Ambon (ANTARA) - Empat oknum pelaku dugaan tindak pidana penipuan dan pemerasan yang mengaku wartawan merangkap tim Komisi Pengawasan Korupsi dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polres Maluku Barat Daya karena memeras sejumlah kepala desa di Kecamatan Moa.
"Uang hasil perasan yang dikumpulkan empat terlapor ini hampir mencapai Rp40 juta, dan polisi telah melakukan penahanan terhadap mereka," kata Kabid Humas Polda Maluku Kombes M Roem Ohoirat, di Ambon, Minggu.
Para pelaku tindak pidana penipuan dan pemerasan antara lain AERS alias Ampi (53), JF alias Jantje (47), ORW alias Onisimus (27), serta SI alias Dion (24).
Menurut Kabid Humas, para pelaku diamankan polisi setelah Elias Tenggawna (61) yang merupakan Kades Werwaru mendatangi SPKT Polres MBD pada Jumat, (24/1) melaporkan perbuatan para terlapor.
Setelah menerima laporan dan meminta keterangan pelapor dan memeriksa dua saksi lainnya atas nama Richard Rupisiay serta David Mauday, polisi kemudian meringkus para pelaku serta melakukan penahanan.
Modus yang dilakukan empat oknum terlapor adalah mendatangi lima kepala desa di Kecamatan Moa, lalu mengaku sebagai wartawan merangkap tim KPK Tipikor, khususnya komisi pengawasan korupsi mengenai program dana desa tahun anggaran 2018 berupa jalan rabat beton sepanjang 300 meter serta saluran air bersih yang pekerjaannya belum selesai.
Untuk meyakinkan para korban, terlapor menunjukkan kartu tanda pengenal sebagai wartawan dan juga surat tugas dari DPP Komisi Pengawasan Korupsi agar korban merasa takut, lalu diminta sejumlah uang tutup mulut.
"Karena merasa terancam, para kepala desa memberikan uang tutup mulut yang bervariasi antara Rp1 juta hingga Rp10 juta, sehingga totalnya mencapai Rp39 juta," ujar Kabid Humas.
Seperti Kades Kaiwatu memberikan Rp10 juta, Kades Tounwawan Rp1 juta, Kades Wakarleli Rp10 juta, Kades Moain Rp10 juta, serta Kades Werwaru selaku pelapor sebesar Rp8 juta.
Mereka memeriksa para kepala desa termasuk pelapor, dan terlapor mengatakan ini merupakan sebuah temuan dan mau atau tidak mau, para kades harus masuk penjara.
Kemudian terlapor mengatakan kembali, "Bapak walau pun begitu ada pengertian, Bapak punya kekuatan berapa," sehingga Elias Tenggauna selaku pelapor mengatakan Rp5 juta.
"Namun terlapor kembali meminta tambahan Rp3 juta dan pelapor setuju dengan permintaan tersebut, kemudian pelapor memanggil bendahara desa untuk memberi uang sebanyak Rp8 juta," ujar Kabid Humas.
Dari kejadian tersebut, pelapor merasa tidak puas dan melaporkan peristiwa ini ke SPKT Polres MBD untuk diproses sesuai hukum yang berlaku, sehingga para terlapor dijerat melanggar pasal 378 dan pasal 368 KUHP.
"Uang hasil perasan yang dikumpulkan empat terlapor ini hampir mencapai Rp40 juta, dan polisi telah melakukan penahanan terhadap mereka," kata Kabid Humas Polda Maluku Kombes M Roem Ohoirat, di Ambon, Minggu.
Para pelaku tindak pidana penipuan dan pemerasan antara lain AERS alias Ampi (53), JF alias Jantje (47), ORW alias Onisimus (27), serta SI alias Dion (24).
Menurut Kabid Humas, para pelaku diamankan polisi setelah Elias Tenggawna (61) yang merupakan Kades Werwaru mendatangi SPKT Polres MBD pada Jumat, (24/1) melaporkan perbuatan para terlapor.
Setelah menerima laporan dan meminta keterangan pelapor dan memeriksa dua saksi lainnya atas nama Richard Rupisiay serta David Mauday, polisi kemudian meringkus para pelaku serta melakukan penahanan.
Modus yang dilakukan empat oknum terlapor adalah mendatangi lima kepala desa di Kecamatan Moa, lalu mengaku sebagai wartawan merangkap tim KPK Tipikor, khususnya komisi pengawasan korupsi mengenai program dana desa tahun anggaran 2018 berupa jalan rabat beton sepanjang 300 meter serta saluran air bersih yang pekerjaannya belum selesai.
Untuk meyakinkan para korban, terlapor menunjukkan kartu tanda pengenal sebagai wartawan dan juga surat tugas dari DPP Komisi Pengawasan Korupsi agar korban merasa takut, lalu diminta sejumlah uang tutup mulut.
"Karena merasa terancam, para kepala desa memberikan uang tutup mulut yang bervariasi antara Rp1 juta hingga Rp10 juta, sehingga totalnya mencapai Rp39 juta," ujar Kabid Humas.
Seperti Kades Kaiwatu memberikan Rp10 juta, Kades Tounwawan Rp1 juta, Kades Wakarleli Rp10 juta, Kades Moain Rp10 juta, serta Kades Werwaru selaku pelapor sebesar Rp8 juta.
Mereka memeriksa para kepala desa termasuk pelapor, dan terlapor mengatakan ini merupakan sebuah temuan dan mau atau tidak mau, para kades harus masuk penjara.
Kemudian terlapor mengatakan kembali, "Bapak walau pun begitu ada pengertian, Bapak punya kekuatan berapa," sehingga Elias Tenggauna selaku pelapor mengatakan Rp5 juta.
"Namun terlapor kembali meminta tambahan Rp3 juta dan pelapor setuju dengan permintaan tersebut, kemudian pelapor memanggil bendahara desa untuk memberi uang sebanyak Rp8 juta," ujar Kabid Humas.
Dari kejadian tersebut, pelapor merasa tidak puas dan melaporkan peristiwa ini ke SPKT Polres MBD untuk diproses sesuai hukum yang berlaku, sehingga para terlapor dijerat melanggar pasal 378 dan pasal 368 KUHP.