Mataram (ANTARA) - Pemerintah terus memperkuat ketahanan pangan melalui berbagai kebijakan dan program yang berpihak pada petani. Ketahanan pangan merupakan salah satu isu strategis yang bersifat fundamental, tidak hanya penting bagi stabilitas ekonomi, tetapi juga bagi kedaulatan suatu wilayah.
Program pembelian gabah oleh Perum BULOG adalah salah satu kebijakan yang diambil dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga pangan.
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menduduki posisi strategis dalam peta pangan nasional sebagai salah satu daerah penghasil beras di Indonesia. NTB termasuk ke dalam sepuluh besar provinsi dengan produksi padi terbesar di seluruh Indonesia.
Keunggulan itu didukung oleh lahan yang subur dan luas serta mayoritas penduduk adalah petani.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi NTB ditopang oleh beberapa kabupaten yakni Lombok Tengah, Sumbawa dan Lombok Timur. Total produksi padi pada 2025 diperkirakan sebanyak 1,70 juta ton gabah kering giling (GKG).
Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebanyak 242,04 ribu ton GKG atau setara 16,65 persen dibandingkan 2024 yang sebanyak 1,45 juta ton GKG.
Jika produksi padi dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, maka produksi beras 2025 diperkirakan sekitar 965,64 ribu ton beras. Jumlah itu mengalami peningkatan sebanyak 137,86 ribu ton beras atau sekitar 16,65 persen dibandingkan produksi beras pada 2024 yang sebanyak 827,79 ribu ton beras.
Melindungi petani
Hasil Survei Ekonomi Pertanian tahun 2024 menyebut sektor pertanian terutama padi di NTB menghadapi sejumlah tantangan struktural yang signifikan terutama keterbatasan modal dan kesulitan pemasaran hasil panen.
Kesulitan pemasaran disebabkan oleh harga gabah yang rendah dan sangat fluktuatif, khususnya pada saat panen raya. Di sisi lain, fluktuasi harga gabah dan beras juga berdampak pada stabilitas harga pangan di tingkat konsumen.
Ketidakseimbangan antara produksi, distribusi, dan cadangan pangan berpotensi memicu gejolak harga, inflasi daerah, serta mengganggu ketahanan pangan masyarakat, terutama kelompok berpendapatan rendah.
Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah hadir untuk melindungi petani sekaligus menjaga stabilitas pangan.
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2025 adalah respon atas kebutuhan tersebut dengan menekankan penguatan pengadaan gabah dan beras dalam negeri, optimalisasi peran Perum BULOG, serta pengelolaan cadangan beras pemerintah (CBP) secara terpadu.
Regulasi tersebut menjadi instrumen penting untuk memastikan penyerapan gabah petani dengan harga yang wajar dan stabil, mengurangi ketergantungan petani pada tengkulak, memperkuat cadangan pangan daerah, serta mendorong perbaikan kesejahteraan petani secara berkelanjutan.
Perum BULOG Kanwil NTB mencatat kinerja gemilang dalam pengadaan gabah dan beras sepanjang tahun 2025. Realisasi penyerapan mencapai 188.754 ton setara beras, atau 103,75 persen dari target.
Angka tersebut berasal dari penyerapan sekitar 320.171 ton GKP dan 17.874 ton beras, dengan kontribusi 5,78 persen terhadap pengadaan nasional yang mencapai 3,21 juta ton setara beras.
Hal ini berdampak pada nilai tukar petani (NTP) NTB yang konsisten berada jauh di atas angka 100 dan terakhir NTP November 2025 sebesar 128,37 atau naik 1,61 persen dibanding NTP bulan sebelumnya, menandakan bahwa kemampuan daya beli dan kesejahteraan petani di NTB cukup baik.
Bagi NTB, kebijakan pengadaan gabah dan beras bukan hanya soal angka serapan, tetapi juga tentang menjaga denyut ekonomi pedesaan.
