Mataram, 30/7 (ANTARA) - Ratusan Kepala Keluarga (KK) penghuni pemukiman transmigrasi di Buin Batu, Kecamatan Plampang, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) berebutan lahan garapan sejak tiga tahun lalu.

         Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) NTB, Muhammad Agus Patria, SH, MH, di Mataram, Kamis, mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Nakertrans Kabupaten Sumbawa untuk menyelesaikan polemik perebutan lahan garapan itu.

         "Kami upayakan sebelum 17 Agustus mendatang, masalah itu sudah tuntas," ujar Patria yang didampingi Kepala Dinas Nakertrans Kabupaten Sumbawa, DR Ikhsan Sapitri, ketika ditemui wartawan di ruang tamu Wakil Gubernur (Wagub) NTB.

         Keduanya dipanggil Wagub NTB guna menyelesaikan polemik perebutan lahan garapan di pemukiman transmigrasi Buin Batu, Pulau Sumbawa, yang sudah berlangsung sejak tahun 2006 itu.   

    Patria mengatakan, tanggal 23 Juli lalu, sejumlah warga yang mendiami lokasi pemukiman transmigrasi Buin Batu mendatangi Kantor Gubernur NTB hingga diterima Wagub NTB, Badrul Munir.

         Penghuni lokasi transmigrasi itu mengeluhkan aksi perebutan lahan garapan yang terus berkepanjangan sehingga membutuhkan peran Pemerintah Provinsi NTB untuk menuntaskan permasalahan tersebut.

         "Saya diperintahkan oleh Pak Wagub untuk menyelesaikan masalah ini dan setelah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk Kepala Disnakertrans Sumbawa, kami upayakan tanggal 15 Agustus mendatang sudah ada penyerahan lahan garapan sesuai hak masing-masing penghuni lokasi transmigrasi itu," ujarnya.

         Ia menjelaskan, sebanyak 200 Kepala Keluarga (KK) menempati lokasi pemukiman transmigrasi Buin Batu itu sejak tahun 2006. Sebanyak 160 KK atau 80 persen penghuni lokasi transmigrasi itu merupakan warga Sumbawa sementara 40 KK atau 20 persen penghuni lainnya berasal dari Lombok.

         Diawal penempatannya, mereka diberi bantuan jaminan hidup selama satu tahun pertama.

         Para transmigran lokal itu juga berhak atas sebidang tanah seluas 25 are untuk pekarangan dan 75 are untuk lahan garapan sehingga totalnya mencapai 100 are atau satu hektare untuk setiap KK.

         Namun, setelah tiga tahun berjalan penyerahan tanah untuk lahan garapan belum juga dilakukan sehingga para penghuni lokasi transmigrasi itu berinisiatif sendiri menggarap lahan yang tersedia.

         "Terjadilah perebutan lahan dan kelompok tertentu menguasai lahan yang lebih luas sehingga penghuni lainnya kesulitan mendapatkan lahan garapan," ujarnya.

         Menurut Patria, untuk menyelesaikan permasalahan itu pihaknya telah berkoordinasi dengan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) guna melakukan pengukuran tanah untuk lahan garapan kemudian diserahkan kepada setiap KK penghuni lokasi transmigrasi itu.

         Kegiatan pengukuran itu dijadwalkan 12 Agustus mendatang dan setiap KK mendapat 75 are sesuai ketentuan yang berlaku.   

    Sementara Kepala Disnakertrans Kabupaten Sumbawa, Ikhsan Sapitri mengatakan, sebenarnya permasalahan tersebut sudah hampir tuntas setelah ditempuh musyawarah mufakat di lokasi transmigrasi itu.

         "Masalah itu sudah hampir tuntas, para penghuni lokasi transmigrasi menemui Pak Wagub tanpa sepengetahuan kami di kabupaten. Tetapi, syukurlah karena koordinasi yang mantap akan mempercepat penyelesaian masalah," ujarnya.

         Ikhsan juga mengungkapkan bahwa lahan garapan yang akan dibagikan kepada 200 KK penghuni lokasi transmigrasi itu merupakan tanah kavling pada areal seluas 317 hektare.

         "Awalnya hanya ada 35 kavling, namun telah diupayakan pengkavlingan untuk 165 bagian sehingga totalnya ada 200 kavling sesuai jumlah penghuni lokasi transmigrasi itu," ujarnya.(*)




Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024