Mataram (ANTARA) - Pengamat hukum Pidana dari Universitas Riau, DR. Erdianto Effendy mengatakan, kejahatan asusila di negara RI ini masih saja marak, sudah saatnya kini negara dengan tegas perlu mengatur dan membatasi akses internet terhadap konten-konten asusila dan porno tersebut.

"Kebijakan ini diperlukan terkait kejahatan pornografi berdampak psikologi yang membuat mereka yang suka menikmati konten porno terobsesi untuk mewujudkan dalam bentuk nyata atau mencari cara untuk melampiaskan imajinasi yang terinspirasi dari konten porno tersebut," kata Erdianto di Pekanbaru, Senin.

Menurut Erdianto, begitu dahsyatnya dampak dari kejahatan pornografi tersebut justru memberikan akibat lanjutannya adalah meningkatnya kekerasan seksual mulai bentuk verbal dengan kata-kata, sentuhan-sentuhan sampai ke yang paling kejam yaitu tindak kekerasan seksual atau perkosaan.

Korbannya, katanya lagi selain dirugikan secara materi, juga dirugikan secara mental dan mereka sulit untuk kembali bisa hidup normal seperti warga sebelumnya.

"Menyikapi kasus demikian, maka diperlukan adanya pengawasan oleh Kementerian Kominfo, serta penegakan hukum dengan tegas terhadap distribusi konten yang melanggar kesusilaan dan pornografi tersebut," katanya.

Ia mengatakan, bahwa Kementerian Kominfo perlu serius mengawasi, membatasi dan mendukung penegakan hukum dengan menyediakan tenaga ahli untuk membantu proses penegakan hukum terkait kejahatan asusila tersebut.

Sementara itu definisi, patokan dan batasan asusila, yaitu segala perbuatan yang melanggar perasaan kesusilaan dan kesopanan di tengah masyarakat.

Kendati memang, katanya lagi, perasaan kesopanan di tiap masyarakat berbeda tergantung daerahnya, karena itu dikembalikan kepada perasaan kesusilaan masyarakat.

"Namun demikian kebijakan yang paling penting yaitu pembatasan akses internet, pengawasan penggunaan dan distribusi, penegakan hukum terhadap pelanggar negara perlu mengaturnya karena tugas negara adalah melindungi warganya," katanya.

 

Pewarta : Antara
Editor : Ihsan Priadi
Copyright © ANTARA 2024