Saat petani tersenyum karena harga yang adil, roda ekonomi desa berputar, ketahanan pangan daerah menguat, dan kepercayaan publik terhadap kehadiran negara semakin nyata. Salah satu aspek penting dari kebijakan itu adalah sumber pendanaan.
Dari pajak ke masyarakat
Program pembelian gabah oleh pemerintah melalui Perum BULOG Kanwil NTB didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana yang dialokasikan sekitar Rp16,58 triliun untuk pembelian GKP, beras dan peningkatan CBP secara nasional.
Selain alokasi APBN tersebut, pemerintah juga menyediakan tambahan dana sekitar Rp16,6 triliun yang berasal dari redireksi anggaran Badan Pangan Nasional untuk disuntikkan ke Perum BULOG.
Secara keseluruhan, alokasi dana dari APBN dan redireksi anggaran yang disiapkan pemerintah untuk mendukung penyerapan gabah dan beras petani pada 2025 mencapai lebih dari Rp30 triliun.
Kantor Wilayah BULOG NTB menganggarkan sekitar Rp4,2 triliun untuk membeli gabah dan beras petani sepanjang tahun 2025.
Anggaran itu direncanakan untuk menyerap sekitar 350.000 ton setara beras atau sekitar 700.000 ton GKP dengan harga GKP ditingkat petani Rp6.500 per kilogram, sedangkan harga GKG di gudang BULOG Rp8.200 per kilogram dan harga beras medium di gudang BULOG sebesar Rp12.000 per kilogram.
Jika kita telisik lebih dalam, pendanaan tersebut dari penerimaan pajak masyarakat yang dihimpun melalui APBN.
Melalui mekanisme pembelian pemerintah, pajak yang dihimpun dari masyarakat dikembalikan dalam bentuk program strategis yang langsung menyentuh sektor rill, khususnya pertanian sebagai tulang punggung perekonomian daerah
Dana Rp4,2 triliun tersebut tidak hanya digunakan untuk membeli gabah dan beras, tetapi juga menggerakkan roda ekonomi di Nusa Tenggara Barat.
Uang hasil penyerapan gabah langsung mengalir ke petani, memperkuat daya beli rumah tangga, menghidupkan pasar desa, serta menciptakan efek berganda bagi sektor transportasi, penggilingan padi, logistik, dan perdagangan beras.
Keberhasilan program itu tidak dapat dilepaskan dari peran masyarakat sebagai wajib pajak.
Pajak yang dibayarkan oleh pelaku usaha, pekerja, dan masyarakat luas telah kembali dalam bentuk kebijakan yang menyentuh langsung sektor strategis NTB yaitu sektor pertanian.
Dengan memahami kondisi tersebut, masyarakat NTB diharapkan semakin sadar terhadap hak dan kewajiban sebagai warga negara terkhusus dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan.
Hal ini sangat penting, karena masyarakat turut serta memastikan keberlanjutan program perlindungan petani, pembangunan ekonomi NTB, serta penguatan posisi NTB sebagai salah satu lumbung pangan nasional.
Oleh karena itu, sadar pajak bukan sekedar kewajiban administratif, melainkan investasi bersama untuk masa depan NTB. Setiap rupiah yang dibayarkan oleh setiap warga NTB, berkontribusi pada petani yang sejahtera, pangan yang kuat, ekonomi daerah yang tumbuh, dan cita-cita NTB yang makmur mendunia.
Untuk mendukung hal tersebut, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Nusa Tenggara senantiasa siap memberikan asistensi dan sosialisasi bagi masyarakat NTB dalam menunaikan kewajiban perpajakan.
Berbagai layanan perpajakan disediakan, baik secara daring maupun luring guna mendekatkan layanan kepada masyarakat serta memberikan kemudahan, kepastian, dan kenyamanan dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Pajak membangun NTB, pajak menyejahterakan petani dan pajak menguatkan ketahanan pangan. Dari NTB untuk Indonesia, dari petani untuk dunia.
*) Penulis merupakan penyuluh pajak yang bekerja di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Nusa Tenggara.