Kigali, Rwanda (ANTARA) - Rwanda akan memulai uji klinis vaksin dan pengobatan untuk mengatasi penyakit virus Marburg, kata pejabat senior pemerintah pada Kamis (3/10), seiring meningkatnya jumlah kasus terkonfirmasi setelah wabah muncul bulan lalu.
"Kami akan segera memulai uji klinis vaksin dan pengobatan untuk melindungi kelompok berisiko tinggi. Mari bekerja sama untuk menahan penyebaran ini," ujar Menteri Negara Kesehatan Yvan Butera melalui platform X.
Brian Chilombo, perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Rwanda, mengatakan, Rwanda termasuk salah satu dari 17 negara Afrika yang diidentifikasi oleh organisasi tersebut pada Januari lalu sebagai negara yang siap dan bersedia untuk menjalani uji klinis.
"Kami telah bekerja sama dengan Rwanda untuk mempersiapkan para ilmuwan mereka. Ada beberapa obat dan vaksin yang belum disetujui tetapi menjanjikan. Jadi, dalam beberapa hari mendatang, kami akan membawa beberapa pengobatan dan vaksin tersebut, bekerja sama tidak hanya dengan pemerintah, tetapi juga dengan produsen, negara lain, dan para donor," ungkap Chilombo kepada televisi Rwanda pada Rabu.
Baca juga: Polresta Mataram menerima hasil uji klinis Pertamina terkait BBM oplosan
"Untuk virus Marburg, kami berharap dapat menghasilkan beberapa pengobatan dan vaksin yang dapat digunakan," kata Chilombo menambahkan.
Sejak wabah penyakit ini diumumkan akhir bulan lalu, Rwanda telah mencatat 36 kasus dengan 11 kematian, menurut Kementerian Kesehatan. Setidaknya 25 orang masih dalam isolasi dan menjalani perawatan, kata kementerian pada Rabu (2/10).
Butera mengatakan bahwa pejabat kesehatan sedang memantau 410 kontak dengan tujuan memutus rantai penularan. Dia juga menyebutkan bahwa lima pasien saat ini dinyatakan negatif, tetapi masih menunggu pemeriksaan klinis dan laboratorium lebih lanjut.
Otoritas Rwanda telah menetapkan serangkaian langkah untuk mengendalikan penyebaran penyakit ini di negara tersebut, termasuk melarang kunjungan ke pasien yang dirawat di rumah sakit dan membatasi pertemuan dalam hal terjadi kematian akibat virus Marburg.
Baca juga: Bio Farma menguji klinis fase tiga vaksin COVID-19 BUMN di Lombok
Dalam kasus kematian akibat virus Marburg, Kementerian Kesehatan melarang acara berjaga-jaga dan malam duka untuk mengurangi risiko penularan virus. Upacara pemakaman bagi korban yang meninggal karena Marburg akan dibatasi maksimal 50 orang, dan kunjungan ke siswa di sekolah berasrama juga telah ditangguhkan.
Virus Marburg, dengan tingkat kematian hingga 88 persen, berasal dari keluarga virus yang sama dengan Ebola, menurut Organisasi Kesehatan Dunia. Penyakit yang disebabkan oleh virus Marburg dimulai secara tiba-tiba, dengan demam tinggi, sakit kepala parah, dan rasa tidak enak badan yang hebat.
Banyak pasien mengembangkan gejala pendarahan yang parah dalam tujuh hari. Virus ini ditularkan ke manusia dari kelelawar buah dan menyebar di antara manusia melalui kontak langsung dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi, permukaan yang terpapar virus dan bahan-bahan yang terkontaminasi.
Gejala termasuk demam tinggi, sakit kepala hebat, muntah, dan nyeri otot.
Sumber: Anadolu