Mataram (ANTARA) - Manajemen PT Daerah Maju Bersaing (DMB) beserta investor mitranya PT Multicapital dan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) tengah mematangkan teknis pembelian 10 persen saham PT NNT yang menjadi hak daerah.
"Penandatanganan jual dan beli atau Sales and Purchase Agreement (SPA) 10 persen saham yang segera didivestasi itu sudah dilakukan dan kini ditindaklanjuti dengan pematangan teknis pembelian saham itu," kata Direktur Utama (Dirut) PT DMB Andy Hadianto yang dihubungi dari Mataram, Ahad.
Penandatanganan SPA dilakukan di Jakarta antara PT NNT dan PT Multi Daerah Bersaing yang merupakan perusahaan patungan PT DMB dengan PT Multi Capital selaku anak usaha Bakrie Group.
Hadianto mengatakan dalam rapat koordinasi dengan PT NNT pada 5 Oktober lalu di Senggigi, Lombok Barat, NTB, sempat dibahas tiga hal pokok dalam proses divestasi 10 persen saham itu.
Ketiga hal pokok itu adalah pihak yang membeli saham tersebut, penetapan harga saham, dan teknis pembelian saham.
"Siapa yang akan membeli saham dan penetapan harga saham sudah dituntaskan sebelum penandatanganan perjanjian jual beli 10 persen saham itu, sehingga yang perlu dimatangkan saat ini yakni teknis pembelian saham tersebut," ujarnya.
Menurut Hadianto, terdapat dua cara pembayaran saham yakni menggunakan skema pembelian langsung, yaitu PT DMB langsung membayar sesuai nilai 10 persen saham itu atau akan dititipkan ke bank penampung dana itu.
Nilai 10 persen saham PT NNT sebesar 391 juta dolar AS atau setara dengan Rp4,1 triliun lebih.
Namun, PT NNT berkomitmen memberi tambahan dana pemberdayaan masyarakat atau Corporate Social Responsibilty (CSR) senilai 38 juta dolar AS.
"Cara mana yang akan dipakai itu yang tengah dimatangkan bersama, tetapi semuanya segera rampung karena batas waktu penyelesaian divestasi 12 Nopember mendatang," ujarnya.
Hadianto menambahkan Pemerintah dan PT NNT sudah menyepakati harga 14 persen saham divestasi 2008 dan 2009 mengacu pada harga aset 3,52 miliar dolar AS atau lebih rendah dibandingkan 2006 yang mencapai 3,63 miliar dolar AS dan 2007 sebesar 4,03 miliar dolar AS.
Nilai tujuh persen saham PT NNT pada 2008 dan tujuh persennya lagi untuk 2009 ditetapkan manajemen PT NNT sebesar 493,6 juta dolar AS atau setara dengan sekitar Rp5 triliun lebih.
Kendati demikian, untuk pembelian 14 persen saham itu juga masih harus dilakukan pertemuan koordinasi yang melibatkan semua pihak terkait.
Pada rapat koordinasi 3 November lalu di Jakarta, pemerintah pusat setuju melibatkan konsorsium PT Aneka Tambang Tbk (Antam) sebagai pembeli 14 persen saham divestasi PT NNT itu.
Namun, pemerintah tetap memutuskan Pemda di NTB sebagai "lead" pembelian sebagian sahan PT NNT itu meskipun ada keterlibatan PT Antam dalam pembelian saham Newmont.
PT NNT beroperasi berdasarkan Kontrak Karya (KK) yang ditandatangani pada 2 Desember 1986, namun tahapan konstruksi proyek Batu Hijau itu baru dimulai pada 1996.
Perusahaan tambang patungan itu beroperasi penuh mulai Maret 2000 dan akan berakhir 2020.
Sejauh ini, 80 persen saham PT NNT dimiliki Nusa Tenggara Partnership (45 persen saham milik Newmont Indonesia Limited dan 35 persen milik Nusa Tenggara Mining Corporation), dan 20 persen PT Pukuafu Indah.
