Wamentan mendorong kebun sawit ditumpangsarikan

id Wamentan,pangan,padi gogo

Wamentan mendorong kebun sawit ditumpangsarikan

Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono. ANTARA/HO-Humas Kementan

Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono mendorong praktik tumpangsari di kebun sawit dengan menanam padi gogo, sebagai upaya meningkatkan produktivitas lahan dan diversifikasi hasil pertanian yang berkelanjutan.

"Kita ingin perkebunan sawit bisa ditumpangsarikan dengan padi gogo. Kenapa karena ketahanan pangan dalam negeri itu di antaranya adalah padi dan sawit," kara Wamentan dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Menurut Wamentan kebun sawit dapat ditumpangsarikan dengan tanaman padi gogo untuk mendukung ketahanan pangan. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi padi nasional.

Dia menyebutkan, Kementerian Pertanian menargetkan penanaman 500 ribu hektar padi gogo di lahan perkebunan sawit dan kelapa seluruh Indonesia.

"Langkah ini merupakan implementasi program kelapa sawit tumpang sari tanaman pangan atau yang biasa disebut Kesatria," ujarnya.

Sebelumnya, Sudaryono mengajak Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) untuk berfokus pada peningkatan produktivitas sawit nasional. Menurut Wamentan, industri sawit memiliki peran strategis dalam menambah devisa negara dan menjadi lokomotif utama dalam pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, Wamentan yang akrab disapa Mas Dar ini menekankan pentingnya menggenjot produktivitas sawit nasional hingga 17 ton per hektare.

"Paling tidak kita bisa 17 ton per hektare, mendekati Malaysia yang 18 ton per hektare," ucap Mas Dar.

Baca juga: Cabai rawit turun Rp3.230 jadi Rp42.270 per kg

Wamentan menyampaikan, pemerintah berkomitmen menjaga sawit sebagai komoditas strategis yang tidak hanya mendukung perekonomian nasional tetapi juga kesejahteraan petani.

"Saat ini, sawit Indonesia menguasai 60 persen pasar dunia," tutur Wamentan.

Wamentan juga menyoroti pentingnya hilirisasi, termasuk pengembangan biodiesel B50 untuk mengurangi ketergantungan pada impor biosolar.
Baca juga: Sebanyak 1.003 pompa tersalurkan di Riau perluasan areal tanam

Dengan begitu, tambah Wamentan, Indonesia bisa mengembangkan hilirisasi sawit menjadi banyak kebutuhan lain seperti biodiesel B50 yang kini sudah berjalan untuk memenuhi kebutuhan biosolar.

"Kalau kita bicara sawit, kita punya catatan pada ekspor CPO (Crude Palm Oil) kita sekaligus menjadikan bahan hilirisasi yang berhasil mengembangkan B35 dan B50. Syukur syukur kita bisa mengurangi 100 persen impor biosolar," kata Wamentan.