Mataram (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat merilis jumlah tamu yang menginap di hotel yang tersebar di 10 kabupaten/kota sebanyak 1,5 juta orang periode Januari-September 2019, di mana sebagian besar adalah orang dalam negeri.
"Pengumpulan data dilakukan di 10 kabupaten/kota. Pendataan mencakup tamu yang menginap di hotel bintang dan melati," kata Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik, BPS NTB, I Gusti Lanang Putra, dalam acara workshop wartawan di Mataram, Rabu.
Ia menyebutkan sebagian besar tamu menginap di hotel bintang yang jumlahnya sebanyak 83 hotel. Seluruh hotel bintang tersebar di tujuh kabupaten/kota di NTB, kecuali di Kota Bima, Kabupaten Bima, dan Dompu.
Sementara tamu yang menginap di hotel nonbintang relatif masih rendah dengan rata-rata tingkat okupansi sebesar 20 persen per bulan.
"Okupansi hotel bintang rata-rata di atas 50 persen, sedangkan nonbintang 20 persen. Apa karena jumlah hotel nonbintang yang relatif banyak, yakni mencapai 1.128 hotel atau tamu yang menginap masih sangat kurang," ujar Gusti.
Ia menjelaskan tingkat penghunian kamar (TPK) hotel adalah perbandingan antara banyaknya malam kamar yang terpakai dengan banyaknya malam kamar yang tersedia (dalam persen).
Memberikan gambaran berapa persen kamar yang tersedia pada akomodasi terisi oleh tamu yang menginap dalam suatu waktu tertentu.
Angka tersebut menunjukkan apakah suatu akomodasi diminati oleh pengunjung atau tidak, sehingga dapat dilihat apakah di suatu daerah masih kurang keberadaan akomodasi atau tidak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (wisatawan).
" Apabila TPK memiliki nilai cukup besar berarti akomodasi hotel di suatu daerah diminati oleh pengunjung. Sebaliknya apabila TPK memiliki nilai yang kecil, berarti akomodasi di suatu daerah kurang diminati oleh pengunjung," ucap Gusti.
Menurut dia, jumlah tamu menginap di hotel sebanyak 1,5 juta orang periode Januari-September 2019 tidak bisa dijadikan acuan dalam melihat capaian target angka kunjungan wisatawan ke NTB sebanyak 4 juta orang pada 2019.
Untuk mengetahui jumlah wisatawan yang datang ke NTB dilakukan melalui pendataan di bandara dan pelabuhan yang menjadi pintu masuk wisatawan.
Gusti menambahkan pihaknya juga tidak bisa memastikan apakah target angka kunjungan wisatawan ke NTB sebanyak 4 juta orang hingga akhir 2019 akan tercapai. Hal itu tergantung dari situasi daerah dan minat orang untuk datang ke NTB.
Hal itu juga dipengaruhi oleh persaingan antardaerah dan antarnegara dalam menarik minat wisatawan untuk datang berwisata.
Pada 2019-2020, persaingan industri pariwisata semakin ketat, daerah-daerah lain terus berupaya untuk memajukan pariwisatanya, salah satu contoh Banyuwangi. Begitu juga di tingkat internasional, negara-negara ASEAN seperti Malaysia dan Thailand, juga terus menggenjot angka kunjungan wisatawan.
"Jadi NTB harus punya daya saing untuk menarik minat wisatawan berkunjung, seperti yang dilakukan daerah lain dan negara-negara yang menjadi tujuan wisata," kata Gusti.
"Pengumpulan data dilakukan di 10 kabupaten/kota. Pendataan mencakup tamu yang menginap di hotel bintang dan melati," kata Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik, BPS NTB, I Gusti Lanang Putra, dalam acara workshop wartawan di Mataram, Rabu.
Ia menyebutkan sebagian besar tamu menginap di hotel bintang yang jumlahnya sebanyak 83 hotel. Seluruh hotel bintang tersebar di tujuh kabupaten/kota di NTB, kecuali di Kota Bima, Kabupaten Bima, dan Dompu.
Sementara tamu yang menginap di hotel nonbintang relatif masih rendah dengan rata-rata tingkat okupansi sebesar 20 persen per bulan.
"Okupansi hotel bintang rata-rata di atas 50 persen, sedangkan nonbintang 20 persen. Apa karena jumlah hotel nonbintang yang relatif banyak, yakni mencapai 1.128 hotel atau tamu yang menginap masih sangat kurang," ujar Gusti.
Ia menjelaskan tingkat penghunian kamar (TPK) hotel adalah perbandingan antara banyaknya malam kamar yang terpakai dengan banyaknya malam kamar yang tersedia (dalam persen).
Memberikan gambaran berapa persen kamar yang tersedia pada akomodasi terisi oleh tamu yang menginap dalam suatu waktu tertentu.
Angka tersebut menunjukkan apakah suatu akomodasi diminati oleh pengunjung atau tidak, sehingga dapat dilihat apakah di suatu daerah masih kurang keberadaan akomodasi atau tidak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (wisatawan).
" Apabila TPK memiliki nilai cukup besar berarti akomodasi hotel di suatu daerah diminati oleh pengunjung. Sebaliknya apabila TPK memiliki nilai yang kecil, berarti akomodasi di suatu daerah kurang diminati oleh pengunjung," ucap Gusti.
Menurut dia, jumlah tamu menginap di hotel sebanyak 1,5 juta orang periode Januari-September 2019 tidak bisa dijadikan acuan dalam melihat capaian target angka kunjungan wisatawan ke NTB sebanyak 4 juta orang pada 2019.
Untuk mengetahui jumlah wisatawan yang datang ke NTB dilakukan melalui pendataan di bandara dan pelabuhan yang menjadi pintu masuk wisatawan.
Gusti menambahkan pihaknya juga tidak bisa memastikan apakah target angka kunjungan wisatawan ke NTB sebanyak 4 juta orang hingga akhir 2019 akan tercapai. Hal itu tergantung dari situasi daerah dan minat orang untuk datang ke NTB.
Hal itu juga dipengaruhi oleh persaingan antardaerah dan antarnegara dalam menarik minat wisatawan untuk datang berwisata.
Pada 2019-2020, persaingan industri pariwisata semakin ketat, daerah-daerah lain terus berupaya untuk memajukan pariwisatanya, salah satu contoh Banyuwangi. Begitu juga di tingkat internasional, negara-negara ASEAN seperti Malaysia dan Thailand, juga terus menggenjot angka kunjungan wisatawan.
"Jadi NTB harus punya daya saing untuk menarik minat wisatawan berkunjung, seperti yang dilakukan daerah lain dan negara-negara yang menjadi tujuan wisata," kata Gusti.