KPK periksa Direktur Kepatuhan BSI s

id Kpk,Mahkamah Agung ,Suap,Korupsi

KPK periksa Direktur Kepatuhan BSI s

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

Jakarta (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa Direktur Kepatuhan PT Bank Syariah Indonesia (BSI) sebagai saksi kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) untuk tersangka Hakim Agung Gazalba Saleh (GS).

"Hari ini pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung untuk tersangka GS dan kawan-kawan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin.

Ali menerangkan ada dua saksi yang hari ini diperiksa KPK sebagai saksi kasus Gazalba Saleh. Pertama adalah Direktur Kepatuhan PT Bank Syariah Indonesia atau staf yang mewakili, sedangkan saksi kedua adalah Customer Service PT Sugi Internasional Valas Cabang Jakarta atau staf yang mewakili.

Keduanya akan diperiksa penyidik di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Dalam perkara tersebut, penyidik KPK telah menetapkan 15 orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Mereka adalah Hakim Yustisial Edy Wibowo, Hakim Agung Gazalba Saleh, Hakim Yustisial Prasetio Nugroho, dan Redhy Novarisza selaku staf Gazalba Saleh.

Tersangka lainnya adalah Hakim Agung Sudrajat Dimyati, Hakim Yudisial atau Panitera Pengganti Elly Tri Pangestu (ETP), dua aparatur sipil negara (ASN) Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua ASN di MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).

Kemudian, pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS), dan tersangka terbaru adalah Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar Wahyudi Hardi (WH).

Sebanyak delapan tersangka di antaranya telah dilimpahkan kepada tim jaksa untuk segera disidangkan. Delapan tersangka tersebut, yakni Sudrajat Dimyati, Elly Tri Pangestu, Desy Yustria, Nurmanto Akmal, Albasri, Muhajir Habibie, Heryanto Tanaka, dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto.

Adapun konstruksi perkara yang menjerat GS dan kawan-kawan, KPK mengungkapkan bermula pada awal 2022 perihal adanya perselisihan di internal koperasi simpan pinjam Intidana (ID). Kemudian, terjadi pelaporan perkara pidana dan gugatan perdata yang berlanjut hingga proses persidangan di Pengadilan Negeri Semarang.

Lalu, YP dan ES ditunjuk oleh HT sebagai pengacara untuk mendampingi selama dua proses hukum tersebut berlangsung. Terkait perkara pidana, HT melaporkan Budiman Gandi Suparman selaku pengurus KSP ID karena adanya pemalsuan akta dan putusan di tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Semarang dengan terdakwa Budiman dinyatakan bebas.

Adapun langkah hukum selanjutnya, yaitu jaksa mengajukan upaya hukum kasasi ke MA. HT kemudian menugaskan YP dan ES untuk turut mengawal proses kasasi di MA agar pengajuan kasasi dikabulkan.

Dikarenakan YP dan ES telah mengenal baik dan biasa bekerja sama dengan DY sebagai salah satu staf di Kepaniteraan MA untuk mengkondisikan putusan maka digunakan melalui jalur DY dengan adanya kesepakatan pemberian uang sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura (setara dengan Rp2,2 miliar).

Untuk proses pengondisian putusan, DY turut mengajak NA yang juga staf di Kepaniteraan MA. Selanjutnya, NA mengkomunikasikan lagi dengan RN selaku staf Hakim Agung GS dan PN selaku asisten Hakim Agung GS sekaligus sebagai orang kepercayaan dari GS.

Salah satu anggota majelis hakim yang ditunjuk untuk memutus perkara terdakwa Budiman saat itu adalah GS. Keinginan HT, YP, dan ES terkait pengondisian putusan kasasi terpenuhi dengan diputusnya terdakwa Budiman dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana penjara selama 5 tahun.

Baca juga: KPK kembali periksa direktur Kemenperin sebagai saksi
Baca juga: KPK terbangkan Ricky Ham ke Jakarta


KPK menduga dalam pengondisian putusan kasasi tersebut sebelumnya telah ada pemberian uang pengurusan perkara melalui DY yang kemudian uang tersebut dibagi kepada DY, NA, RN, PN, dan GS. Sementara, sumber uang yang digunakan YP dan ES selama proses pengondisian putusan di MA berasal dari HT.

Berikutnya, sebagai realisasi janji pemberian uang, YP dan ES menyerahkan uang pengurusan perkara di MA tersebut secara tunai sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura melalui DY. Sedangkan mengenai rencana distribusi pembagian uang 202 ribu dolar Singapura dari DY ke NA, RN, PN, dan GS masih terus dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.