Mataram (ANTARA) - Penahanan tiga mantan pejabat Badan Pendapatan Daerah Lombok Tengah menjadi titik penting dalam pembenahan tata kelola insentif Pajak Penerangan Jalan PPJ. 

Langkah Kejaksaan Negeri Lombok Tengah itu menutup bab penyelidikan awal sekaligus membuka perdebatan baru tentang akuntabilitas pengelolaan pendapatan daerah. 

Temuan BPKP mengenai kerugian negara sementara sebesar Rp1,8 miliar menunjukkan bahwa persoalan ini bukan sekadar penyimpangan administratif, melainkan gejala dari celah struktural yang telah lama dibiarkan.

Insentif kinerja pada dasarnya dirancang sebagai pendorong peningkatan pendapatan. Pada skema PPJ, target sekitar Rp1,4 miliar per bulan dievaluasi setiap triwulan, dengan mekanisme pencairan insentif mengikuti capaian. 

Namun, penyidikan menunjukkan adanya penyaluran yang tidak sesuai regulasi, bahkan dipandang memenuhi unsur perbuatan melawan hukum. 

Ketidaktepatan dokumen dasar, ketidakjelasan tenggat pembayaran, serta penyusunan nota kesepahaman yang muncul belakangan memperlihatkan lemahnya disiplin tata kelola.

Fenomena ini bukan kasus tunggal. Di banyak daerah, mekanisme insentif kerap menjadi ruang abu-abu yang multitafsir. Ketika aturan tidak diperbarui, dokumentasi tidak lengkap, dan pengawasan internal lemah, maka celah penyimpangan tumbuh seiring waktu. 

Pemeriksaan puluhan saksi dalam perkara PPJ Lombok Tengah memperlihatkan bahwa persoalan ini tidak hanya melibatkan satu-dua pejabat, tetapi berkaitan dengan pola sistemik pengelolaan insentif yang berlangsung selama bertahun-tahun.

Skema insentif semestinya berdiri di atas tiga pilar: regulasi yang kuat, pengawasan melekat, dan transparansi. Tanpa itu, insentif justru berubah menjadi ruang kelonggaran yang rentan dimanfaatkan. 

Kasus PPJ membuktikan bahwa ketika mekanisme pembayaran tidak mengikuti aturan, ketika dokumen tidak menjadi pijakan utama, dan ketika transparansi tidak menjadi budaya, maka ruang gelap pengelolaan pendapatan publik tak terhindarkan.

Penegakan hukum terhadap LK, J, dan LBS tentu menjadi langkah awal yang penting. Namun persoalan ini tidak dapat selesai hanya dengan proses pidana. 

Lebih mendasar, pemerintah daerah perlu segera menata ulang regulasi yang mengatur insentif—mulai dari penetapan dasar hukum, mekanisme pencairan, batasan kewenangan, hingga penyimpanan dokumen. 

Nota kesepahaman dengan pihak ketiga seperti PLN harus disusun sejak awal dan menjadi bagian dari kontrol publik.

Pengawasan internal pun harus bergeser dari model reaktif menjadi proaktif. Inspektorat daerah perlu hadir sebagai pendeteksi dini, bukan sekadar pemeriksa setelah pelanggaran terjadi. 

Setiap anomali pola pembayaran dan tren penyimpangan harus dapat terbaca lebih awal melalui sistem digital yang terintegrasi.

Transparansi juga menjadi kebutuhan mendesak. Informasi tentang besaran insentif, penerima, dan mekanisme pencairan perlu dibuka kepada publik untuk memperkuat kepercayaan. PPJ adalah layanan dasar; setiap rupiah yang dialokasikan untuk penerangannya adalah hak masyarakat. 

Ketika dana insentif ini disalahgunakan, yang hilang bukan hanya uang negara, tetapi juga rasa percaya warga terhadap tata kelola pemerintahan.

Kasus PPJ Lombok Tengah menjadi pengingat bahwa integritas birokrasi tidak boleh dikompromikan. Reformasi tata kelola insentif adalah jalan untuk memastikan agar penghargaan kinerja tidak berubah menjadi celah penyimpangan. 

Dengan memperbaiki sistem, memperkuat pengawasan, dan memperluas keterbukaan, pendapatan daerah dapat kembali dipahami sebagai amanah publik yang mesti dijaga dengan penuh tanggung jawab.

Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Bara yang meletup di lintas Bima-Sumbawa
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - LCC dan jejak tata kelola yang hilang
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Kasus NCC dan warisan kelalaian
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Menakar ulang keadilan di kasasi Agus
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Rumah rakyat NTB di tengah badai gratifikasi
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Mencari keseimbangan pembangunan NTB
Baca juga: Buku 'Dari Api ke Aksara' lahir dari ruang redaksi ANTARA NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Luka sunyi perempuan di Bumi Gora
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Jejak efisiensi pupuk di NTB


Pewarta : Abdul Hakim
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2025