Mataram, 20/11 (ANTARA) - Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terus berupaya meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas pangan strategis yang berkelanjutan sebagai langkah antisipasi dini terhadap ancaman ketahanan pangan di masa mendatang.

        Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi NTB, Husnanidiaty Nurdin mengatakan di Mataram, Jumat, peningkatan komoditas pangan itu merupakan bagian dari upaya menyikapi tantangan pembangunan ketahanan pangan menyusul meningkatnya harga pangan dunia, harga BBM, 'global warming', yang memicu bencana dan kasus gizi buruk.

        Husnanidiaty mengatakan, salah satu upaya peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pangan strategis berkelanjutan adalah program bangkit kedelai karena komoditi itu cukup diminati masyarakat NTB.

        Program bangkit kedelai perlu dilaksanakan karena ada penurunan produksi kedelai yakni pada 2007 hanya 67.682 ton yang diakibatkan oleh penurunan luas panen. Sementara luas areal yang pada 2006 seluas 95.278 hektar pada 2007 turun menjadi 56.901 hektar. Produksi kedelai pada 2006 mencapai 108.640 ton.

        BKP NTB mengacu pada data Badan Pusat Ststistik (BPS) setempat yakni produksi kedelai pada 2005 mencapai 106.682 ton dan meningkat menjadi 108.640 ton pada 2006, namun menurun menjadi 67.682 ton pada 2007.

        Diasumsi jika tidak dintervensi dengan berbagai program antisipasi maka dikhwatirkan produktivitas kedelai di NTB terus menurun, katanya.

        Komoditas pangan strategis dan berkelanjutan lainnya di NTB yang patut ditingkatkan produksi dan produktivitasnya yakni padi dan jagung serta daging.        
   Produksi padi pada 2007 mencapai 1.502.270 ton juga, turun dibanding 2006 yang mencapai 1.552.627 ton. Sementara produksi padi pada 2003 hingga 2005 berkisar antara 1,3 juta hingga 1,4 juta ton.

        Produksi padi NTB pada 2008 meningkat menjadi 1.718.274 ton GKG atau lebih tinggi dari target pruduksi padi nasional untuk NTB 1.694.985 ton GKG dari target total produksi padi nasional 58,26 juta ton GKG pada areal panen seluas 12,29 juta hektar dengan tingkat produktivitas 4,73 ton/hektar.

        Sementara produksi jagung mengalami peningkatan dari 64.228 ton pada 2003 menjadi 71.275 ton pada 2004, meningkat lagi menjadi 96.458 ton pada 2005 dan 103.963 ton pada 2006 serta 114.202 ton 2007.

        Peningkatan produksi itu disebabkan bertambahnya luas panen dan produktivitas jagung. Pada 2007 luas panen jagung mencapai 42.955 hektar, naik sebanyak 2.338 hektar (5,8 persen).

        Sementara produktivitasnya mencapai 28,08 kwintal per hektar atau naik 9,7 persen dari 25,60 kwintal per hektar pada 2006. Produksi jagung 2008 sebesar 168.161 ton pipilan kering atau meningkat sebesar 47.550 ton (39,4 persen) dibanding 2007.

        Produksi daging juga meningkat dari 22.341 ton pada 2004 naik  menjadi 23.749 ton pada 2005 dan mencapai 25.152 ton pada 2006.

        Husnanidiaty menambahkan, langkah antisipasi dini lainnya berupa peningkatan efesiensi dan efektivitas distribusi pangan seperti pemantauan harga pangan pokok, pengembangan cadangan pangan masyarakat atau lumbung pangan dan program beras untuk keluarga miskin (raskin).

        Juga program tindakan tanggap darurat seperti penyediaan cadangan pangan/tanggap darurat, bantuan benih dan saprodi, penanganan daerah rawan pangan (PDRP) serta keterlibatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta melalui 'Corporate Social Responsibility' (CSR).

        Kalau penanganan jangka panjang di bidang ketahanan pangan, selain menerapkan program dilandasi prinsip pemberdayaan masyarakat, juga dilaksanakan program PIDRA, desa mandiri pangan dan percepatan diversifikasi konsumsi pangan, ujarnya.(*)
 


Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024