Mataram (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Nusa Tenggara Barat (NTB) mengalami inflasi pada Maret 2025 sebesar 2,04 persen setelah dua bulan berturut-turut mengalami deflasi.

"Inflasi Maret 2025 merupakan inflasi tertinggi selama 12 bulan terakhir," kata Kepala BPS NTB Wahyudin di Mataram, Selasa.

Wahyudin memaparkan inflasi bulan ke bulan yang terjadi di Nusa Tenggara Barat berada di atas angka inflasi nasional yang berjumlah 1,65 persen. Bahkan, inflasi tahun kalender sebesar 0,87 persen juga berada di atas angka inflasi nasional yang hanya 0,39 persen.

Adapun dari sisi inflasi tahunan Nusa Tenggara Barat tercatat sebesar 1,15 persen yang juga berada di atas angka inflasi tahun kalender nasional sebesar 1,03 persen.

Baca juga: NTB kembali alami deflasi 0,6 persen pada Februari 2025

Dia mengungkapkan bahwa andil inflasi terbesar terletak pada kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga yang mencapai 1,35 persen dari 2,04 persen angka inflasi daerah.

"Kita tahu persis bulan Januari-Februari, pemerintah menurunkan tarif listrik yang di bawah 2.200 KWh setengahnya, sedangkan bulan Maret sudah berlaku normal. Ini salah satu penyebab kenapa kelompok itu memiliki andil paling besar untuk mempengaruhi inflasi secara bulan ke bulan di Nusa Tenggara Barat," kata Wahyudin.

Kelompok yang juga memberikan andil besar terhadap inflasi adalah makanan, minuman dan tembakau dengan angka sebesar 0,64 persen.

Baca juga: Pemprov NTB gencarkan pasar murah dongkrak belanja masyarakat

Wahyudin menjelaskan lima komoditas yang paling besar menyumbang inflasi bagi Nusa Tenggara Barat adalah tarif listrik mencapai 1,35 persen, cabai rawit 0,29 persen, ikan teri 0,15 persen, emas perhiasan 0,08 persen, dan daging ayam ras 0,06 persen.

Kepala Biro Perekonomian Sekretaris Daerah Provinsi NTB Wirajaya Kusuma mengatakan bahwa pemerintah berkomitmen menjaga inflasi terutama komponen bergejolak atau volatile food agar tidak melewati ambang batas normal.

"Kelompok volatile food inilah yang perlu kita waspadai kira-kira intervensi apa yang bisa kita lakukan, sehingga tidak menjadi penyumbang yang dominan terhadap inflasi," pungkas Wirajaya.

Baca juga: Jaga inflasi, Gerakan pagan murah digelar di Lombok Utara


Pewarta : Sugiharto Purnama
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2025