Mataram (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat mengungkapkan dari 16 blok wilayah pertambangan rakyat (WPR) yang sudah disetujui oleh Kementerian ESDM dapat dikelola dengan skema koperasi, terdapat empat blok yang masuk dalam kawasan hutan.

Kepala Bidang Planologi dan Kemanfaatan Hutan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB, Burhan Bono mengatakan, empat blok WPR yang masuk dalam kawasan hutan itu dua di antaranya berada di Kabupaten Lombok Barat dan dua lagi berada di Kabupaten Dompu.

"Itu berada di blok Simbe dan blok Lemer, Sekotong, Lombok Barat dan dua lagi di Kabupaten Dompu," ujarnya di Mataram, Selasa.

Baca juga: Belasan koperasi di NTB mengajukan Izin Pertambangan Rakyat

Ia mengatakan, meski keempat blok WPR tersebut masuk dalam kawasan hutan, secara aturan tidak melanggar. Namun, bila ada usaha yang akan masuk untuk mengelola lahan tersebut, maka terlebih dahulu harus mengurus izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).

"Kalau mau masuk, ada persyaratan-nya, dia harus punya Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dulu, baru bisa mengajukan PPKH. Jadi, dari WPR, terus proses ke IPR baru PPKH. Izin PPKH ini nanti Pak Gubernur yang keluarkan," kata Burhan.

Menurutnya, berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, satu WPR hanya diberikan boleh mengelola 25 hektare. Sementara, untuk koperasi hanya diberikan maksimal 10 hektare.

"Jadi, pengajuan untuk koperasi masing-masing diberikan 10 hektare. Syarat utama untuk mendapatkan PPKH itu harus ada IPR-nya. Karena kalah sudah IPR keluar berarti dia sudah punya dokumen lingkungan, rencana reklamasi, pasca-tambang, sehingga dasar itu kita lanjutkan ke PPKH," terangnya.

Baca juga: Begini penjelasan Gubernur NTB soal penerbitan izin pertambangan rakyat

Oleh karena itu, meski sudah ada IPR, namun PPKH belum ada mereka (koperasi) yang ingin menambang belum bisa beroperasi karena nanti akan berlaku aturan kehutanan.

"Untuk izin PPKH ini tidak lama, mungkin dua bulan sudah keluar. Yang lama itu kita menunggu analisa fungsi dari BPKH Denpasar, Bali," katanya.

Disinggung apakah sudah ada koperasi yang mengajukan izin PPKH. Burhan menyebutkan sampai dengan saat ini belum ada.

"Belum ada masuk ke kami koperasi mana. Kalau sudah ada IPR pasti mereka mengajukan ke kita (kehutanan)," tandas Burhan Bono.

Baca juga: Kapolda dan Gubernur NTB serahkan IPR untuk koperasi tambang

Diketahui pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM telah memberikan izin 16 blok WPR di NTB. Ke 16 blok WPR itu, masing-masing berada di Kabupaten Lombok Barat 5 blok, Sumbawa Barat 3 blok, Sumbawa 3 blok. Kemudian, sisanya berada di Kabupaten Bima dan Dompu.

Sebelumnya Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi NTB mencatat sebanyak 13 koperasi di wilayah itu telah mengajukan IPR, baik melalui sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS) maupun dilakukan secara manual.

Baca juga: Saatnya NTB miliki perda pertambangan rakyat yang berkeadilan

Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas ESDM Provinsi NTB, Iwan Setiawan menyebutkan 13 koperasi yang mengajukan IPR ini tersebar di sejumlah wilayah di NTB, di antaranya Kabupaten Lombok Barat, Sumbawa, Dompu, dan Kabupaten Bima.

Iwan mengatakan, meski telah mengurus IPR, 13 koperasi ini belum ada satu pun yang diberikan izin melakukan penambangan.

"Jadi, ini masih dalam proses pengurusan izin. Karena ada banyak, misalnya dokumen lingkungan UKL-UPL, susunan pengurus sampai dengan dokumen reklamasi pasca-tambang," katanya.

Baca juga: Sebanyak 16 blok tambang rakyat di NTB diusulkan dikelola koperasi


Pewarta : Nur Imansyah
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2025