Pemerintah China tak akan hadiri konferensi perdamaian soal Ukraina

id china,ukraina,rusia,swiss,konferensi perdamaian

Pemerintah China tak akan hadiri konferensi perdamaian soal Ukraina

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

Beijing (ANTARA) - Pemerintah China menegaskan pihaknya tidak akan menghadiri konferensi perdamaian untuk mencapai perdamaian di Ukraina yang rencananya dilangsungkan di Swiss karena proposal yang diajukan Beijing tidak dipenuhi.

"Ada kesenjangan yang jelas antara pengaturan pertemuan dan apa yang diperjuangkan China serta harapan komunitas internasional. Dalam hal ini, China hampir tidak dapat mengambil bagian dalam pertemuan tersebut," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing, Jumat.

Pemerintah Swiss pada 2 Mei mengumumkan bahwa negara tersebut akan mengadakan konferensi internasional untuk memulai dialog demi mencapai perdamaian di Ukraina pada 15-16 Juni 2024 atas permintaan Ukraina.

Swiss menyebut telah mengundang lebih dari 160 delegasi dari seluruh dunia untuk bertemu di daerah wisata Burgenstock, yaitu gunung Swiss di wilayah Nidwalden. Para delegasi undangan mencakup anggota G7, G20, BRICS,  Uni Eropa, beberapa organisasi internasional, dan dua perwakilan keagamaan.

Namun, Rusia disebut tak diundang pada pertemuan tersebut karena Rusia telah berulang kali secara terbuka menyatakan tidak tertarik berpartisipasi sehingga Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan sangat mustahil mengharapkan sesuatu yang serius akan dihasilkan dari konferensi yang tidak diikuti oleh Rusia.

"China selalu menegaskan bahwa konferensi perdamaian internasional harus memenuhi tiga elemen penting yaitu pengakuan dari Rusia dan Ukraina, partisipasi yang setara dari semua pihak dan diskusi yang adil mengenai semua rencana perdamaian," tambah Mao Ning.

Jika ketiga hal itu tidak dipenuhi, menurut Mao Ning, konferensi perdamaian tidak akan mampu memainkan peran substantif dalam memulihkan perdamaian.

"Elemen-elemen yang diusulkan oleh China ini mengandung rasa adil, sah dan tidak menargetkan pihak mana pun," kata Mao Ning.

Mao Ning lebih lanjut mengatakan ketiga elemen itu juga tertuang dalam Kesepakatan Bersama tentang Penyelesaian Politik Krisis Ukraina yang dikeluarkan bersama oleh China dan Brazil baru-baru ini dan mencerminkan kekhawatiran bersama komunitas internasional, khususnya negara-negara berkembang.

"Namun berdasarkan apa yang kami dengar dari berbagai pihak dan kesepakatan yang dikeluarkan untuk pertemuan tersebut, tampaknya ketiga elemen yang diusulkan China tidak akan terpenuhi," ungkap Mao Ning.

Mao Ning mengatakan China telah memberi tahu pihak-pihak terkait mengenai pertimbangan dan keprihatinan tersebut.

"Kami akan terus mendorong perundingan perdamaian dengan cara kami sendiri, menjaga komunikasi dengan semua pihak dan bersama-sama mengumpulkan berbagai pihak untuk penyelesaian politik krisis Ukraina," kata Mao Ning.

Sebelumnya Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy telah mengajukan 10 poin formula perdamaian yang mencakup penarikan pasukan Rusia dari wilayah Ukraina dan pemulihan keutuhan wilayah Ukraina serta beberapa usulan lain berdasarkan Piagam PBB dan prinsip-prinsip utama hukum internasional.

Zelenskyy juga mengatakan pihaknya ingin China dapat menghadiri perundingan perdamaian di Swiss itu. Dalam satu panggilan telepon bahkan Zelenskyy mencoba meyakinkan Presiden China Xi Jinping untuk mendukung integritas teritorial Ukraina.

Melibatkan pemain global seperti China, menurut Zelenskyy, sangat penting karena memiliki pengaruh terhadap Rusia, dan semakin banyak negara seperti itu yang ada di pihak kita, semakin banyak Rusia harus bergerak sehingga perlu lebih banyak negara yang harus diperhitungkan. Hingga saat ini dua tahun telah berlalu setelah Rusia melancarkan operasi militer khusus ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Sekitar 18 persen wilayah Ukraina masih berada di bawah pendudukan Rusia termasuk Semenanjung Krimea serta sebagian besar Donetsk dan Luhansk di bagian timur.

Seruan untuk penyelesaian yang dinegosiasikan telah berkembang, tetapi Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy telah menolak kemungkinan untuk menyerahkan wilayahnya kepada Rusia, dan secara langsung berunding dengan Moskow.

Baca juga: Tim atletik Indonesia ukir prestasi kompetisi di China
Baca juga: Pemerintah Beijing mendesak Uni Eropa hentikan investigasi mobil listrik China


Zelenskyy pun menuding Presiden Rusia Vladimir Putin telah terbukti tidak dapat diandalkan bahkan jika kesepakatan dapat dicapai. Selama dua tahun tersebut, sekutu Ukraina juga mengirim berbagai bantuan baik militer, keuangan, dan kemanusiaan.

Negara-negara Barat memasok berbagai peralatan tempur mulai dari tank militer, sistem pertahanan udara hingga artileri jarak jauh. Sementara Rusia secara terus-menerus memperingatkan agar berbagai negara tidak melanjutkan pengiriman senjata ke Ukraina dengan mengatakan hal itu akan berakibat buruk dengan meningkatkan eskalasi konflik.