Mataram (ANTARA) - Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Provinsi Nusa Tenggara Barat, menyatakan kecewa anggota DPRD dari PPP Kota Mataram bergabung dengan Fraksi Partai Golkar.
"Bergabung dengan partai besar sama saja merugikan partai karena kita tidak pernah dihitung. Ini sama saja kita besarkan Partai Golkar bukan PPP di lembaga dewan," kata Ketua I DPW PPP Provinsi NTB H Muzihir saat ditemui di Kantor Wali Kota Mataram, di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Senin.
Menurutnya, bergabungnya PPP di DPRD Kota Mataram tanpa melalui koordinasi DPW. Semestinya jika para anggota dewan yang terpilih dari PPP tidak bisa melobi partai-partai lain, bisa berkoordinasi dengan DPW.
DPW bisa melakukan koordinasi atau melobi ke partai-partai lain seperti PAN, PKB, PKPI atau partai lainnya yang mendapatkan kursi kecil sehingga PPP bisa tetap mendominasi.
"Tapi kalau kita bergabung dengan partai besar apa yang kita dapat, karena tidak ada ketergantungan. Golkar sudah punya 9 kursi, jadi bisa dikatakan tidak butuh partai lain lagi," ujarnya.
Muzihir menilai, keputusan bergabung dengan Partai Golkar itu tidak ada untungnya bagi partai, sebaliknya merugikan karena PPP tidak akan pernah diperhitungkan.
Sekarang, katanya, PPP di DPRD Mataram seperti hanya menjadi penumpang. Padahal suara PPP berada pada peringkat ketiga di NTB dan hanya di Kota Mataram yang anjlok.
"Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur dan Bima, PPP berhasil menjadi pimpinan. Tapi kok Mataram anjlok dan kini menjadi penumpang. Padahal PPP biasa jadi sopir," katanya.
Kemungkinan koalisi fraksi berlanjut ke koalisi Pilkada Kota Mataram 2020, H Muzihir yang juga menjadi anggota DPRD Provinsi NTB mengatakan, kemungkinan itu bisa terjadi.
"Tapi masih terlalu jauh," katanya.
"Bergabung dengan partai besar sama saja merugikan partai karena kita tidak pernah dihitung. Ini sama saja kita besarkan Partai Golkar bukan PPP di lembaga dewan," kata Ketua I DPW PPP Provinsi NTB H Muzihir saat ditemui di Kantor Wali Kota Mataram, di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Senin.
Menurutnya, bergabungnya PPP di DPRD Kota Mataram tanpa melalui koordinasi DPW. Semestinya jika para anggota dewan yang terpilih dari PPP tidak bisa melobi partai-partai lain, bisa berkoordinasi dengan DPW.
DPW bisa melakukan koordinasi atau melobi ke partai-partai lain seperti PAN, PKB, PKPI atau partai lainnya yang mendapatkan kursi kecil sehingga PPP bisa tetap mendominasi.
"Tapi kalau kita bergabung dengan partai besar apa yang kita dapat, karena tidak ada ketergantungan. Golkar sudah punya 9 kursi, jadi bisa dikatakan tidak butuh partai lain lagi," ujarnya.
Muzihir menilai, keputusan bergabung dengan Partai Golkar itu tidak ada untungnya bagi partai, sebaliknya merugikan karena PPP tidak akan pernah diperhitungkan.
Sekarang, katanya, PPP di DPRD Mataram seperti hanya menjadi penumpang. Padahal suara PPP berada pada peringkat ketiga di NTB dan hanya di Kota Mataram yang anjlok.
"Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur dan Bima, PPP berhasil menjadi pimpinan. Tapi kok Mataram anjlok dan kini menjadi penumpang. Padahal PPP biasa jadi sopir," katanya.
Kemungkinan koalisi fraksi berlanjut ke koalisi Pilkada Kota Mataram 2020, H Muzihir yang juga menjadi anggota DPRD Provinsi NTB mengatakan, kemungkinan itu bisa terjadi.
"Tapi masih terlalu jauh," katanya.