BNPB menemukan data rehab rekon RTG di Lombok Utara tak sinkron

id NTB,Lombok Utara,Pemprov NTB

BNPB menemukan data rehab rekon RTG di Lombok Utara tak sinkron

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPPD) Nusa Tenggara Barat (NTB), H Sahdan. ANTARA/Nur Imansyah

Mataram (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menemukan ada ketidaksinkronan data rumah rusak pascagempa di Kabupaten Lombok Utara, sehingga berujung diblokirnya dana rehabilitasi dan rekonstruksi pembangunan rumah tahan gempa di wilayah itu.

"Dari hasil pemeriksaan tim BNPB masih menemukan data yang belum sinkron antara yang disampaikan Pemkab Lombok Utara dengan data BNPB," kata Kepala BPBD NTB, H Sahdan di Mataram, Rabu.

Sahdan menjelaskan, berdasarkan data yang disampaikan BNPB jumlah rumah rusak berat, sedang dan ringan yang masuk dalam tahap satu dan dua sebanyak 12.616 unit. Dengan rincian jumlah rumah yang masuk dalam program tahap satu sebanyak 6.321 unit dan tahap dua sebanyak 6.295 unit, sehingga total yang belum dikerjakan untuk pembangunan rumah tahan gempa sebanyak 12.616 unit.

"Nah sementara yang disampaikan Pemkab Lombok Utara ini ada 14.000 unit rumah, sedangkan data BNPB itu ada sebanyak 12.616 unit," terangnya.

Menurut dia, ada dua persoalan terkait dengan diblokirnya anggaran rehabilitasi dan rekonstruksi atau rehab rekon rumah tahan gempa (RTG) yang terjadi di Lombok Utara. Pertama, dana sudah ditransfer untuk tahap pertama tapi penggunaannya untuk tahap kedua.

Kedua sebut Sahdan, dana untuk tahap kedua sudah ditransfer, namun karena pengerjaan di tahap satu belum tuntas, akhirnya Pemkab Lombok Utara meminta agar dana tahap pertama bisa dialihkan di tahap dua sehingga dananya disatukan untuk melanjutkan pembangunan yang belum tuntas di tahap pertama.

"Totalnya ada Rp242.380 miliar yang di transfer baik tahap satu dan dua. Sedangkan, dana yang terblokir Rp117 miliar. Jadi bukan di blokir Rp250 miliar," tegasnya.

Namun demikian, terkait usulan Pemkab Lombok Utara agar BNPB membuka blokir tersebut, pihaknya belum dapat memastikannya.

"Soal ini belum mendapat persetujuan karena masih ada ketidaksinkronan data, sehingga menyebabkan pembangunan di tahap satu belum tuntas.

Terkait hal itu, kemudian Pemkab Lombok Utara mendatangi BNPB agar blokir anggaran untuk membangun RTG bisa dibuka. Oleh BNPB kemudian ditindaklanjuti, di mana tim BNPB turun ke Lombok Utara untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan.

"Kalau data sudah benar maka dananya akan dibuka," katanya.

Sebelumnya, Bupati Lombok Utara Djohan Sjamsu mengungkapkan sebanyak 14 ribu unit rumah tahan gempa (RTG) di Kabupaten Lombok Utara, kini harus terhenti pembangunannya akibat dana rehabilitasi dan rekonstruksi senilai Rp250 miliar diblokir BNPB.

"Gempa bumi ini sudah berlangsung 3 tahun, tetapi sebanyak 14 ribu rumah tahan gempa belum bisa terselesaikan," ujar Bupati Lombok Utara, H Djohan Sjamsu usai menghadiri penyerahan dan peresmian Masjid Jami' Nurul Hikmah di Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Senin (13/12/2021).

Ia menjelaskan, permasalahan belum terselesaikannya 14 ribu unit RTG ini, karena anggaran diblokir BNPB. Jumlahnya pun tidak tanggung-tanggung mencapai Rp250 miliar.

"Dana yang diblokir itu jumlahnya cukup besar mencapai Rp250 miliar. Cuman saya tidak tahu dan paham masalahnya dimana sehingga bisa begitu, karena masalah ini terjadi sebelum saya dilantik dan menjabat sebagai bupati," terangnya.

Djohan mengaku, sudah menyampaikan permasalahan tersebut kepada BNPB, namun belum juga mendapat tanggapan. Padahal, BPNB memberi tenggat waktu 14 ribu RTG itu, sudah harus tuntas dikerjakan sebelum Desember 2021.

"Saya sudah menugaskan wakil bupati lima kali untuk bertemu BNPB di Jakarta, belum juga selesai. Terus saya menghadap Kepala BNPB ketika berkunjung ke NTB waktu itu saat berada di bandara. Saya sampaikan persoalan itu dan mudahan bisa diatensi," ucapnya.

Saat ini kata dia, pihaknya sedang meminta perpanjangan waktu pembangunan RTG hingga 2022 mendatang. Namun demikian itu kembali lagi jika dana Rp250 miliar tersebut tidak diblokir pemerintah.

"Sesuai ketentuan BNPB Desember harus selesai tapi saya katakan tidak mungkin kita bisa mengejar 14 ribu bisa selesai Desember. Makanya kita minta perpanjangan sampai 2022 selesai," katanya.