DEWAN PERS MEDIASI MEDIA GROUP-DIPO ALAM

id



Jakarta (ANTARA) - Dewan Pers melakukan mediasi antara Dewan Redaksi Media Group (Metro TV dan Media Indonesia) dan Sekretaris Kabinet Dipo Alam di Jakarta, Rabu.

Mediasi yang dipimpin Ketua Dewan Pers Bagir Manan didampingi sejumlah anggota seperti Agus Sudibyo dan Uni Lubis berlangsung secara terpisah dan tertutup.

Pihak Media Group diwakili  Ketua Dewan Redaksi Elman Saragih, Direktur Pemberitaan Metro TV Suryopratomo, Kepala Divisi Pemberitaan Media Indonesia Kleden Suban, anggota Dewan Redaksi Media Indonesia Laurens Tato, dan lainnya, didampingi kuasa hukumnya OC Kaligis.

Mereka lebih dahulu melakukan pertemuan dengan Dewan Pers untuk menyampaikan permasalahan.Kemudian, Dewan Pers menerima Dipo Alam didampingi oleh kuasa hukum Amir Syamsuddin dan Patra M Zen.

Dipo Alam melalui kuasa hukumnya, Amir Syamsudin, pada Senin (28/2) mengadukan Metro TV ke Dewan Pers karena perusahaan pers itu dinilai telah menggunakan fasilitasnya untuk menjatuhkan reputasi.

"Yang kami adukan hanya Metro TV. Metro TV seringkali menyiarkan running text dengan kalimat yang bisa menimbulkan kesalahpahaman dan opini yang keliru di masyarakat," kata Amir Syamsudin setelah menyerahkan surat pengaduan kepada Dewan Pers yang diterima Kepala Sekretariat Kusmadi.

Menurut dia, pengaduan Sekretaris Kabinet ke Dewan Pers bukan semata-mata mengimbangi Media Group yang telah melaporkan Dipo Alam ke Mabes Polri dan mengajukan gugatan ke Pengadilan.

"Kami tidak dalam posisi untuk menghalangi dan marah, namun yang kami melakukan saat ini sangat berbeda, yakni mengadukannya ke Dewan Pers," papar Amir.

Menurut dia, pengaduan ke Dewan Pers untuk menguji apakah Metro TV sebagai lembaga pers telah menjalankan fungsi dan peranannya sesuai UU Pers dan Kode Etik jurnalistik karena Metro TV yang sedang bersengketa dengan kliennya telah memanfaatkan posisinya dengan cara yang dinilai melanggar kode etik, menyebarkan informasi melalui media televisi dengan cara terus menerus menyiarkan running text.

Menurut dia, penyiaran running text yang terus menerus merupakan cara yang sistematis dan masif untuk menggalang opini sehingga berpotensi munculnya pemahaman yang keliru seakan-akan kliennya telah menjadi musuh nomor satu pers nasional. (*)