Jika 10 persen saham PT NNT dikuasai DMB dan mitra investornya dan 14 persen saham lainnya dikuasai oleh DMB dan PT Antam maka kepemilikan saham Indonesia di perusahaan tambang itu sebesar 44 persen atau hampir setengah dari total saham.(*)
"Penandatanganan jual dan beli atau Sales and Purchase Agreement (SPA) 10 persen saham yang segera didivestasi itu sudah dilakukan dan kini ditindaklanjuti dengan pematangan teknis pembelian saham itu," kata Direktur Utama (Dirut) PT DMB Andy Hadianto yang dihubungi dari Mataram, Ahad.
Penandatanganan SPA dilakukan di Jakarta antara PT NNT dan PT Multi Daerah Bersaing yang merupakan perusahaan patungan PT DMB dengan PT Multi Capital selaku anak usaha Bakrie Group.
Hadianto mengatakan dalam rapat koordinasi dengan PT NNT pada 5 Oktober lalu di Senggigi, Lombok Barat, NTB, sempat dibahas tiga hal pokok dalam proses divestasi 10 persen saham itu.
Ketiga hal pokok itu adalah pihak yang membeli saham tersebut, penetapan harga saham, dan teknis pembelian saham.
"Siapa yang akan membeli saham dan penetapan harga saham sudah dituntaskan sebelum penandatanganan perjanjian jual beli 10 persen saham itu, sehingga yang perlu dimatangkan saat ini yakni teknis pembelian saham tersebut," ujarnya.
Menurut Hadianto, terdapat dua cara pembayaran saham yakni menggunakan skema pembelian langsung, yaitu PT DMB langsung membayar sesuai nilai 10 persen saham itu atau akan dititipkan ke bank penampung dana itu.
Nilai 10 persen saham PT NNT sebesar 391 juta dolar AS atau setara dengan Rp4,1 triliun lebih.
Namun, PT NNT berkomitmen memberi tambahan dana pemberdayaan masyarakat atau Corporate Social Responsibilty (CSR) senilai 38 juta dolar AS.
"Cara mana yang akan dipakai itu yang tengah dimatangkan bersama, tetapi semuanya segera rampung karena batas waktu penyelesaian divestasi 12 Nopember mendatang," ujarnya.
Hadianto menambahkan Pemerintah dan PT NNT sudah menyepakati harga 14 persen saham divestasi 2008 dan 2009 mengacu pada harga aset 3,52 miliar dolar AS atau lebih rendah dibandingkan 2006 yang mencapai 3,63 miliar dolar AS dan 2007 sebesar 4,03 miliar dolar AS.
Nilai tujuh persen saham PT NNT pada 2008 dan tujuh persennya lagi untuk 2009 ditetapkan manajemen PT NNT sebesar 493,6 juta dolar AS atau setara dengan sekitar Rp5 triliun lebih.
Kendati demikian, untuk pembelian 14 persen saham itu juga masih harus dilakukan pertemuan koordinasi yang melibatkan semua pihak terkait.
Pada rapat koordinasi 3 November lalu di Jakarta, pemerintah pusat setuju melibatkan konsorsium PT Aneka Tambang Tbk (Antam) sebagai pembeli 14 persen saham divestasi PT NNT itu.
Namun, pemerintah tetap memutuskan Pemda di NTB sebagai "lead" pembelian sebagian sahan PT NNT itu meskipun ada keterlibatan PT Antam dalam pembelian saham Newmont.
PT NNT beroperasi berdasarkan Kontrak Karya (KK) yang ditandatangani pada 2 Desember 1986, namun tahapan konstruksi proyek Batu Hijau itu baru dimulai pada 1996.
Perusahaan tambang patungan itu beroperasi penuh mulai Maret 2000 dan akan berakhir 2020.
Sejauh ini, 80 persen saham PT NNT dimiliki Nusa Tenggara Partnership (45 persen saham milik Newmont Indonesia Limited dan 35 persen milik Nusa Tenggara Mining Corporation), dan 20 persen PT Pukuafu Indah.
Jika 10 persen saham PT NNT dikuasai DMB dan mitra investornya dan 14 persen saham lainnya dikuasai oleh DMB dan PT Antam maka kepemilikan saham Indonesia di perusahaan tambang itu sebesar 44 persen atau hampir setengah dari total saham.(*)