Mataram (ANTARA) - Gelaran Pertamina Grand Prix of Indonesia 2025 di Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah, tinggal menunggu hitungan pekan. Agenda besar ini bukan hanya milik MGPA atau ITDC semata, melainkan menjadi wajah yang dipertontonkan Indonesia di panggung dunia.

Tidak berlebihan bila banyak pihak menyebut MotoGP Mandalika sebagai ajang nation branding yang menentukan, sebab dunia tidak hanya menilai kelayakan lintasan, tetapi juga bagaimana tuan rumah menghadirkan pengalaman menyeluruh: aman, tertib, ramah, dan meninggalkan kesan mendalam.

Secara teknis, hampir semua laporan menyebutkan kesiapan sirkuit sudah mendekati sempurna. Paddock, pit lane, area lintasan, hingga perangkat elektronik penunjang balapan dipastikan berada pada kondisi prima. Ratusan marshal sudah dilatih, ribuan relawan siap diterjunkan, bahkan parade pembalap dunia di Kota Mataram pun sudah dijadwalkan untuk menambah magnet publik.

Namun, di balik kesiapan teknis tersebut, ada pekerjaan rumah yang justru lebih mendesak yakni memastikan segala sesuatu yang berada di luar lintasan benar-benar siap menopang sebuah perhelatan kelas dunia.

Hal pertama yang menjadi sorotan adalah kondusivitas keamanan dan kenyamanan sosial. NTB baru saja melewati rangkaian demonstrasi yang sempat berujung anarki dan menodai citra daerah. Dunia internasional tentu tidak melihat aksi itu sebagai dinamika politik lokal semata, tetapi bisa menganggap NTB sebagai daerah yang rawan.

Ini alarm serius. Aparat keamanan, pemerintah daerah, dan masyarakat harus memastikan bahwa tamu asing yang hadir merasa aman setiap detiknya. MotoGP bukan hanya arena balapan, melainkan juga ruang diplomasi budaya; satu insiden saja bisa menghapus kerja keras bertahun-tahun.

Kedua, infrastruktur pendukung pariwisata harus menjadi prioritas nyata. Jalan menuju Mandalika, transportasi umum, shuttle bus, kebersihan kawasan, hingga ketersediaan air bersih adalah kebutuhan mendasar yang sering dianggap remeh.

Jangan sampai penonton yang datang dari jauh harus bergelut dengan kemacetan panjang, kesulitan mencari transportasi, atau kecewa melihat kawasan wisata yang semrawut. Ajang sebesar MotoGP semestinya menjadi momentum untuk menata destinasi, bukan sekadar memoles kosmetik menjelang balapan.

Ketiga, keterlibatan UMKM lokal adalah kunci agar dampak ekonomi terasa nyata. Tanpa ruang yang jelas bagi pelaku usaha kecil, MotoGP akan berakhir sebagai pesta eksklusif yang hanya dinikmati kalangan terbatas.

Penataan zona UMKM harus dilakukan dengan serius, bukan sekadar pemenuhan formalitas. Produk kuliner, kerajinan, hingga kopi khas Lombok-Sumbawa harus benar-benar tampil di garda depan. Dengan cara itu, MotoGP akan menjadi etalase kebanggaan lokal yang dipamerkan ke mata dunia.

Keempat, strategi promosi dan penjualan tiket tidak boleh berjalan setengah hati. Fakta bahwa baru sekitar 30 persen tiket terjual satu bulan menjelang lomba adalah peringatan keras. Persaingan dengan F1 Singapura yang digelar di waktu berdekatan bisa menggerus penonton.

Karena itu, promosi kreatif harus digencarkan, baik di dalam negeri maupun mancanegara. Bundling tiket dengan paket perjalanan, promosi agresif melalui digital platform, kerja sama dengan maskapai dan agen perjalanan, hingga promosi budaya di luar negeri, semuanya harus dilakukan serentak. Tanpa itu, target 121 ribu penonton bisa meleset, dan NTB kehilangan peluang emas menggerakkan roda ekonomi.

MotoGP Mandalika 2025 seharusnya tidak dipandang sebagai acara rutin tahunan. Ia adalah panggung besar untuk membuktikan bahwa NTB mampu menjadi destinasi sport tourism berkelas dunia. Karena itu, kolaborasi lintas sektor menjadi harga mati: pemerintah pusat, pemda, aparat keamanan, pelaku usaha, komunitas, hingga masyarakat biasa, semuanya harus bergerak dengan semangat yang sama.

Pada akhirnya, MotoGP Mandalika adalah cermin NTB di mata dunia. Balapan yang mulus di lintasan tidak akan berarti jika di luar sirkuit masih terjadi kekacauan, pelayanan buruk, atau UMKM terpinggirkan. Inilah waktunya NTB membuktikan diri, bahwa daerah ini bukan hanya tuan rumah yang siap menggelar balapan, melainkan juga mampu menghadirkan pengalaman lengkap yang aman, nyaman, berkesan, dan membanggakan.

MotoGP 2025 adalah ujian sekaligus kesempatan. Jika dikelola dengan serius, NTB akan menuai buah manis berupa citra positif, ekonomi yang tumbuh, dan identitas baru sebagai pusat sport tourism kelas dunia.

Namun bila diabaikan, ia hanya akan menjadi pesta sesaat yang meninggalkan penyesalan. Karena itu, NTB harus berbenah, bukan di lintasan, melainkan di luar lintasan--tempat sesungguhnya kesan dunia dibangun.

Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Garasi jadi paripurna, Aspirasi jangan terbakar lagi
Baca juga: Tajuk: Tambang NTB, Saatnya berhenti main mata
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Dana pokir, integritas dewan dan pelajaran dari gedung yang terbakar
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Temu Bisnis 2025, NTB mantapkan diri jadi rumah investasi
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Spirit Maulid di tengah bara sosial
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Gudang penyimpan, harapan baru untuk petani bawang merah NTB
Baca juga: Tajuk: NTB, Wajah Ramah Indonesia untuk wisata dunia
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Merawat bangsa dengan damai, Mencari solusi bersama
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Membaca makna dibalik api DPRD NTB


Pewarta : Abdul Hakim
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2025