Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Lombok Timur memastikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) terendah dari 10 kabupaten/kota di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kepala Bidang PBB P2 Bapenda Lombok Timur Tohri Habibi di Lombok Timur, Selasa mengatakan, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, tarif PBB-P2 diatur menjadi 0,1 persen untuk umum serta 0,08 persen khusus lahan pertanian dari sebelumnya 0,2 persen.

“Kalau dicek ke daerah lain, tidak ada yang serendah Lombok Timur. Untuk sawah tarifnya hanya sekitar Rp15 ribu sampai Rp20 ribu per hektare," katanya.

Ia mengatakan, tetapi ketika lahan tersebut berubah fungsi menjadi bangunan, maka kewajiban pajak meningkat dan tergantung jenis bangunannya.

"Untuk penghitungan PBB, penetapan dilihat dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Bukan menggunakan zona nilai tanah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN)," katanya.

Baca juga: Luar Biasa! Tim Opjar Lotim kumpulkan Rp500 Juta dari penunggak PBB

Bahkan untuk penyesuaian tarif ini pun, dilakukan berdasarkan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan sejak 2019 hingga 2022 telah mengingatkan Pemkab Lombok Timur untuk menyesuaikan NJOP.

“Ada yang naik, ada yang turun. Kenaikan rata-rata terjadi pada objek pajak bangunan, sementara untuk lahan pertanian seperti sawah di beberapa wilayah justru mengalami penurunan,” katanya.

Ia mencontohkan di wilayah Sembalun PBB mengalami penurunan signifikan, dari Rp32 ribu per hektare menjadi Rp15 ribu, dan ketika ada protes dari wajib pajak, pemerintah daerah langsung responsif.

"Kalau ada yang protes, Pemda langsung melakukan penyesuaian,” katanya.

Ia mengatakan, terhadap ada kenaikan beban pajak masyarakat akibat penyesuaian NJOP, hal itu masih dalam batas wajar dan rasional.

“Realisasi penerimaan PBB dari 2023 ke 2024 meningkat 100 persen. Ini membuktikan bahwa aturan baru ini berjalan dengan baik meskipun ada penyesuaian yang berbeda-beda di lapangan,” katanya.

Baca juga: Pungutan PBB bermasalah, Ketua DPRD Lombok Timur siap panggil Bapenda

Sementara itu Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lombok Timur Muksin mengatakan, terkait PBB tersebut pemerintah daerah telah memastikan masyarakat kurang mampu tidak dibebani kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), sebagai bentuk perlindungan pemerintah terhadap warga miskin agar tidak terbebani secara ekonomi.

"Bagi masyarakat miskin yang kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, pemerintah memberikan pembebasan pajak," katanya.

Ia mengatakan, saat ini Lombok Timur tengah berupaya menertibkan administrasi PBB-P2, terutama terkait tunggakan pajak yang mencapai Rp 55 miliar sejak 2014 hingga 2024.

Penagihan ini, dilakukan sesuai instruksi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar keuangan daerah tetap sehat.

“Tunggakan ini ditagih, karena hampir 10 tahun tak ditagih, kalau tidak ditagih, Lombok Timur berisiko kehilangan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) di 2025, termasuk kehilangan hak mendapatkan insentif DAK,” jelasnya.

Baca juga: Tim operasi kejar pajak dibentuk di Lombok Timur

Untuk melakukan penagihan tersebut, menurut Muksin pemerintah daerah membentuk tim Operasi Penagihan Pajak (Opjar) di 21 kecamatan dan telah menuai hasil cukup bagus.

“Bagi yang sudah bayar, tidak boleh ditagih lagi, tinggal kami rapikan datanya," katanya.

Ia mengatakan, kebijakan ini tidak disertai kenaikan tarif pajak. Bahkan, pemerintah daerah menurunkan dan menghapus denda bagi wajib pajak, serta memberikan pembebasan penuh bagi masyarakat miskin.

“Kita ingin uang pajak kembali untuk membangun Lombok Timur, tanpa membebani masyarakat yang tidak mampu,” katanya.

Baca juga: PBB usung Luthfi-Wahid di Pilkada Lombok Timur 2024


Pewarta : Akhyar Rosidi
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2025