Makassar (ANTARA) - Pemberian sanksi penjegalan pengurusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang dijatuhkan kepolisian kepada 17 pelajar di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan yang ikut demonstrasi penolakan sejumlah kontroversi Rancangan Undang Undang dan Revisi Undang-Undang KPK di bawah jembatan Layang Makassar, dinilai keliru.
"Saya pikir itu keliru, dan perbuatan semena-sema, jika alasannya karena ikut demonstrasi, maka patut dipertanyakan apa dasar hukumnya? Demonstrasi itu hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi sehingga tidak ada alasan polisi untuk tidak diberikan dan itu jelas terkesan intimidasi," ujar staf LBH Pers Makassar, Firmansyah di Makassar, Selasa.
Menurutnya, langkah yang dilakukan Polres Gowa adalah pelanggaran terhadap Undang Undang, sebab hak berekspresi untuk menyatakan pendapat dan pikiran dijamin oleh konstitusi.
Justru, kata Firman, Undang Undang nomor 9 tahun 1998 mengamanahkan untuk menjamin hak setiap orang untuk menyatakan pendapat dan pikiran dan bukan malah melarangnya.
"Sikap kepolisian terhadap siswa tersebut dengan mengancam tidak memberikan SKCK kepada siswa tersebut ucapan yang aneh," ucap Firman.
Bagaimana mungkin, kata dia, orang tidak diberikan SKCK, sementara siswa tersebut tidak sedang menjalankan kejahatan. Ini kan sangat tidak masuk akal.
Sementara itu, tim hukum LBH Pers lainnya, Kadir Wokanubun menambahkan penyampaian pendapat dan berekspresi adalah hak asasi setiap warga negara. Hak asasi tersebut melekat pada setiap warga negara termasuk anggota kepolisian jika merasa hak-haknya dilanggar, dalam konteks hak sipil politik maupun hak ekosob secara luas.
Setiap warga negara berhak menyampaikan pendapat jika menganggap terjadi ketidakadilan atau kekeliruan dalam kebijakan yang dikeluarkan negara.
"Respons Kapolres Gowa terhadap adanya penyampaian aspirasi 17 siswa SMA diantaranya yang kemudian dicatat dalam catatan kriminal kepolisian dan dianggap tidak berhak menerima SKCK merupakan tindakan yang keliru, irasional dan kedangkalan dalam mengambil keputusan," ucap Kadir.
Dia menilai, langkah menghukum 17 anak muda tersebut memiliki catatan kriminal karena ikut aksi adalah tindakan yang tidak bisa diterima secara hukum, sebab mereka adalah calon pemimpin yang menyampaikan aspirasi dan mengasah daya kritis sebagai warga negara yang dijamin Undang Undang.
"Apa yang mereka lakukan itu, bukanlah sebuah kejahatan, mereka ikut tergerak karena melihat kondisi negara yang saat ini sedang labil dan situasional," beber Kadir.
Kadir menyebutkan, Kaplores Gowa seharusnya memberi support kepada anak-anak muda tersebut dengan memberi ruang untuk aspirasi mereka supaya sampai ke pemerintah, bukan malah mengubur mimpi mimpi mereka untuk jadi pemimpin.
Langkah Kapolres Gowa itu sangat berbahaya, sebab bisa menjadi preseden buruk dalam hal menyampaikan pendapat di depan umum dan akan menjadi preseden yang bisa saja diikuti oleh polres-polres lainnya.
"Kapolres Gowa keliru menyatakan anak-anak muda tersebut sebagai pelaku kriminal, ini adalah prejudice yang melabrak asas presumption of innoncence. Sebaiknya Polres Gowa fokus saja mengurus kasus-kasus korupsi yang mendapat perhatian luas oleh publik," tegas direktur Anti Corrupption Comittee (ACC) Sulawesi ini.
Pihaknya berharap Kapolres lebih proporsional dalam merespons aksi-aksi dan sikap kritis anak-anak muda di Gowa.
"Belajarlah menghormati ekspresi anak muda, bukan menghukum tanpa sebab yang jelas," pungkas Kadir.
Sebelumnya, Kapolres Gowa AKBP Shinto Silitonga, menegaskan pihaknya akan memberikan sanksi terhadap para pelajar tersebut dengan memasukkan nama-nama mereka dalam Sistem Catatan Kepolisian.
“Apa yang telah dilakukan para pelajar ini merupakan sebuah pelanggaran, khususnya dalam Undang Undang nomor 9 tahun 1998. Maka dari itu, kami akan memasukkan nama-nama mereka dalam Sistem Catatan Kepolisian, sehingga nantinya mereka tidak akan dapat menerima SKCK," katanya.
Lanjut dia, mengingat SKCK adalah produk negara mengenai riwayat tindakan kriminal yang diperlukan setiap orang untuk melanjutkan pendidikan maupun melamar pekerjaan.
Kapolres pun berharap kepada para pelajar khususnya mereka berada di wilayah Kabupaten Gowa agar tidak mudah terhasut dan terprovokasi akan isu-isu yang berkembang untuk ikut aksi unjuk rasa.
"Tugas pelajar adalah untuk belajar agar dapat menggapai cita-cita setinggi-tingginya, bukan untuk ikut-ikutan aksi unjuk rasa," tegas Kapolres Gowa Shinto Silitonga.
