Mataram (ANTARA) - Pengguna ponsel kini bisa memeriksa status legalitas gadget dengan memasukkan nomor International Mobile Equipment Identity (IMEI) pada laman https://kemenperin.go.id/imei/ yang sudah bisa digunakan sejak Rabu (7/8).
Sebelum masuk ke laman Kemenperin, pemilik ponsel cukup mencatat nomor IMEI yang didapatkan dengan mengetuk *#06#, atau pada menu "about" di ponsel Anda.
Usai mendapatkan nomor IMEI, pemilik ponsel cukup memasukkan nomor IMEI pada laman tersebut, kemudian jika ponsel terdaftar maka akan muncul keterangan "IMEI terdaftar di database Kemenperin."
Namun apabila keterangan yang muncul adalah "IMEI tidak terdaftar di database Kemenperin," maka kemungkinan ponsel Anda belum terdaftar atau diduga ilegal dari black market (BM).
Kendati demikian, pemilik ponsel tidak perlu khawatir karena Kemenperin menjelaskan bahwa ponsel black market yang dibeli sebelum tanggal pemberlakuan regulasi pada 17 Agustus akan mendapatkan pemutihan.
Namun, jika membeli ponsel ilegal setelah 17 Agustus maka akan terblokir karena IMEI yang tidak terdaftar.
Selain itu, pemerintah juga mencanangkan waktu selama enam bulan hingga 2020 untuk persiapan database yang tersinkronisasi dengan operator.
Sebelum masuk ke laman Kemenperin, pemilik ponsel cukup mencatat nomor IMEI yang didapatkan dengan mengetuk *#06#, atau pada menu "about" di ponsel Anda.
Usai mendapatkan nomor IMEI, pemilik ponsel cukup memasukkan nomor IMEI pada laman tersebut, kemudian jika ponsel terdaftar maka akan muncul keterangan "IMEI terdaftar di database Kemenperin."
Namun apabila keterangan yang muncul adalah "IMEI tidak terdaftar di database Kemenperin," maka kemungkinan ponsel Anda belum terdaftar atau diduga ilegal dari black market (BM).
Kendati demikian, pemilik ponsel tidak perlu khawatir karena Kemenperin menjelaskan bahwa ponsel black market yang dibeli sebelum tanggal pemberlakuan regulasi pada 17 Agustus akan mendapatkan pemutihan.
Namun, jika membeli ponsel ilegal setelah 17 Agustus maka akan terblokir karena IMEI yang tidak terdaftar.
Selain itu, pemerintah juga mencanangkan waktu selama enam bulan hingga 2020 untuk persiapan database yang tersinkronisasi dengan operator.