Perserikatan Bangsa Bangsa (ANTARA/AFP) - Israel diserang berbagai pihak dalam sidang darurat PBB Kamis waktu AS (Jumat pagi WIB) karena melecehkan hukum internasional menyusul serangan militer mautnya di Jalur Gaza, termasuk dengan menyerang rumah sakit, media massa dan gedung-gedung PBB.
"Gaza berkobar-kobar terbakar. Kawasan itu telah telah berubah menjadi neraka yang terbakar," kata Presiden Majelis Umum PBB ke -192, Miguel d'Escoto Brockmann dari Nicaragua.
"Pelanggaran hukum internasional yang melekat dalam serangan Gaza tercatat sangat baik: hukuman kolektif; penggunaan (kekuatan) militer yang sangat berlebihan; serangan terhadap warga sipil termasuk rumah-rumah, masjid-masjid, universitas-universitas, sekolah-sekolah," papar Miguel.
Sidang darurat Majelis Umum PBB yang dimintakan 118 anggota PBB yang tergabung dalam gerakan Non Blok, dilangsungkan setelah upaya Israel menghadang penyelenggaraan sidang dengan alasan soal prosedur gagal diterima forum.
Sejak Israel melancarkan Operation Cast Lead pada 27 Desember 2008 untuk menghentikan serangan roket Hamas, lebih dari 1.100 orang Palestina termasuk 355 anak-anak, terbunuh dan setidaknya 5.000 orang terluka, demikian keterangan para petugas kesehatan di Gaza.
Deputi Sekretaris Jenderal PBB Asha-Rose Migiro menyatakan saat ini Sekretaris Jenderal Ban Ki-moon tengah mengunjungi Israel untuk menyampaikan "protes keras dan kemarahannya" untuk kemudian menuntut penjelasan (pemerintah Israel) setelah Israel menembak hingga meluluhlantakan kantor PBB di Gaza dan menembaki gudang-gudang tempat penyimpanan bantuan yang sangat dibutuhkan (warga dan aktivis bantuan).
Serangan-serangan Israel telah membakar sisi sebuah rumah sakit dan melukai dua kamerawan dalam sebuah gedung yang menjadi tempat media massa internasional dan Arab (berbasis meliput Gaza).
Para duta besar negara-negara di PBB menunjukkan kecemasan sangat mendalam terhadap serangan-serangan terakhir Israel ke Gaza.
Perdana Menteri Israel Ehud Olmert menyatakan pasukannya membom kantor PBB untuk membalas tembakan yang datang dari arah gedung (dimana PBB berada), sebuah tuduhan yang dibantah keras oleh UNRWA, sebuah badan PBB.
Dari satu pembicara ke pembicara dalam sidang darurat MU PBB ini kritik silih berganti menyerang serangan terakhir Israel ke Gaza.
Mewakili Uni Eropa, Duta Besar Ceko untuk PBB Martin Palous menyatakan blok Eropa beranggotakan 27 negara "memprotes keras dan mengungkapkan kemarahannya atas berondongan tembakan Israel ke kantor PBB di Jalur Gaza dan menegaskan bahwa fakta itu telah diklarifikasi (benar)."
Miguel D'Escoto menyayangkan fakta bahwa ofensif Israel yang dilancarkan untuk menghentikan serangan militan Palestina yang kini memasuki hari ke-20, terus berlanjut padahal sudah ada seruan gencatan senjata minggu lalu dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB.
Seruan yang tercantum dalam Resolusi 1860 itu sejauh ini sengaja diabaikan baik oleh Israel maupun Hamas yang menguasai Gaza.
"Bagi saya ini ironis bahwa Israel, sebuah negara (yang mempunyai keistimewaan) lebih dari negara-negara manapun (karena) mengantungi sebuah resolusi Majelis Umum (tahun 1948) yang mengesahkan keberadaannya, malah menghinakan resolusi-resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa," tandas D'Escoto.
"Pernyataan terakhir Perdana Menteri Olmert dengan mengingkari kewenangan Resolusi 1860 jelas menempatkan Israel sebagai sebuah negara yang melawan hukum internasional dan Perserikatan Bangsa Bangsa," tambahnya.
