Mataram, 5/8 (ANTARA) - Lembaga finansial Bank Dunia (World Bank Group) atau International Finance Corporation (IFC) membantu menghubungkan petani kacang tanah di Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan perusahaan terkemuka yang bergerak di bidang pengolahan makanan ringan.

         "IFC bekerja sama dengan Australia Indonesia Partnership untuk membantu petani kacang tanah di NTB meningkatkan pendapatan dengan menghubungkan mereka dengan perusahaan pengolahan makanan ringan yang terbuat dari kacang tanah," kata Program Manager IFC untuk Agribisnis Linkages, Ernest Bethe, di Mataram, Rabu.

         Ernest mengemukakan hal itu saat berbicara pada Lokakarya Nasional Pemantapan Industri Kacang Tanah di NTB Melalui Pendekatan Perusahaan Unggulan, yang digelar di Hotel Grand Legi Mataram.

         Lokakarya itu merupakan bagian dari upaya IFC dan Australia Indonesia Partnership dalam mengembangkan kacang tanah di wilayah NTB.

         Peserta lokakarya nasional itu mencapai 70 orang yang berasal dari manajemen Garuda Food, petani kacang tanah, pedagang, peneliti, perusahaan pengolah kacang tanah dan perwakilan dari pemerintah daerah.

         Ernest mengatakan NTB memiliki potensi untuk menjadi daerah pemasok kacang tanah yang kompetetif bagi industri makanan ringan di Indonesia.

         "Dengan menghubungkan petani kacang tanah dengan perusahaan terkemuka seperti Garuda Food maka masyarakat desa di NTB dapat terus mengembangkan usaha dan meningkatkan pendapatan mereka sehingga akan membantu mengurangi kemiskinan," ujarnya.

         Berdasarkan survei yang dilakukan IFC, untuk memenuhi permintaan kacang tanah industri makanan ringan, Indonesia mengimpor kacang tanah dalam jumlah yang semakin meningkat sejak tiga tahun terakhir ini.

         Pada taun 2008, nilai impor kacang tanah sekitar Rp10 triliun atau hampir setara dengan Rp100 juta dolar AS.

         "Hal itu membuka peluang bagi para petani di NTB untuk dapat memenuhi permintaan tersebut," ujar Ernest.

         Diakuinya, program pengembangan kacang tanah itu merupakan bagian dari SADI (Smallholder Agribusiness Development Initiative), program yang diprakarsai oleh AusAID (Australian Agency for International Development).

         SADI didesain untuk menangani hal dan kendala yang berhubungan dengan produksi pertanian dan kemiskinan di pedesaan, yang difokuskan pada Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang mengandalkan pertanian sebagai sumber utama perekonomian meskipun produktivitas dan pertumbuhannya sangat rendah.

         Tahap pertama dilaksanakan selama 3,5 tahun yang dimulai sejak pertengahan tahun 2006 hingga akhir 2009. Wilayah pengembangannya di empat provinsi yakni NTB, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara pada 30-35 kecamatan target.

         Sejauh ini, SADI diimplementasi melalui tiga program yang cukup sukses dilaksanakan di Indonesia yakni Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), IFC dan Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR). (*)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024