Mataram (ANTARA) - Tim Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mendatangi Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) guna mengecek penanganan kasus dugaan pelecehan seksual oleh seorang penyandang disabilitas tunadaksa berinisial IWAS yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat di Mataram, Selasa, membenarkan pihaknya kedatangan tim dari Bareskrim Polri untuk melihat penanganan kasus tersebut.

"Iya, benar. Kami kedatangan tamu dari Bareskrim Polri. Kami menerima baik dan kami jelaskan fakta kegiatan yang sudah kami lakukan," kata Syarif.

Baca juga: Remaja disabilitas di Mataram jadi tersangka pelecehan seksual

Dia mengatakan pihaknya menjelaskan proses penanganan kasus itu kepada Tim Bareskrim Polri mulai dari tahap penyelidikan hingga penyidikan yang sudah menetapkan IWAS sebagai tersangka dan berkas kini telah masuk ke proses pelimpahan ke jaksa peneliti.

"Penanganan yang kami lakukan apakah sudah sesuai aturan dan sudah dilaksanakan? Apa saja langkah-langkahnya? Itu yang jadi poin pertanyaan tim Bareskrim datang," ujarnya.

Lebih lanjut, Syarif menyampaikan bahwa dalam penanganan kasus ini pihaknya terbuka kepada publik maupun lembaga pengawas kinerja penegak hukum internal maupun eksternal.

Bahkan, pada proses penyelidikan pihak kepolisian menjalin koordinasi dan meminta pendampingan dari komite disabilitas daerah (KDD), mengingat terduga pelaku dalam kasus ini seorang penyandang disabilitas.

Baca juga: Berkas pelecehan seksual disabilitas di Mataram dilimpahkan ke kejaksaan

Ia memastikan bahwa pihaknya mendukung adanya pengawasan ini dengan melihat hal tersebut sebagai bentuk transparansi penanganan hukum yang sudah berjalan sesuai prosedur.

"Jadi, kami di sini enggak mencari-cari, karena ini memang ada laporan, yang dilaporkan korban dan perempuan yang menjadi korban ini dilindungi secara haknya, itu ada diatur dalam undang-undang juga," ucap dia.

Begitu juga komentar warga di media sosial tentang penanganan kasus ini yang pada akhirnya menjadi viral usai mengetahui seorang penyandang disabilitas tanpa dua lengan bisa menjadi tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual.

Syarif melihat komentar tersebut sebagai bahan koreksi kinerja pihak kepolisian, khususnya dalam penanganan kasus IWAS yang terkesan baru terjadi di Indonesia.

"Kami melihat itu (komentar) sebagai koreksi bagi kami, sebagai masukan dan semangat bagi kami," katanya.

Baca juga: Pemprov dan Polda NTB sinergi penanganan disabilitas berhadapan hukum

Menurut dia, pihak kepolisian harus menarik pembelajaran dari kasus ini dengan memberikan informasi penanganan yang lebih mudah dipahami publik.

IWAS yang kini tercatat sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Mataram menjadi tersangka kasus dugaan pelecehan seksual berdasarkan hasil gelar perkara yang telah menemukan sedikitnya dua alat bukti.

Alat bukti tersebut didapatkan dari hasil pemeriksaan dua korban, saksi, hasil visum korban, dan keterangan ahli psikologi dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).

Penyidik dalam berkas menyatakan tersangka IWAS sebagai penyandang disabilitas tunadaksa telah melakukan perbuatan pidana asusila dengan modus komunikasi verbal yang mampu mempengaruhi sikap dan psikologi korban.

Sehingga dalam berkas, penyidik menerapkan sangkaan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).


Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024