PB PGRI MEDIASI PERPECAHAN ANGGOTA PGRI NTB

id



          Mataram, 16/6 (ANTARA) - Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia memediasi perpecahan anggota Persatuan Guru Republik Indonesia, Nusa Tenggara Barat, untuk mencari penyelesaian terbaik tanpa harus menggelar konferensi luar biasa.

         "Yang kami harapkan seluruh pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) bertukar pikiran. Kalau ada yang salah di pengurus provinsi mari dikoreksi. Demikian juga jika ada yang kurang dari pengurus di kabupaten/kota, mari kita perbaiki. Itu lebih baik daripada harus mengegelar konferensi luar biasa," kata Ketua Departemen Organisasi dan Kaderisasi, Pengurus Besar PGRI (PB PGRI) M. Usman, di Mataram, Kamis.

         Usai menggelar pertemuan dengan Ketua PGRI Nusa Tenggara Barat (NTB) H. Ali Rahim dan sejumlah ketua PGRI Kabupaten/kota, membahas masalah perpecahan di tubuh PGRI NTB, ia mengatakan, pihaknya berupaya menyelesaikan konflik di tubuh PGRI NTB dengan mengedepankan proses mediasi dan rekonsiliasi.

         Apabila upaya itu gagal, maka konferensi luar biasa menjadi salah satu jalan terakhir. Konferensi luar biasa bisa dilaksanakan apabila setengah ditambah satu suara pengurus PGRI di tingkat kecamatan sepakat untuk melaksanakan konferensi luar biasa.

         Hal itu merupakan mekanisme yang harus ditempuh oleh pengurus PGRI baik di tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi hingga pusat karena sudah diatur dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) PGRI.

         "Dalam Bab 19 AD/ART PGRI, menyatakan bahwa untuk bisa melakukan konferensi luar biasa, syaratnya setengah ditambah satu dari total jumlah suara pengurus di tingkat kecamatan," ujarnya.

         Namun, kata dia, Pengurus Besar PGRI tidak menginginkan sebuah perbedaan pendapat harus selalu diselesaikan dengan cara menggelar konferensi luar biasa.

         "Pengurus besar memberikan kesempatan untuk melakukan mediasi. Kami persilakan kepada teman-teman yang tidak sependapat dengan pengurus PGRI NTB untuk bertemu menyelesaikan persoalan secara baik, demi kemajuan organisasi ke depan," harapnya.

         Pada kesempatan itu, Usman juga menegaskan bahwa pemberhentian Ketua PGRI Kabupaten Dompu Zaenal Afrodi, dari jabatannya, sudah disetujui oleh seluruh pengurus tingkat kecamatan, sehingga masalah tersebut tidak perlu diperdebatkan lagi.

         "Saya sudah bertemu dengan seluruh pengurus cabang. Sebelumnya tela disepakati ada lima pengurus yang diberhentikan, tetapi setelah kami rapat, dua pengurus yang sebelumnya abstain, sekarang sudah setuju dengan pemberhentian tersebut," ujarnya.

         Sementara itu, anggota PGRI Dompu, Abdullah Hussain, mengatakan, pemberhentian Ketua PGRI Kabupaten Dompu, bukan keinginan dari masing-masing pengurus cabang, tetapi merupakan keinginan seluruh pengurus cabang, dan tidak ada kaitannya dengan Ketua PGRI NTB H. Ali Rahim.

         "Pemberhentian Ketua PGRI Kabupaten Dompu sesuai prosedur. Bukan keinginan masing-masing, tapi keinginan anggota PGRI Dompu. Masalah pemberhentian itu juga tidak ada sangkut pautnya dengan pengurus PGRI NTB," ujarnya.

         Ia juga menilai bahwa orang-orang yang melakukan aksi unjuk rasa menuntut Ketua PGRI NTB mundur dari jabatannya adalah orang-orang yang tidak bertanggungjawab karena sudah bukan pengurus lagi.

         Seperti diketahui, ratusan guru dari sejumlah kabupaten/kota di Pulau Lombok, Rabu, 8 Juni 2011, menggelar aksi unjuk rasa menuntut Ketua PGRI NTB H. Ali Rahim, mundur dari jabatannya karena dianggap arogan.

         Aksi unjuk rasa itu dilatarbelakangi pemberhentian Ketua PGRI Dompu Zaenal Afrodi. (*)