Mataram (ANTARA) - Dekan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri (Fatepa) Universitas Mataram Dr. Satrijo Saloko dilaporkan ke Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat terkait dugaan membuat keterangan palsu atas penerbitan sanksi disiplin kepada Dr. Ansar dalam status dosen pada fakultas tersebut.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat di Mataram, Kamis, membenarkan adanya laporan yang masih dalam bentuk pengaduan ini.

"Saya cek, baru diterima dan baru distribusi ke subdit," katanya.

Pelapor melalui kuasa hukumnya, Irvan Hadi menjelaskan bahwa langkah hukum ini merupakan tindak lanjut keputusan terlapor yang menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor: 2362/UN18.F10/HK/2025 tertanggal 31 Juli 2025.

SK tersebut berkaitan dengan penjatuhan sanksi disiplin sedang dan berat kepada Ansar dalam bentuk penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun dan pembebasan dari tugas/jabatan paling lama tiga tahun.

Baca juga: Dekan Fatepa Unram digugat ke PTUN atas penjatuhan sanksi seorang dosen

Irvan menduga ada pelanggaran prosedural yang fatal dalam penerbitan SK tersebut. Menurutnya, proses sidang etik terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus dilakukan secara prosedural dan transparan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 dan Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 6 Tahun 2022.

"Klien kami (pelapor) tidak pernah dipanggil secara tertulis oleh atasan langsung (tim pemeriksa) untuk dilakukan pemeriksaan tatap muka. Hasil pemeriksaan pun tidak pernah dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang ditandatangani kedua belah pihak," ucap Irvan.

Menurut dia, prosedural tersebut telah bertentangan dengan Pasal 36 ayat (4) Peraturan BKN Nomor 6 Tahun 2022.

Kliennya pun kaget usai menerima surat undangan pada 14 Agustus 2025 untuk mengambil SK penetapan pelanggaran kode etik pada 15 Agustus 2025.

"Jadi, pemberian hukuman tanpa proses yang benar menunjukkan telah melanggar prosedural pada sidang etik," ujarnya.

Baca juga: Ketika pejabat administrasi bertindak tanpa aturan: Belajar dari kasus sanksi etik di Fatepa Unram

Selain dugaan cacat prosedur, SK tersebut juga dinilai melanggar kewenangan. Penjatuhan sanksi disiplin berat terhadap dosen yang masuk dalam kategori jabatan fungsional, seharusnya menjadi kewenangan Rektor Unram sebagai pejabat pembina kepegawaian.

Atas persoalan ini, Ansar juga tercatat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram pada 16 September 2025. Tak lama setelah gugatan diajukan, Dekan Fatepa Unram menerbitkan Surat Keputusan Nomor: 3127/UN18.F10/HK/2025 pada 03 Oktober 2025, yang menyatakan pembatalan SK hukuman sebelumnya berdasarkan Nomor: 2362/UN18.F10/HK/2025.

"Pembatalan tersebut terbukti dengan dinyatakan bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku melalui kajian tim hukum dan tim advokasi Universitas Mataram tentang gugatan PTUN Mataram," kata Irvan.

Ia menduga terlapor dengan sengaja membuat dan membatalkan SK secara sepihak. Menurut dia, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai keterangan atau fakta palsu dalam dokumen resmi.

"Proses disiplin yang diklaim telah dilakukan padahal tidak, dan keterangan itu memiliki akibat hukum, ini yang kami khawatirkan terindikasi perbuatan melawan hukum dan tindak pidana keterangan palsu sesuai aturan Pasal 242 KUHP," ucap dia.

Dampak dari SK yang telah diterbitkan itu, Ansar mengaku dirugikan secara akademik dan moral. Bahkan dinyatakan tidak lulus sebagai anggota Senat Universitas Mataram Tahun 2025 karena adanya SK tersebut membuat Ansar tidak memenuhi syarat administrasi.

"Kami meminta Polda NTB untuk segera menindaklanjuti perkara ini sebagai contoh preventif dan represif agar warga mematuhi hukum dan menghormati hak orang lain," ujarnya.

Dekan Fatepa Unram Dr. Satrijo Saloko yang dikonfirmasi melalui sambungan telepon atas adanya laporan ini belum memberikan tanggapan.


Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2025