Denpasar (ANTARA) - Duta Kota Denpasar, Bali melalui Sanggar Printing Mas berhasil mengugah aura magis serta membius ratusan penonton yang berada di panggung terbuka Arda Candra dengan menampilkan garapan sendratari kolosal inovatif berjudul "Legu Gondong" serangkaian ajang Pesta Kesenian Bali ke-41 tahun 2019.
Kesenian sendratari tersebut merupakan puncak apresiasi seni masyarakat Bali. Penonton dibuat berdetak kagum dengan garapan kolosal yang digarap sangat apik dengan melibatkan maestro seni Denpasar ini.
Wakil Wali Kota Denpasar I Gusti jaya Negara Jaya Negara yang hadir bersama istri Antari Negara, Senin berdecak kagum menyaksikan pementasan sendarari kolosal inovatif "Legu Gondong".
Dengan mengambil tema "Legu Gondong", para seniman Kota Denpasar menampilkan sendratari kolosal diawali dengan cerita kesalahpahaman masyarakat terhadap istri sang pendeta di Gria Jero Agung Desa Intaran yang bernama Rangdaning Jero Agung, demikian dijelaskan oleh Koordinator Pementasan Kolosal Printing Mas, I Gede Eka Surya Wirawan.
Lebih lanjut diceritakan, masyarakat Intaran menduga Rangdaning Jero Agung menganut ajaran ilmu hitam (Dharma Pengiwa) yang telah menyebabkan beberapa masyarakat ditimpa wabah penyakit sehingga masyarakat Intaran menjadi ketakutan.
Atas kesepakatan masyarakat melalui rapat desa, maka diputuskan yaitu Rangdaning Jero Agung diusir dari Desa Intaran. Keputusan tersebut disampaikan oleh Ki Bendesa Intaran kepada Rangdaning Jero Agung, maka terjadilah perselisihan.
"Rangdaning Jero Agung tidak terima dengan keputusan tersebut karena beliau tidak pernah merasa melakukan kesalahan kepada masyarakat melalui ilmu hitam yang beliau dalami," kata Eka Surya menjelaskan.
Merasa dirinya dikucilkan oleh masyarakat, Rangdaning Jero Agung pergi ke Pura Dalem Blanjong memohon kepada dewa yang berstana di pura tersebut, supaya sakit hatinya bisa terbalaskan. Dewi Durga pun berkenan dengan permohonan Rangdaning Jero Agung, lalu dianugrahi berupa sisya bernama Legu Gondong.
Legu Gondong inilah yang diperintahkan oleh Rangdaning Jero Agung untuk menyebarkan wabah (gering) yang menyebabkan lebih banyak lagi masyarakat Intaran ditimpa kesakitan bahkan banyak yang meninggal dunia. Sehingga desa Intaran menjadi kacau balau. Peristiwa tersebut disampaikan oleh Ki Bendesa Intaran kepada Sang Raja Kesiman.
Sang Raja bersama mahapatih I Gusti Made Lod (Kaki Poleng Kesiman) segera menyelesaikan masalah tersebut karena keamanan Desa Intaran merupakan tanggung jawab Kerajaan Kesiman.
Kesenian sendratari tersebut merupakan puncak apresiasi seni masyarakat Bali. Penonton dibuat berdetak kagum dengan garapan kolosal yang digarap sangat apik dengan melibatkan maestro seni Denpasar ini.
Wakil Wali Kota Denpasar I Gusti jaya Negara Jaya Negara yang hadir bersama istri Antari Negara, Senin berdecak kagum menyaksikan pementasan sendarari kolosal inovatif "Legu Gondong".
Dengan mengambil tema "Legu Gondong", para seniman Kota Denpasar menampilkan sendratari kolosal diawali dengan cerita kesalahpahaman masyarakat terhadap istri sang pendeta di Gria Jero Agung Desa Intaran yang bernama Rangdaning Jero Agung, demikian dijelaskan oleh Koordinator Pementasan Kolosal Printing Mas, I Gede Eka Surya Wirawan.
Lebih lanjut diceritakan, masyarakat Intaran menduga Rangdaning Jero Agung menganut ajaran ilmu hitam (Dharma Pengiwa) yang telah menyebabkan beberapa masyarakat ditimpa wabah penyakit sehingga masyarakat Intaran menjadi ketakutan.
Atas kesepakatan masyarakat melalui rapat desa, maka diputuskan yaitu Rangdaning Jero Agung diusir dari Desa Intaran. Keputusan tersebut disampaikan oleh Ki Bendesa Intaran kepada Rangdaning Jero Agung, maka terjadilah perselisihan.
"Rangdaning Jero Agung tidak terima dengan keputusan tersebut karena beliau tidak pernah merasa melakukan kesalahan kepada masyarakat melalui ilmu hitam yang beliau dalami," kata Eka Surya menjelaskan.
Merasa dirinya dikucilkan oleh masyarakat, Rangdaning Jero Agung pergi ke Pura Dalem Blanjong memohon kepada dewa yang berstana di pura tersebut, supaya sakit hatinya bisa terbalaskan. Dewi Durga pun berkenan dengan permohonan Rangdaning Jero Agung, lalu dianugrahi berupa sisya bernama Legu Gondong.
Legu Gondong inilah yang diperintahkan oleh Rangdaning Jero Agung untuk menyebarkan wabah (gering) yang menyebabkan lebih banyak lagi masyarakat Intaran ditimpa kesakitan bahkan banyak yang meninggal dunia. Sehingga desa Intaran menjadi kacau balau. Peristiwa tersebut disampaikan oleh Ki Bendesa Intaran kepada Sang Raja Kesiman.
Sang Raja bersama mahapatih I Gusti Made Lod (Kaki Poleng Kesiman) segera menyelesaikan masalah tersebut karena keamanan Desa Intaran merupakan tanggung jawab Kerajaan Kesiman.