Lombok Utara (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Lombok Utara menerima penghargaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Nusa Tenggara Barat atas capaian persentase tertinggi dalam penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan untuk semester I tahun 2025.
Kepala Inspektorat Daerah Lombok Utara Heryanto di Mataram, Senin menyampaikan apresiasi atas penghargaan yang diberikan BPK kepada Lombok Utara sebagai daerah dengan peningkatan capaian Penyelesaian Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (PTLRHP) paling progresif di NTB.
"Terima kasih kami sampaikan atas apresiasi yang diberikan kepada Kabupaten Lombok Utara, yang berhasil mencatat peningkatan capaian PTLRHP paling progresif di NTB, yakni sebesar 9,39 persen," katanya.
Ia mengatakan capaian itu meningkat dari 73,18 persen pada semester sebelumnya menjadi 82,57 persen pada semester I tahun 2025 dan membawa Kabupaten Lombok Utara naik dari peringkat 11 menjadi peringkat 7.
Baca juga: LPJ APBD Lombok Utara 2024 disusun sesuai audit BPK
Sejak tahun 2010 hingga saat ini, jumlah rekomendasi mencapai 747 poin, dengan rincian 616 telah sesuai tindak lanjut, 128 belum sesuai, dua belum ditindaklanjuti.
"Dan satu dinyatakan tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan yang sah," katanya.
Menurutnya, apresiasi dari BPK tidak hanya menjadi bentuk pengakuan atas kerja keras jajaran Inspektorat dalam memperbaiki tata kelola keuangan daerah serta mencegah penyimpangan, tetapi juga menjadi motivasi besar untuk mempercepat langkah perbaikan ke depan.
Heryanto mengatakan bahwa meskipun Lombok Utara mengalami peningkatan signifikan, capaian tersebut masih perlu ditingkatkan agar sejajar dengan enam kabupaten/kota lain di NTB yang berada pada posisi lebih baik.
"Kami tetap komitmen untuk terus memperkuat kualitas pengawasan di daerah," katanya.
Baca juga: Lombok Utara kembali raih predikat WTP
Heryanto juga menyampaikan kesan mendalam selama mendampingi Tim Audit BPK sejak dirinya dilantik pada 1 Agustus 2025, terutama saat pelaksanaan audit PDRB (produk domestik regional bruto).
Ia mengatakan BPK tidak hanya menyampaikan hasil audit terkait kebocoran PDRB, tetapi juga menghadirkan informasi penting terkait potensi pendapatan asli daerah (PAD) yang belum digarap optimal oleh pemerintah daerah.
Informasi tersebut kemudian dibawa dalam pembahasan Raperda APBD 2026 sehingga target PAD yang sebelumnya mengikuti RPJMD sebesar Rp341 miliar, disepakati meningkat Rp29 miliar.
"Kesepakatan tersebut mendorong eksekutif dan legislatif bergerak bersama mewujudkan peningkatan pendapatan daerah," katanya.
Ia berharap agar BPK terus memberikan bimbingan dan pembinaan bagi inspektorat daerah dan tidak sekadar mendampingi dan memfasilitasi proses audit bersama OPD, tetapi dilibatkan secara langsung dalam proses audit sebagai bagian dari peningkatan kompetensi auditor di daerah.
"Dengan segala kerendahan hati, kami menyampaikan terima kasih atas dorongan dan motivasi yang diberikan kepada kami untuk bekerja lebih baik," katanya.
