dengar pendapat dengan ANTARA, TVRI, RRI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.
Dia menilai bahwa penggabungan tersebut perlu dibahas secara detil dalam rapat dengar pendapat selanjutnya. Menurut dia, portofolio ketiga lembaga tersebut juga perlu dikaji karena terdiri dari satu lembaga BUMN dan dua non BUMN.
Baca juga: Ketua Komisi VII DPR Saleh Partaonan Daulay apresiasi LKBN ANTARA
Baca juga: LKBN ANTARA-TVRI-RRI kerja sama sinergi penyiaran berita di NTB
Jika berbicara mengenai pemberitaan soal kebangsaan, menurut dia, lembaga penyiaran swasta juga melakukannya. Bahkan dalam kunjungan-kunjungan Presiden, sering kali media yang dicari adalah media nonpemerintah.
Maka dari itu, menurut dia, lembaga penyiaran milik pemerintah itu harus bisa kompetitif seperti yang dimiliki negara lain. Selain itu, dia mengusulkan lembaga penyiaran itu perlu diberi porsi untuk beroperasi secara komersil.
"Porsinya harus diberi lebih besar ke arah lebih komersil, sehingga bisa lebih adaptif, diberi ruang komersil, sehingga bisa menutup operasional," kata dia.
Baca juga: LKBN ANTARA mendorong aliansi strategis dengan RRI dan TVRI
Sementara itu, Direktur Perum LKBN ANTARA Akhmad Munir mengaku bakal mengikuti apapun yang nantinya bakal menjadi keputusan pemerintah, khususnya terkait penggabungan tiga lembaga itu.
"Yang pasti ANTARA akan senantiasa membackup pemerintahan ini dan mendukung penuh kinerja pemerintah ini agar informasi yang disampaikan ANTARA bisa betul-betul mencerahkan, mengedukasi, dan memberdayakan masyarakat Indonesia," kata Munir.