Seoul (ANTARA) - Kegembiraan Kim Min-jun ketika ada berita bahwa Pemerintah Korea Selatan akan mengevakuasi warganya dari episentrum epidemi virus di China, segera memudar ketika ia mengetahui bahwa istrinya yang orang China tidak akan dapat menemaninya.
Korea Selatan pekan ini berusaha untuk mengangkut ratusan warganya dari Wuhan, yang telah menjadi pusat wabah yang telah menewaskan lebih dari 300 orang di China dan pada Minggu, muncul korban pertama di luar negeri, yaitu di Filipina.
Tetapi peraturan China membuat warga negara China seperti istri Kim yang tidak bisa pergi, memaksa keluarga itu untuk membuat keputusan yang memilukan untuk tetap bersama.
Kekhawatiran atas keselamatan bayi laki-lakinya yang masih berusia 7 bulan membuat Kim, 31, dan keluarganya terbang singkat ke Korea Selatan bulan lalu untuk mendapatkan vaksinasi flu dengan harapan hal itu akan mengurangi kemungkinan infeksi.
Tapi mereka kembali ke Wuhan tepat pada saat Pemerintah China memberlakukan pengurungan pada 23 Januari, membatasi perjalanan ke luar kota.
"Pada saat berada di Korea, kami memang berpikir untuk tinggal lebih lama karena virus ini, tetapi kami tidak tahu itu akan menjadi begitu serius, dan kami juga memiliki bisnis kami," kata Kim, yang telah menjalankan restoran Korea di Wuhan sejak 2015, kepada Reuters.
Ketika Korea Selatan mengumumkan rencana evakuasi, sukacita berubah menjadi kekecewaan ketika dia menyadari bahwa mereka tidak bisa pergi sebagai keluarga.
"Istri saya menyuruh saya pergi dengan bayi itu tetapi saya tidak bisa, tanpa mengetahui kapan larangan keluar Wuhan ini berakhir," katanya.
Lebih dari 700 warga Korea Selatan terbang keluar dari Wuhan dengan dua penerbangan minggu lalu, dan akan menghabiskan setidaknya dua minggu ke depan dalam isolasi pencegahan di fasilitas yang dikelola pemerintah di Korea Selatan.
Tetapi bagi setidaknya 120 penduduk Korea Selatan lainnya di Wuhan, keluarga dan ikatan lainnya, pergi adalah pilihan yang tidak mungkin, menurut Jeong Tae-il, kepala komunitas Korea Selatan di Provinsi Hubei, di mana Wuhan berada.
Kim berusaha bersikap filosofis tentang pilihan untuk tidak dievakuasi.
"Ya, kami kecewa tetapi tidak bisa seperti ini selamanya," kata Kim. "Untuk anakku, mungkin lebih baik kita di sini karena dia terlalu muda untuk melalui rencana isolasi dan perubahan jadwal yang tiba-tiba."
Keluarga itu telah menghabiskan minggu terakhir berdiam diri di rumah, bertahan hidup dari persediaan makanan dan menghindari dunia luar karena takut kalau-kalau putra mereka bisa terinfeksi.
Sementara Kim mengatakan bahwa ia dipasok dengan baik, ia khawatir mereka mungkin kehabisan susu bubuk untuk bayi itu jika kebijakan penguncian kota diperpanjang hingga Februari.
"Saya takut keluar, bukan untuk diri saya sendiri tetapi untuk dia, karena semua rumah sakit penuh dan tidak ada cara untuk merawatnya jika dia sakit karena saya," kata Kim.
Sumber: Reuters
Korea Selatan pekan ini berusaha untuk mengangkut ratusan warganya dari Wuhan, yang telah menjadi pusat wabah yang telah menewaskan lebih dari 300 orang di China dan pada Minggu, muncul korban pertama di luar negeri, yaitu di Filipina.
Tetapi peraturan China membuat warga negara China seperti istri Kim yang tidak bisa pergi, memaksa keluarga itu untuk membuat keputusan yang memilukan untuk tetap bersama.
Kekhawatiran atas keselamatan bayi laki-lakinya yang masih berusia 7 bulan membuat Kim, 31, dan keluarganya terbang singkat ke Korea Selatan bulan lalu untuk mendapatkan vaksinasi flu dengan harapan hal itu akan mengurangi kemungkinan infeksi.
Tapi mereka kembali ke Wuhan tepat pada saat Pemerintah China memberlakukan pengurungan pada 23 Januari, membatasi perjalanan ke luar kota.
"Pada saat berada di Korea, kami memang berpikir untuk tinggal lebih lama karena virus ini, tetapi kami tidak tahu itu akan menjadi begitu serius, dan kami juga memiliki bisnis kami," kata Kim, yang telah menjalankan restoran Korea di Wuhan sejak 2015, kepada Reuters.
Ketika Korea Selatan mengumumkan rencana evakuasi, sukacita berubah menjadi kekecewaan ketika dia menyadari bahwa mereka tidak bisa pergi sebagai keluarga.
"Istri saya menyuruh saya pergi dengan bayi itu tetapi saya tidak bisa, tanpa mengetahui kapan larangan keluar Wuhan ini berakhir," katanya.
Lebih dari 700 warga Korea Selatan terbang keluar dari Wuhan dengan dua penerbangan minggu lalu, dan akan menghabiskan setidaknya dua minggu ke depan dalam isolasi pencegahan di fasilitas yang dikelola pemerintah di Korea Selatan.
Tetapi bagi setidaknya 120 penduduk Korea Selatan lainnya di Wuhan, keluarga dan ikatan lainnya, pergi adalah pilihan yang tidak mungkin, menurut Jeong Tae-il, kepala komunitas Korea Selatan di Provinsi Hubei, di mana Wuhan berada.
Kim berusaha bersikap filosofis tentang pilihan untuk tidak dievakuasi.
"Ya, kami kecewa tetapi tidak bisa seperti ini selamanya," kata Kim. "Untuk anakku, mungkin lebih baik kita di sini karena dia terlalu muda untuk melalui rencana isolasi dan perubahan jadwal yang tiba-tiba."
Keluarga itu telah menghabiskan minggu terakhir berdiam diri di rumah, bertahan hidup dari persediaan makanan dan menghindari dunia luar karena takut kalau-kalau putra mereka bisa terinfeksi.
Sementara Kim mengatakan bahwa ia dipasok dengan baik, ia khawatir mereka mungkin kehabisan susu bubuk untuk bayi itu jika kebijakan penguncian kota diperpanjang hingga Februari.
"Saya takut keluar, bukan untuk diri saya sendiri tetapi untuk dia, karena semua rumah sakit penuh dan tidak ada cara untuk merawatnya jika dia sakit karena saya," kata Kim.
Sumber: Reuters