Mataram (ANTARA) - Komandan Satuan Tugas Terpadu Rehabilitasi dan Rekonstruksi pascagempa di Nusa Tenggara Barat, Kolonel Czi Ahmad Rizal Ramdhani menegaskan pihaknya akan menjemput aplikator-aplikator bermasalah yang pulang ke daerahnya sebelum menyelesaikan tanggung jawab pembangunan perumahan tahan gempa.
"Ada beberapa aplikator yang kembali ke daerahnya, tapi pekerjaan belum selesai. Nanti kami jemput ke daerahnya," kata Rizal di Mataram, Senin.
Ia mengatakan aplikator rumah tahan gempa tersebut sudah menjalin kesepakatan dengan kelompok masyarakat (pokmas) untuk membangun kembali rumah warga yang rusak akibat gempa bumi pada 2018.
Namun, dalam perjalanannya ada beberapa aplikator yang meninggalkan tanggung jawab setelah menerima dana pembangunan dari pokmas.
Temuan tersebut, kata dia, sudah dibahas dengan jajaran Badan Penanggulangan Bencana Nasional, pemerintah daerah terdampak gempa, dan Kepolisian Daerah NTB.
"Sesuai dengan temuan-temuan di lapangan, kami akan ambil tindakan. Kita berikan peringatan, kalau tidak diindahkan akan dibawa ke ranah hukum," ujar Rizal yang juga menjabat sebagai Komandan Korem 162 Wira Bhakti tersebut.
Ia mengatakan percepatan rehab-rekon harus didukung oleh semua pihak, termasuk para aplikator yang melaksanakan proses pembangunan rumah tahan gempa.
Proses rehab-rekon diharapkan bisa selesai hingga berakhir masa perpanjangan masa transisi pascagempa pada 31 Desember 2019.
Ia menyebutkan masih ada sebanyak 20 ribu rumah yang belum tertangani di Kabupaten Lombok Utara, terutama di Kecamatan Kayangan, dan Bayan yang juga merupakan daerah terdampak gempa bumi cukup parah.
"Kami dari TNI juga berjuang keras dalam proses percepatan rehah-rekon. Sudah ada tambahan 400 Prajurit Batalyon Zeni Tempur sehingga total ada 800 prajurit yang ditugaskan di Lombok Utara," katanya.
"Ada beberapa aplikator yang kembali ke daerahnya, tapi pekerjaan belum selesai. Nanti kami jemput ke daerahnya," kata Rizal di Mataram, Senin.
Ia mengatakan aplikator rumah tahan gempa tersebut sudah menjalin kesepakatan dengan kelompok masyarakat (pokmas) untuk membangun kembali rumah warga yang rusak akibat gempa bumi pada 2018.
Namun, dalam perjalanannya ada beberapa aplikator yang meninggalkan tanggung jawab setelah menerima dana pembangunan dari pokmas.
Temuan tersebut, kata dia, sudah dibahas dengan jajaran Badan Penanggulangan Bencana Nasional, pemerintah daerah terdampak gempa, dan Kepolisian Daerah NTB.
"Sesuai dengan temuan-temuan di lapangan, kami akan ambil tindakan. Kita berikan peringatan, kalau tidak diindahkan akan dibawa ke ranah hukum," ujar Rizal yang juga menjabat sebagai Komandan Korem 162 Wira Bhakti tersebut.
Ia mengatakan percepatan rehab-rekon harus didukung oleh semua pihak, termasuk para aplikator yang melaksanakan proses pembangunan rumah tahan gempa.
Proses rehab-rekon diharapkan bisa selesai hingga berakhir masa perpanjangan masa transisi pascagempa pada 31 Desember 2019.
Ia menyebutkan masih ada sebanyak 20 ribu rumah yang belum tertangani di Kabupaten Lombok Utara, terutama di Kecamatan Kayangan, dan Bayan yang juga merupakan daerah terdampak gempa bumi cukup parah.
"Kami dari TNI juga berjuang keras dalam proses percepatan rehah-rekon. Sudah ada tambahan 400 Prajurit Batalyon Zeni Tempur sehingga total ada 800 prajurit yang ditugaskan di Lombok Utara," katanya.