Untuk memenuhi permintaan sejumlah negara anggota Majelis Umum, Miguel D'Escoto membagikan sebuah rancangan resolusi tak berjilid yang menuntut adanya penghormatan penuh terhadap Resolusi 1860 dan menyerukan Dewan Keamanan menjamin "pelaksaan penuh dan segera resolusi tersebut."
Dubes Israel untuk PBB Gabriela Shalev mengatakan Majelis Umum mengadakan sidang dengan melanggar ketentuannya sendiri, dengan menyatakan berdasarkan Piagam PBB, Majelis tidak boleh melibatkan diri dalam satu isu yang sedang dibahas oleh Dewan Keamanan yang sesungguhnya lebih berkuasa.
Dia meninggalkan ruang sidang dengan menyebutnya sebagai sebuah upaya yang sinis, penuh kebencian dan telah dipolitisasi untuk mendelegitimasi hak fundamental Israel dalam melindungi warga negaranya.
Namun, Dubes Iran Mohammad Khazaee menyerang Israel dengan mengatakan aksi Israel di Gaza itu adalah genosida dan kejahatan melawan kemanusiaan seraya menyebut negara Yahudi itu tidak layak menjadi anggota PBB.
Sementara Dubes Malaysia Hamidon Ali mengusulkan resolusi yang diajukan Majelis harus berisi seruan gencatan senjata, penarikan mundur secepatnya tentara Israel dari Gaza, penghentian blokade Israel ke kantong Palestina itu dan mengizinkan bantuan kemanusiaan sampai ke para korban konflik.
"Resolusi ini juga mesti menyeru pembentukan sebuah pengadilan (kejahatan perang) untuk menuntut siapapun yang bertanggungjawab dalam kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Akhirnya segala sanksi harus diterapkan tanpa kecuali," tegas Dubes Malaysia ini.
Sidang darurat Majelis Umum ini akan dilanjutkan Jumat (Sabtu WIB).
Israel mengajukan syarat pengakhiran perangnya melawan Hamas di Gaza jika ada jaminan internasional bahwa para pejuang Palestina tidak lagi mempersenjatai diri dengan menyelundupkan senjata dari Mesir dan menghentikan serangan roketnya dari kantong Palestina. (*)
"Gaza berkobar-kobar terbakar. Kawasan itu telah telah berubah menjadi neraka yang terbakar," kata Presiden Majelis Umum PBB ke -192, Miguel d'Escoto Brockmann dari Nicaragua.
"Pelanggaran hukum internasional yang melekat dalam serangan Gaza tercatat sangat baik: hukuman kolektif; penggunaan (kekuatan) militer yang sangat berlebihan; serangan terhadap warga sipil termasuk rumah-rumah, masjid-masjid, universitas-universitas, sekolah-sekolah," papar Miguel.
Sidang darurat Majelis Umum PBB yang dimintakan 118 anggota PBB yang tergabung dalam gerakan Non Blok, dilangsungkan setelah upaya Israel menghadang penyelenggaraan sidang dengan alasan soal prosedur gagal diterima forum.
Sejak Israel melancarkan Operation Cast Lead pada 27 Desember 2008 untuk menghentikan serangan roket Hamas, lebih dari 1.100 orang Palestina termasuk 355 anak-anak, terbunuh dan setidaknya 5.000 orang terluka, demikian keterangan para petugas kesehatan di Gaza.
Deputi Sekretaris Jenderal PBB Asha-Rose Migiro menyatakan saat ini Sekretaris Jenderal Ban Ki-moon tengah mengunjungi Israel untuk menyampaikan "protes keras dan kemarahannya" untuk kemudian menuntut penjelasan (pemerintah Israel) setelah Israel menembak hingga meluluhlantakan kantor PBB di Gaza dan menembaki gudang-gudang tempat penyimpanan bantuan yang sangat dibutuhkan (warga dan aktivis bantuan).
Serangan-serangan Israel telah membakar sisi sebuah rumah sakit dan melukai dua kamerawan dalam sebuah gedung yang menjadi tempat media massa internasional dan Arab (berbasis meliput Gaza).