Adapun 17 pelajar tersebut telah diperiksa dan diketahui 10 orang siswa dari SMA Negeri 1 Gowa, sedangkan tujuh orang lainnya dari SMA Batara Gowa kini telah dimasukkan ke dalam Sistem Catatan Kepolisian.
"Saya pikir itu keliru, dan perbuatan semena-sema, jika alasannya karena ikut demonstrasi, maka patut dipertanyakan apa dasar hukumnya? Demonstrasi itu hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi sehingga tidak ada alasan polisi untuk tidak diberikan dan itu jelas terkesan intimidasi," ujar staf LBH Pers Makassar, Firmansyah di Makassar, Selasa.
Menurutnya, langkah yang dilakukan Polres Gowa adalah pelanggaran terhadap Undang Undang, sebab hak berekspresi untuk menyatakan pendapat dan pikiran dijamin oleh konstitusi.
Justru, kata Firman, Undang Undang nomor 9 tahun 1998 mengamanahkan untuk menjamin hak setiap orang untuk menyatakan pendapat dan pikiran dan bukan malah melarangnya.
"Sikap kepolisian terhadap siswa tersebut dengan mengancam tidak memberikan SKCK kepada siswa tersebut ucapan yang aneh," ucap Firman.
Bagaimana mungkin, kata dia, orang tidak diberikan SKCK, sementara siswa tersebut tidak sedang menjalankan kejahatan. Ini kan sangat tidak masuk akal.
Sementara itu, tim hukum LBH Pers lainnya, Kadir Wokanubun menambahkan penyampaian pendapat dan berekspresi adalah hak asasi setiap warga negara. Hak asasi tersebut melekat pada setiap warga negara termasuk anggota kepolisian jika merasa hak-haknya dilanggar, dalam konteks hak sipil politik maupun hak ekosob secara luas.
Setiap warga negara berhak menyampaikan pendapat jika menganggap terjadi ketidakadilan atau kekeliruan dalam kebijakan yang dikeluarkan negara.
"Respons Kapolres Gowa terhadap adanya penyampaian aspirasi 17 siswa SMA diantaranya yang kemudian dicatat dalam catatan kriminal kepolisian dan dianggap tidak berhak menerima SKCK merupakan tindakan yang keliru, irasional dan kedangkalan dalam mengambil keputusan," ucap Kadir.
Dia menilai, langkah menghukum 17 anak muda tersebut memiliki catatan kriminal karena ikut aksi adalah tindakan yang tidak bisa diterima secara hukum, sebab mereka adalah calon pemimpin yang menyampaikan aspirasi dan mengasah daya kritis sebagai warga negara yang dijamin Undang Undang.
"Apa yang mereka lakukan itu, bukanlah sebuah kejahatan, mereka ikut tergerak karena melihat kondisi negara yang saat ini sedang labil dan situasional," beber Kadir.
Kadir menyebutkan, Kaplores Gowa seharusnya memberi support kepada anak-anak muda tersebut dengan memberi ruang untuk aspirasi mereka supaya sampai ke pemerintah, bukan malah mengubur mimpi mimpi mereka untuk jadi pemimpin.
Langkah Kapolres Gowa itu sangat berbahaya, sebab bisa menjadi preseden buruk dalam hal menyampaikan pendapat di depan umum dan akan menjadi preseden yang bisa saja diikuti oleh polres-polres lainnya.
"Kapolres Gowa keliru menyatakan anak-anak muda tersebut sebagai pelaku kriminal, ini adalah prejudice yang melabrak asas presumption of innoncence. Sebaiknya Polres Gowa fokus saja mengurus kasus-kasus korupsi yang mendapat perhatian luas oleh publik," tegas direktur Anti Corrupption Comittee (ACC) Sulawesi ini.
Pihaknya berharap Kapolres lebih proporsional dalam merespons aksi-aksi dan sikap kritis anak-anak muda di Gowa.
"Belajarlah menghormati ekspresi anak muda, bukan menghukum tanpa sebab yang jelas," pungkas Kadir.
Sebelumnya, Kapolres Gowa AKBP Shinto Silitonga, menegaskan pihaknya akan memberikan sanksi terhadap para pelajar tersebut dengan memasukkan nama-nama mereka dalam Sistem Catatan Kepolisian.
“Apa yang telah dilakukan para pelajar ini merupakan sebuah pelanggaran, khususnya dalam Undang Undang nomor 9 tahun 1998. Maka dari itu, kami akan memasukkan nama-nama mereka dalam Sistem Catatan Kepolisian, sehingga nantinya mereka tidak akan dapat menerima SKCK," katanya.
Lanjut dia, mengingat SKCK adalah produk negara mengenai riwayat tindakan kriminal yang diperlukan setiap orang untuk melanjutkan pendidikan maupun melamar pekerjaan.
Kapolres pun berharap kepada para pelajar khususnya mereka berada di wilayah Kabupaten Gowa agar tidak mudah terhasut dan terprovokasi akan isu-isu yang berkembang untuk ikut aksi unjuk rasa.
"Tugas pelajar adalah untuk belajar agar dapat menggapai cita-cita setinggi-tingginya, bukan untuk ikut-ikutan aksi unjuk rasa," tegas Kapolres Gowa Shinto Silitonga.
Adapun 17 pelajar tersebut telah diperiksa dan diketahui 10 orang siswa dari SMA Negeri 1 Gowa, sedangkan tujuh orang lainnya dari SMA Batara Gowa kini telah dimasukkan ke dalam Sistem Catatan Kepolisian.