Para duta besar negara-negara di PBB menunjukkan kecemasan sangat mendalam terhadap serangan-serangan terakhir Israel ke Gaza.
Perdana Menteri Israel Ehud Olmert menyatakan pasukannya membom kantor PBB untuk membalas tembakan yang datang dari arah gedung (dimana PBB berada), sebuah tuduhan yang dibantah keras oleh UNRWA, sebuah badan PBB.
Dari satu pembicara ke pembicara dalam sidang darurat MU PBB ini kritik silih berganti menyerang serangan terakhir Israel ke Gaza.
Mewakili Uni Eropa, Duta Besar Ceko untuk PBB Martin Palous menyatakan blok Eropa beranggotakan 27 negara "memprotes keras dan mengungkapkan kemarahannya atas berondongan tembakan Israel ke kantor PBB di Jalur Gaza dan menegaskan bahwa fakta itu telah diklarifikasi (benar)."
Miguel D'Escoto menyayangkan fakta bahwa ofensif Israel yang dilancarkan untuk menghentikan serangan militan Palestina yang kini memasuki hari ke-20, terus berlanjut padahal sudah ada seruan gencatan senjata minggu lalu dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB.
Seruan yang tercantum dalam Resolusi 1860 itu sejauh ini sengaja diabaikan baik oleh Israel maupun Hamas yang menguasai Gaza.
"Bagi saya ini ironis bahwa Israel, sebuah negara (yang mempunyai keistimewaan) lebih dari negara-negara manapun (karena) mengantungi sebuah resolusi Majelis Umum (tahun 1948) yang mengesahkan keberadaannya, malah menghinakan resolusi-resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa," tandas D'Escoto.
"Pernyataan terakhir Perdana Menteri Olmert dengan mengingkari kewenangan Resolusi 1860 jelas menempatkan Israel sebagai sebuah negara yang melawan hukum internasional dan Perserikatan Bangsa Bangsa," tambahnya.
Untuk memenuhi permintaan sejumlah negara anggota Majelis Umum, Miguel D'Escoto membagikan sebuah rancangan resolusi tak berjilid yang menuntut adanya penghormatan penuh terhadap Resolusi 1860 dan menyerukan Dewan Keamanan menjamin "pelaksaan penuh dan segera resolusi tersebut."
Dubes Israel untuk PBB Gabriela Shalev mengatakan Majelis Umum mengadakan sidang dengan melanggar ketentuannya sendiri, dengan menyatakan berdasarkan Piagam PBB, Majelis tidak boleh melibatkan diri dalam satu isu yang sedang dibahas oleh Dewan Keamanan yang sesungguhnya lebih berkuasa.
Dia meninggalkan ruang sidang dengan menyebutnya sebagai sebuah upaya yang sinis, penuh kebencian dan telah dipolitisasi untuk mendelegitimasi hak fundamental Israel dalam melindungi warga negaranya.
Namun, Dubes Iran Mohammad Khazaee menyerang Israel dengan mengatakan aksi Israel di Gaza itu adalah genosida dan kejahatan melawan kemanusiaan seraya menyebut negara Yahudi itu tidak layak menjadi anggota PBB.
Sementara Dubes Malaysia Hamidon Ali mengusulkan resolusi yang diajukan Majelis harus berisi seruan gencatan senjata, penarikan mundur secepatnya tentara Israel dari Gaza, penghentian blokade Israel ke kantong Palestina itu dan mengizinkan bantuan kemanusiaan sampai ke para korban konflik.
"Resolusi ini juga mesti menyeru pembentukan sebuah pengadilan (kejahatan perang) untuk menuntut siapapun yang bertanggungjawab dalam kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Akhirnya segala sanksi harus diterapkan tanpa kecuali," tegas Dubes Malaysia ini.
Sidang darurat Majelis Umum ini akan dilanjutkan Jumat (Sabtu WIB).
Israel mengajukan syarat pengakhiran perangnya melawan Hamas di Gaza jika ada jaminan internasional bahwa para pejuang Palestina tidak lagi mempersenjatai diri dengan menyelundupkan senjata dari Mesir dan menghentikan serangan roketnya dari kantong Palestina. (*)